menelisik akulturasi budaya dalam gaya arsitektur masjid agung demak - News | Good News From Indonesia 2025

Menelisik Akulturasi Budaya dalam Gaya Arsitektur Masjid Agung Demak

Menelisik Akulturasi Budaya dalam Gaya Arsitektur Masjid Agung Demak
images info

Dampar Kencana di Masjid Agung Demak | Sumber gambar: pariwisata.demakkab.go.id


Masjid Agung Demak dikenal sebagai situs Cagar Budaya Nasional dan juga salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini dibangun oleh Raden Fattah, yaitu raja pertama Kesultanan Demak Bintoro.

Pembangunan masjid dibantu oleh Wali Songo sebagai bukti dukungan atas keberhasilan Raden Fattah menyebarkan ajaran agama Islam pada saat itu.

Masjid yang menjadi landmark Kabupaten Demak ini ternyata menyimpan keunikan pada gaya arsitektur di beberapa sudut bangunannya. Bangunan Masjid Agung Demak ternyata juga memiliki unsur akulturasi dari beberapa budaya.

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, akulturasi memiliki arti percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. Kira-kira apa saja, ya? Yuk, kita telisik!

baca juga

Karakteristik Bangunan Utama Masjid dan Sekitarnya

Bangunan Masjid Agung Demak, secara vertikal dibagi menjadi tiga bagian dari atas ke bawah yaitu kepala, badan, dan kaki. Pada awalnya memang hanya bangunan masjid utama. Namun, dakam perkembangannya masjid ini terdiri dari bangunan utama dan serambi masjid.

Bangunan utama Masjid Agung Demak memiliki luas 31x31 meter persegi, sedangkan serambi masjid berukuran 31x15 meter. Biasanya bangunan masjid memiliki kubah di bagian paling atas atapnya. Namun, Masjid Agung Demak memiliki bentuk atap yang disebut tajug berbentuk segi empat.

Bangunan utama memiliki tiga tingkatan tajug. Tiga tingkatan ini menggambarkan tiga tingkatan penting dalam agama Islam yaitu iman, Islam, dan ikhsan. Serambi masjid ini berbentuk bangunan terbuka di samping bangunan utama, dengan atap tidak bertingkat yang disebut atap limasan.

Bangunan utama dan serambi ditopang oleh tiang-tiang penyangga. Terdapat tiang penyangga utama pada bangunan masjid dikenal dengan Soko Guru, berjumlah 4 buah berbentuk silinder yang dibuat berbahan kayu jati.

Soko Guru di Masjid Agung Demak
info gambar

Soko Guru di Masjid Agung Demak | Sumber gambar: pariwisata.demakkab.go.id


Pada masing-masing tiang Soko Guru, tertulis nama 4 nama sunan, yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunang Kalijaga. Diketahui bahwa ke-4 tiang itu adalah pemberian dari ke-4 sunan yang disebutkan. Soko Guru dibuat untuk menopang bagian atap paling atas masjid. Bangunan utama masjid juga ditopang oleh tiang penyangga lain di sekeliling Soko Guru.

Terdapat 12 Soko Pengarak, yaitu tiang silinder berbahan bata atau beton yang menopang atap tajug bagian tengah. Selain itu terdapat juga Soko Emperan yaitu tiang-tiang yang terdapat pada area teras masjid, yang menopang tajug atau atap bagian paling bawah.

Pada area serambi masjid, terdapat tiang yang disebut Soko Majapahit yang berjumlah 8 buah.

Akulturasi Budaya pada Elemen-Elemen Arstitekur Masjid

1. Tiang Soko Guru

Karakteristik dasar dari Masjid Agung Demak ini terlihat memiliki karakter struktur bangunan rumah Jawa, yang terlihat pada bangunan utama yang memiliki empat tiang utama yaitu Soko Guru. Soko Guru ini terlihat sebagai simbolisasi bangunan khas tradisional dari arsitektur Jawa yang memiliki 4 tiang rumah di dalam rumah.

