Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) kini hanya memiliki 12.561 hektare hutan alami dari hampir 82 ribu hektare sebelumnya, jauh di bawah kebutuhan ekologis gajah Asia yang memerlukan 20.000 hingga 100.000 hektare per individu tergantung ketersediaan pakan. Kekurangan ruang ini memaksa gajah bergerak di area yang terfragmentasi, menurunkan kualitas habitat, dan meningkatkan risiko konflik.
Gajah-gajah kehilangan habitatnya secara bertahap bukan akibat bencana alam, melainkan karena keputusan manusia. Karena izin-izin yang memfasilitasi perambahan, karena kelalaian yang berlangsung lama, hingga kini kita hanya bisa mencatat sisa mereka, bukan menjamin masa depan mereka.
Saat ini, Tesso Nilo hanya menampung sekitar 150 ekor gajah. Setiap individu yang hilang bukan sekadar kehilangan satwa, tetapi juga menjadi peringatan tentang seberapa cepat hutan kita menuju kerusakan.
Tim pemulihan menargetkan pengamanan kawasan, rehabilitasi hulu sungai, dan relokasi permukiman ilegal sebagai langkah awal untuk memulihkan fungsi konservasi, meskipun menghadapi tantangan sosial.
Kebutuhan ruang yang luas berasal dari pola makan dan perilaku jelajah gajah, yang bisa menghabiskan 16–20 jam per hari. Feses mereka membantu menyebarkan benih dan menjaga kesuburan tanah, menjadikan gajah spesies kunci dalam menjaga dinamika hutan. Saat ruang hidup mereka menyempit, siklus ekologis pun terganggu. Oleh karena itu, penyelarasan kebijakan tata ruang dan pelaksanaan pemulihan kawasan menjadi syarat penting agar TNTN kembali mampu mendukung populasi gajah liar.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News