Bayangkan ketika libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) tiba, bukan waktu untuk istirahat santai, melainkan dibanjiri undangan dari keluarga jauh, teman lama, hingga acara kantor yang masih ikut serta.
Di Indonesia, periode libur ini sering dianggap sebagai momen wajib berkumpul, dan individu dengan kecenderungan people pleaser, cenderung merasa cemas jika harus menolak.
People pleaser bukan sekadar tren di media sosial seperti TikTok, melainkan perilaku nyata di kalangan mahasiswa dan remaja. Mereka disebut kerap mengorbankan waktu istirahat demi menyenangkan orang lain, karena khawatir dicap egois atau dijauhi, sebagaimana ditemukan pada mahasiswa
Akibatnya, libur yang seharusnya menjadi kesempatan untuk memulihkan energi justru menyebabkan kelelahan: mulai dari reuni keluarga di kampung halaman yang memakan waktu lama, event pasar murah di kota, hingga gathering teman yang akhirnya menguras tenaga fisik dan mental, terutama di tengah long weekend Nataru 2025 yang memicu peningkatan acara.
Meski libur Nataru penuh dengan berbagai acara, individu dengan perilaku people pleaser dapat mengatasinya dengan menerapkan self boundaries, yaitu batasan diri yang tegas tetapi sopan, untuk menjaga kesehatan mental tanpa mengorbankan hubungan sosial.
People Pleaser: Si 'Tidak Enakan' yang Selalu Iya Saja
Coba Kawan GNFI renungkan, siapa di antara kita yang selama libur Nataru justru menjadi pengatur acara demi kebahagiaan orang lain, alih-alih memulihkan diri? Jika demikian, kamu mungkin termasuk dalam kategori people pleaser.
Di Indonesia, fenomena ini telah menjadi bagian dari budaya, di mana menolak undangan—bahkan yang jelas merugikan diri sendiri—sering dianggap tidak sopan. People pleaser, menurut para ahli, adalah individu yang memiliki kecenderungan kuat untuk menyenangkan orang lain dan memprioritaskan kebutuhan mereka di atas kebutuhan diri sendiri.
Tujuannya adalah untuk diterima, disukai, dan mendapatkan validasi sosial, dengan ketakutan utama dicap egois atau dijauhi.
Perilaku ini bukan sekadar asumsi. Penelitian pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling Islam di UIN Raden Mas Said Surakarta menunjukkan bahwa mayoritas (71%) responden berada di kategori people pleaser sedang.
Ini berarti, di banyak kelompok sosial, ada individu yang rela mengorbankan waktu istirahatnya demi menjaga harmoni, seperti menjadi sopir, panitia, atau pendengar keluhan, asal tidak ada yang kecewa.
Libur Nataru: Surga bagi Acara, Neraka bagi People Pleaser
Jika people pleaser adalah tokoh utama, maka libur Nataru menjadi tantangan terbesarnya. Pemerintah telah menetapkan cuti bersama pada 26 Desember 2025, menciptakan long weekend hingga awal Januari 2026.
Bagi kebanyakan orang, ini adalah kesempatan untuk beristirahat atau menikmati waktu luang. Namun, bagi people pleaser, periode ini menjadi sumber notifikasi undangan yang tak henti.
Tiba-tiba, semua orang mengingat kamu: keluarga jauh yang jarang berkontak sepanjang tahun, teman lama, hingga atasan yang mengirim undangan gathering akhir tahun. Undangan datang secara bertubi: reuni besar, arisan keluarga, event pasar murah, hingga wisata ke gunung yang memerlukan persiapan fisik.
Bahkan, terdapat berbagai acara resmi seperti Big Bang Festival di Jakarta hingga 4 Januari 2026, Jakarta Light Festival, serta Festiloka Panggung Nusantara di Sarinah pada 31 Desember 2025.
Di sinilah people pleaser terjebak. Kita sadar bahwa secara fisik dan mental, kita telah mencapai batas. Namun, suara hati yang mengkhawatirkan penilaian orang lain sering lebih dominan daripada kebutuhan istirahat.
Akibatnya, liburan yang seharusnya memulihkan energi berubah menjadi kelelahan massal. Kamu pulang dengan tubuh lelah, pengeluaran meningkat, dan emosi terkuras. Kamu berhasil memenuhi ekspektasi orang lain, tapi mengabaikan diri sendiri, yang pada akhirnya merugikan kesehatan mentalmu sendiri.
Self Boundaries: Senjata Rahasia untuk Katakan 'Tidak' Tanpa Drama

Cukup sudah drama air mata dan kelelahan. Saatnya kita bicara solusi, dan solusi itu adalah Self Boundaries—senjata rahasia yang bisa membuat kamu bilang 'Tidak' tanpa perlu merasa bersalah sebulan penuh.
Self boundaries bukan berarti menjadi egois, melainkan bentuk penghormatan pada diri sendiri. Menurut Cole (2021), batasan diri adalah penegasan tegas mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan orang lain terhadap kita. Ini seperti pagar tak terlihat yang melindungi privasi dan energi kamu.
Ada beberapa jenis batasan yang bisa diterapkan saat menghadapi undangan Nataru: Batasan Fisik: Menolak ajakan yang terlalu malam atau perjalanan jauh. Contoh: "Maaf, saya hanya bisa ikut hingga malam hari, besok perlu istirahat."
Batasan Emosional: Menolak menjadi pendengar keluhan berlebih. Contoh: "Saya mendengarkan cerita kamu, tapi saat ini saya tidak bisa memberikan solusi, karena saya juga butuh waktu sendiri."
Batasan Mental: Menghindari diskusi yang menguras energi. Contoh: "Saya menghargai pendapat kamu, tapi saya memilih untuk tidak membahas topik politik selama liburan."
Penelitian Zalika dan Nisa (2024) membuktikan bahwa self boundaries efektif membantu mahasiswa dengan perilaku people pleaser.
Dengan menetapkan batasan, kamu belajar menolak secara sopan, memprioritaskan kebutuhan diri, dan menciptakan hubungan yang lebih sehat serta saling menghargai. Intinya, libur Nataru ini adalah momentum ideal untuk berlatih.
Ingat, mengatakan 'tidak' bukan tanda kejahatan, melainkan upaya menjaga diri dari kelelahan emosional. Jadi, apakah Kawan GNFI sudah siap menerapkan batasan dengan tenang selama periode ini?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


