SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk menghadirkan kembali sosok Marsinah dalam ingatan para siswanya, alumni yang kini dikenal luas sebagai ikon perjuangan buruh di Indonesia. Pada 2015, sekolah tempatnya menempuh pendidikan memberikan Piagam Penghargaan sebagai Pejuang dan Pahlawan Kaum Buruh, sebagai bentuk penghormatan atas keberanian dan konsistensinya membela hak-hak pekerja.
Lulusan angkatan 1989 tersebut dikenang bukan hanya melalui kisah akhir hidupnya yang memilukan, tetapi melalui tekadnya yang tak pernah surut dalam menentang ketidakadilan. Melalui piagam bernomor 585/KET/III.4.AU/F/2015, tertoreh kalimat sederhana namun sarat makna: “Semoga jasa-jasanya senantiasa dikenang dan dicatat sebagai amal shalihah di sisi Allah SWT.”
Puncak perjuangan Marsinah terjadi saat ia turut menyuarakan tuntutan kenaikan upah bagi para pekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Permintaan yang sederhana itu ditolak, memicu aksi protes para buruh.
Ketika 13 rekannya terancam diberhentikan, Marsinah menolak untuk berdiam diri. Ia dengan tegas menyatakan akan mengungkap praktik perusahaan bila ancaman pemecatan dilaksanakan. Tak lama kemudian, Marsinah ditemukan meninggal dalam kondisi tragis. Ia tumbang sebagai sosok yang memperjuangkan keadilan dan martabat kemanusiaan.
Bagi banyak orang, Marsinah bukan sekadar catatan dalam sejarah. Ia menjadi wujud keberanian seorang perempuan Indonesia bahwa dari lantai pabrik di Sidoarjo, suara tuntutan keadilan dapat menggema ke seluruh penjuru negeri.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
