Sebagian besar permukaan Bumi kita, hingga sekitar 70 persen, tersusun dari air. Namun, klaim ini memiliki sisi ganda. Di satu sisi, ada keberuntungan karena akses mudah ke air memfasilitasi kehidupan manusia. Di sisi lain, ketersediaan yang melimpah telah mengakibatkan perilaku boros dan penghamburan air karena kecenderungan anggapan bahwa air adalah sumber yang tak terbatas.
Hanya saja yang sering kali tidak disadari oleh banyak orang adalah bahwa hanya 2,5 persen dari total air di Bumi yang bersifat air tawar. Sebagian besar sumber air tawar ini terperangkap dalam es di kutub dan pegunungan, menyisakan hanya sekitar 1 persen yang tersedia secara langsung untuk digunakan.
Selain itu, distribusi air di seluruh dunia tidak merata. Beberapa wilayah mengalami kekeringan parah, sementara yang lain memiliki akses yang lebih baik. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap air bersih dan bahkan memicu konflik antar negara dan komunitas.
Oleh karena itu, pola hidup yang bijaksana dalam menggunakan air perlu diterapkan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya air dan memastikan akses yang adil bagi semua orang.
Beberapa rumah ibadah di Indonesia telah mulai menerapkan pola hidup hemat air. Salah satunya adalah Masjid Istiqlal, yang merupakan rumah ibadah terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara.
Masjid Istiqlal telah mengadopsi sistem daur ulang air wudu, di mana air bekas wudu jamaah disaring dan digunakan kembali untuk menyiram tanaman dan jalan. Meskipun saat ini penggunaannya terbatas karena belum ada fatwa yang memungkinkan penggunaan kembali air tersebut untuk tujuan penyucian. Namun, air tersebut telah melalui proses penyaringan dan memenuhi standar kebersihan.
Setiap jam, mesin penyaring tersebut mampu mengolah hingga 4 meter kubik air. Dengan penggunaan harian antara 3—5 jam, Masjid Istiqlal dapat mendaur ulang sekitar 12—20 meter kubik air per hari.
Mesjid Istiqlal juga telah mengoptimalkan penggunaan air melalui teknologi hemat air di seluruh bangunannya, yang menyebabkan penghematan air sebesar 36 persen dan mendapatkan pengakuan sebagai bangunan ramah lingkungan.
Praktik hemat air yang dilakukan oleh Masjid Istiqlal dapat menjadi contoh bagi rumah ibadah lainnya di Indonesia. Dengan teknologi sederhana, seperti memisahkan air wudu dan air limbah, dan mengolahnya kembali, banyak masjid di Indonesia dapat menghemat jumlah air yang signifikan setiap harinya.
Dilansir dari siaran pers Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Data dari Sistem Informasi Masjid Kementerian Agama RI menunjukkan bahwa per 1 mei ada sekitar 299.644 masjid di Indonesia. Jika setiap masjid mengadopsi praktik hemat air, maka jumlah air yang dapat dihemat secara keseluruhan dapat mencapai jutaan liter per hari.
Upaya ini sejalan dengan misi World Water Forum ke-10 yang akan diselenggarakan di Bali, yang fokusnya adalah konservasi air, akses air bersih, ketahanan pangan dan energi, serta mitigasi bencana alam.
Pemerintah Indonesia bertekad untuk memperjuangkan inovasi pendanaan berkelanjutan bagi infrastruktur air bersih dan sanitasi, serta mendukung pembentukan Global Water Fund di World Water Forum ke-10.
Hemat air merupakan langkah kecil namun penting dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air dan melindungi lingkungan. Dengan kesadaran dan tindakan bijaksana dalam mengelola penggunaan air, kita dapat berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang. Ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga komitmen bersama untuk menjaga kehidupan dan ekosistem di Bumi.
Sumber:
https://kemenparekraf.go.id/berita/siaran-pers-world-water-forum-2024-mengawali-pola-hidup-hemat-air-dari-rumah-ibadah
https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/848188/masjid-istiqlal-ajari-pola-hidup-hemat-air-dari-rumah-ibadah
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
