Melalui Pranata Mangsa, leluhur Jawa seolah berpesan bahwa waktu bukan untuk dikejar, tapi untuk dihayati sebagai penyelaras alam dan manusia.
Di tengah kesibukan zaman modern yang serba cepat, masyarakat Jawa memiliki cara unik dalam memahami waktu. Mereka tidak hanya mengenal tujuh hari dalam sepekan, tetapi juga mengenal lima pasaran: Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.
Kelima pasaran ini menjadi bagian dari sistem kalender tradisional yang disebut Pranata Mangsa, warisan leluhur yang menyatukan perhitungan waktu, musim, dan kehidupan manusia dengan alam semesta.
Pranata Mangsa secara harfiah berarti “tatanan musim.” Dalam tradisi Jawa, tahun dibagi menjadi dua belas mangsa atau musim, masing-masing dengan ciri khas cuaca, perilaku alam, serta nasihat moral bagi manusia.
Sistem ini, secara urut dan musalsal, telah dikenal sejak masa Kerajaan Medang, Medang Kahuripan, Jenggala, Singashari, hingga Majapahit. Terbukti, mayoritas prasasti yang dikeluarkan pada abad 9 M (zaman Medang), banyak menggunakan penanggalan ini.
Baca Selengkapnya