saat pikiran terlalu ramai memahami overthinking dan virus pikiran di kepala kita - News | Good News From Indonesia 2025

Pahami Overthinking dan 'Virus Pikiran' di Kepala Kita: saat Pikiran Terlalu Ramai

Pahami Overthinking dan 'Virus Pikiran' di Kepala Kita: saat Pikiran Terlalu Ramai
images info

Pahami Overthinking dan 'Virus Pikiran' di Kepala Kita: saat Pikiran Terlalu Ramai


Kita semua memiliki kecenderungan untuk berpikir berlebihan. Otak manusia memang dirancang untuk peka terhadap ancaman sebagai bagian dari naluri bertahan hidup. Sayangnya, mekanisme ini juga membuat kita rentan terhadap bias negatif—kecenderungan untuk lebih fokus pada kemungkinan terburuk dibanding kenyataan yang ada.

Namun, overthinking bukanlah kebiasaan yang perlu disalahkan apalagi dihakimi. Ia justru perlu dipahami dan dilatih, agar tidak mengambil alih pikiran dan akhirnya mengganggu kualitas hidup kita.

Mengkhawatirkan sesuatu—seperti memikirkan teknik renang sebelum lomba atau merancang strategi baru dalam pekerjaan—masih termasuk hal yang wajar. Masalah mulai muncul ketika pola pikir tersebut didorong oleh rasa takut gagal dan berubah menjadi kecemasan berlebihan.

Salah satu tanda yang paling dikhawatirkan adalah ketika pikiran terus berputar hingga mengganggu kualitas tidur. 

Dalam bukunya The Book of Overthinking, Gwendoline Smith menjelaskan bahwa overthinking yang berlandaskan rasa takut dapat memicu pelepasan zat kimia tertentu di otak yang berkaitan dengan gangguan tidur.

baca juga

Ketika kita terjebak dalam pikiran sendiri—terus-menerus mengulang peristiwa negatif, menyesali masa lalu, dan menyalahkan diri—kondisi ini bisa berkembang menjadi kecemasan bahkan depresi.

Ironisnya, saat kita menghabiskan banyak waktu untuk menakut-nakuti diri sendiri, yang sebenarnya kita derita bukanlah kenyataan, melainkan imajinasi yang kita ciptakan. Pikiran kita bekerja terlalu jauh, melampaui apa yang benar-benar terjadi.

Karena itu, fokus utama dalam menghadapi overthinking bukanlah menghentikan pikiran sama sekali, melainkan merekonstruksi cara kita berpikir agar lebih bermanfaat dan berlandaskan kenyataan. Dengan begitu, kita bisa merasa lebih nyaman dan berdamai dengan diri sendiri.

Smith juga menyebut adanya "virus pikiran", yaitu pola pikir negatif yang menyusup secara perlahan dan sering kali tidak kita sadari. Virus ini memperparah overthinking dengan cara mendistorsi penafsiran kita terhadap realitas.

Akibatnya, pikiran cenderung memandang situasi netral sebagai ancaman, atau membesar-besarkan kemungkinan terburuk yang belum tentu terjadi.

Dalam jangka panjang, virus pikiran membuat kita kesulitan membedakan mana kekhawatiran yang realistis dan mana yang hanya hasil olah pikir berlebihan.

Mengenali Virus-Virus Pikiran yang Menghantui

Pertama, membesar-besarkan masalah. Tanpa disadari, kita sering menganggap persoalan yang dihadapi sebagai sesuatu yang jauh lebih besar dari kenyataannya.

Hal ini biasanya terjadi ketika emosi muncul lebih dulu sebelum kita sempat berpikir jernih. Misalnya, satu kesalahan kecil di tempat kerja atau kampus langsung ditafsirkan sebagai tanda kegagalan total. Padahal, belum tentu masalah tersebut berdampak sebesar yang kita bayangkan. 

Kedua, meramal isi pikiran orang lain. Pola pikir ini membuat kita merasa seolah-olah dapat membaca apa yang dipikirkan orang lain, khususnya hal-hal yang bernuansa negatif. Semakin kita mencoba menebak-nebak masa depan atau menafsirkan sikap orang lain tanpa bukti yang jelas, semakin besar pula kecemasan muncul.

baca juga

Smith menegaskan bahwa perasaan dan keyakinan bukanlah fakta. Pikiran kerap meyakinkan kita tentang sesuatu yang belum tentu benar, dan jika tidak disadari, hal ini bisa memicu stres berkepanjangan.

Ketiga, personalisasi. Virus pikiran ini membuat kita meyakini bahwa diri kitalah penyebab dari peristiwa eksternal yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan kita.

Contoh sederhananya adalah ketika seseorang merasa dibenci oleh pasangannya hanya karena pesan atau teleponnya tidak segera dibalas. Padahal, ada banyak kemungkinan lain yang lebih rasional, seperti sedang sibuk atau tidak melihat ponsel.

Virus-virus pikiran inilah yang membuat pikiran terasa semakin bising dan sulit dikendalikan. overthinking pun tidak lagi berfungsi sebagai alat untuk memecahkan masalah, melainkan berubah menjadi sumber kelelahan mental.

Pada titik ini, kita bukan sedang berpikir secara produktif, tetapi terjebak dalam lingkaran kekhawatiran yang berulang. Salah satu cara untuk menghadapi kondisi ini adalah dengan mengatribusikan kembali makna.

Dalam pendekatan kognitif, memberi makna baru terhadap suatu peristiwa membantu kita belajar mengubah ketakutan yang irasional menjadi penilaian yang lebih realistis. Memaknai suatu peristiwa menjadi langkah paling penting agar kita menyadari keberadaan virus pikiran dalam diri sendiri.

Kesadaran ini menjadi titik awal untuk keluar dari jerat overthinking. Dengan mengenali cara kerja pikiran kita, kita bisa kembali berpijak pada kenyataan—dan memberi ruang bagi diri sendiri untuk bernapas lebih lega.

baca juga

Nuansa Terapeutik untuk Mengurangi Overthinking

Smith tidak hanya berhenti pada penjelasan tentang overthinking. Ia juga menggunakan pendekatan model terapeutik yang terasa sangat personal.

Saat membaca The Book of Overthinking, kita seolah tidak sedang membaca buku teori psikologi, melainkan sedang menjalani sesi terapi ringan bersama penulisnya.

Smith mengajak pembaca terlibat aktif melalui pertanyaan-pertanyaan bertingkat yang dirancang untuk dijawab secara bertahap setiap hari.

Pertanyaan ini bukan sekadar refleksi singkat, melainkan latihan mental untuk mengenali pola pikir sendiri.

Pendekatan tersebut membuat proses menghadapi overthinking terasa lebih manusiawi. Kita tidak dipaksa untuk langsung "berpikir positif", tetapi diajak memahami terlebih dahulu bagaimana pikiran bekerja, dari mana rasa takut berasal, dan mengapa virus pikiran bisa muncul berulang kali.

Dengan cara ini, pembaca belajar bahwa mengelola overthinking bukan soal melawan pikiran, melainkan membangun hubungan yang lebih sehat dengannya. 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AF
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.