Desa Tanglad, Nusa Penida merupakan satu-satunya desa yang masih mempertahankan kekayaan budaya khas Nusa Penida, yaitu kain cepuk. Kain cepuk merupakan warisan budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Cepuk diambil dari bahasa sansekerta, berarti kayu canging yang menjadi bahan dasar untuk membuat kain tenun cepuk.
Versi lain ada yang juga mengatakan, bahwa kain cepuk berasal dari kata tepuk, yang artinya bertemu. Salah satu motif kain cepuk berbentuk geometris belah ketupat yang memiliki makna bertemunya ilmu penengen (white magic) dengan ilmu pengiwa (black magic) untuk menciptakan keseimbangan diri dan semesta.
Pada awalnya kain cepuk dikenal sebagai kain bebali atau kain sakral yang biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan upacara/ ritual masyarakat adat Nusa Penida.
Kain ini diyakini memiliki fungsi sebagai pelindung dari pengaruh jahat. Selain itu, kain ini juga digunakan untuk proses pengobatan karena dipercaya memiliki kekuatan magis.
Biasanya kain cepuk digunakan sebagai pakaian sakral dalam beribadah umat hindu. Namun, seiring berjalannya waktu kain ini digunakan untuk oleh-oleh khas Nusa Penida yang bisa dipakai oleh siapa pun, seperti warga lokal, turis, dan masyarakat lainnya. Sekarang kain cepuk sudah dikenal hingga mancanegara, bahkan banyak turis asing yang berlibur ke Nusa Penida untuk mencari kain tersebut.
Di balik indahnya motif kain cepuk yang diukir di dalamnya, terdapat cerita sejarah yang luar biasa hingga menjadi daya tarik tersendiri. Penggunaan kain cepuk disebutkan dalam transkrip lontar Dharma Kahuripan digunakan untuk Upacara Manusa Yadnya, yaitu upacara potong gigi.
Kain yang saat upacara dipakai sebagai pakaian pelinggih, sarana upacara (pelengkap upakara), dan bisa digunakan untuk orang yang akan di upacarai.
Selain itu, dalam kitab Wastra Wali (I Made Seraya), kain bebali juga dipakai untuk rurub, yaitu kegiatan menutupi jenazah bagian lapisan paling atas selama tinggal di rumahnya. Kain itu dijadikan penutup agar mendoakan arwah tersebut untuk mendapatkan keselamatan menuju nirwana atau tempat kedamaian yang abadi.
Kain cepuk dikenal sebagai kain yang menawan dan memiliki ragam motif yang memiliki makna magis, sekaligus menjadikan kain cepuk berbeda dengan kain di daerah lainnya. Motif tersebut di antaranya,
- Motif Mekawis: kain yang digunakan saat membungkus tulang dalam upacara pengabenan/kematian
- Motif Lingking Paku: kain yang digunakan untuk anak laki-laki saat upacara potong gigi
- Motif Kecubung: kain yang digunakan untuk anak perempuan saat upacara potong gigi
- Motif Kurung bebas: kain yang biasanya dipakai kapan saja dan bisa di modifikasi
- Motif Tangi gede: digunakan untuk upacara anak kedua dari tiga bersaudara jika kakak pertama dan adik ketiganya meninggal
- Motif Sudamala: kain yang memiliki warna hitam putih yang dipakai ketika melukat atau pembersihan diri (ruwatan)
Kekayaan motif dan makna yang dimiliki dari kain cepuk tentunya dibuat dengan cara yang tidak mudah. Dimulai dengan mencari satu per satu warna berasal dari tanaman di sekitar Desa Tanglad.
Warna yang dicari sangat beragam, seperti warna merah yang diambil dari daun ketapang, warna hitam dari pohon mahoni, warna biru dari daun indigo, warna kuning dari daun mangga/mitir, dan lain sebagainya.
Setelah itu, proses selanjutnya adalah memintal benang satu per satu, menggabungkan benang yang sudah dipintal, mengikat benang sesuai motif, proses pewarnaan, menjemur, melilitkan benang, dan menenun.
Dari proses tersebut tentunya menunjukkan bahwa pembuatan kain cepuk ini melalui pengolahan yang sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga membuat harga kain cepuk ini juga dibilang lumayan tinggi, mulai dari 200—300 ribu untuk kain dengan warna kimia, dan 1 juta hingga 2 juta rupiah untuk pewarnaan alami.
Dengan demikian, kekayaan sejarah, cerita, dan makna yang dimiliki kain cepuk menjadikan Kain Cepuk khas Nusa Penida merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang sangat penting dan berharga. Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat lokal, nasional, pemerintah, dan semua stakeholders berperan untuk melestarikan dan memperkenalkan budaya serta produk lokal kepada seluruh dunia.
Sumber referensi:
https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2318
https://wisnu.or.id/id/2019/12/05/cepuk-weaving/
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News