2. Atap Masjid

Konsep akulturasi pada bangunan Masjid Agung Demak juga terlihat pada bagian atap. Atap berupa tajug dengan dasar berbentuk segi empat terlihat seperti bangunan suci pada umat Hindu.

Kubah melengkung yang identik dengan bangunan masjid pada umumnya tidak terlihat pada bangunan utama, hanya tergambar pada menara masjid yang terlihat sudah mengadopsi gaya menara masjid Melayu.

Penampakan Masjid Agung Demak dari depan
info gambar

Penampakan Masjid Agung Demak dari depan | Sumber gambar: pariwisata.demakkab.go.id


3. Pola Corak Majapahit

Corak-corak ukiran bergaya Hindu juga tampak dibeberapa tiang-tiang penyangga masjid yaitu pada tiang Soko Majapahit yang berdiri di area serambi. Corak ukiran terdapat pada bagian batu penyangga tiang yang disebut dengan umpak.

8 soko Majapahit ini diperkiraan dibawa dari Kerajaan Majapahit oleh Raden Fattah, pada masa kemenangannya atas Kerajaan Majapahit. Kerajaan ini adalah kerajaan yang bercorak Hindu-Budha.

Lambang Surya Majapahit
info gambar

Lambang Surya Majapahit | Sumber gambar: pariwisata.demakkab.go.id


Selain itu terdapat lambang-lambang yang terdapat di dinding-dinding masjid pada bagian depan berupa Surya Majapahit. Lambang ini berbentuk seperti matahari yang bersinar, dengan delapan arah angin di sekelilingnya.

Dikutip dari Institut Kesenian Jakarta, Surya Majapahit dikenal sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Motif ini mulai dikenal pada era pemerintahan Ratu Tribuana Tunggadewi. Ornamen tertua yang berhasil ditemukan yaitu berupa wujud ukiran dalam batu.

4. Piring Campa

Piring Campa yang menghiasi dinding-dinding masjid juga menambah konsep akulturasi dari bangunan Masjid Agung Demak. Piringan Keramik ini dipercaya dibawa oleh ibu dari Raden Fattah yang bernama Murtasimah, yang merupakan putri dari Kerajaan Campa, yang saat ini merupakan Vietnam Tengah dan Selatan.

Pada umumnya hiasan keramik dari Campa ini memiliki pola berbentuk bunga-bunga.

5. Pintu Bledeg

Pintu Bledeg juga bentuk akulturasi budaya Jawa pada bangunan masjid. Bledeg merupakan bahasa Jawa yang berarti petir. Pintu ini memiliki pola ukiran berupa tumbuhan, mahkota, dan dua kepala naga dengan mulut terbuka yang memperlihatkan gigi-gigi yang runcing. Pintu Bledeg dibuat oleh Ki Ageng Selo.

baca juga

Hiasan pada pintu ini terdapat Candrasengakala atau sebuah pernyataan tahun, yang bunyinya adalah “Nigi Mulat Saliro Wani” yang artinya angka 1388 Saka atau 1466 Masehi yang diyakini sebagai tahun pertama pembangunan Masjid.

Pintu Bledeg di Masjid Agung Demak
info gambar

Pintu Bledeg di Masjid Agung Demak | Sumber gambar: pariwisata.demakkab.go.id


6. Dampar Kencana

Dampar kencana merupakan singgasana atau tempat duduk raja Majapahit. Namun saat ini Dampar kencana ini digunakan sebagai tempat khotbah di Masjid Agung Demak. Peninggalan Sejarah ini masih terawat dengan baik, yang ditempatkan di dalam Masjid Agung Demak.

Perpaduan unsur berbagai budaya yang terdapat pada bangunan Masjid Agung Demak menggambarkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang dapat saling beririsan secara harmonis. Toleransi akan perbedaan budaya menjadikan Indonesia semakin kaya, tanpa saling berpecah belah.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KH
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.