Deburan ombak disertai suara gemerisik pasir pantai di kala senja. Melodi yang berirama melebur bersama sorai anak-anak di bawah nyiur pantai Desa Lamu. Musik tersebut sudah akrab di telinga kami, mahasiswa Kolaborasi KKN-PPM UGM dan UNG Sub-Unit Desa Lamu, Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo.
Sudah lebih dari satu bulan kami hidup berdampingan bersama mereka. Sambutan anak-anak dan masyarakat sekitar di kala kami berkunjung membuat kami berat hati harus meninggalkan pesisir Gorontalo untuk kembali ke rumah.
Memori akan hiruk pikuk perkotaan rasanya sirna setiap kali kami meneguk kelapa muda yang menjadi jamuan setiap kali bermain di galangan kapal.
Di sini, di galangan kapal, secercah cahaya surga memanjakan mata para pengelana yang mencari ketenangan. Pantai pasir putih yang memikat dan birunya air laut seolah memanggil kami untuk selalu mandi di dalamnya.
Kecantikan warna air laut di tengah liang atol yang menyimpan berjuta misteri kedalaman laut menjadi tambatan hati bagi kami untuk selalu kembali.
Tidak jauh dari galangan kapal, beberapa langkah ke timur menyusuri pesisir pantai Desa Lamu, tersimpan hamparan batu karang yang berpadu bersama jajaran mangrove yang menawan.
Karang Putih namanya. Tempat para ikan kecil berlabuh untuk rehat selepas mengarungi pesona bawah laut Teluk Tomini. Lukisan gradasi langit cakrawala di kala senja menjadi momen yang terlukis dalam lembaran kehidupan kami.
Air ombak yang tenang disertai hembusan angin yang berdesir seolah berbisik kepada kami bahwa semua akan baik-baik saja. Jika beruntung, perpaduan antara kabut di pegunungan yang mengapit Karang Putih dengan gradasi cakrawala menjadi hal yang patut untuk selalu dikagumi.
Air teluk yang surut mengundang masyarakat sekitar untuk menjaring ikan-ikan hingga ke tengah laut yang tenang.
Masyarakat pesisir sekitar Karang Putih telah lama hidup berdampingan bersama merdunya suara ombak. Sekumpulan nelayan di tanah gugusan surga tersembunyi di Desa Lamu ini turut menyumbangkan segala alasan untuk singgah.
Tidak jarang mereka menawarkan kami untuk ikut menyelami birunya laut Teluk Tomini. Sebuah perahu kecil diisi dengan dua liter bensin sudah cukup untuk mengantarkan kami bersama mereka menaklukkan atol Teluk Tomini.
Aroma khas dan asinnya cipratan air laut mengalahkan rasa pusing kami selama berada di perahu. Dengan gagahnya perahu kecil itu menerjang ombak-ombak di tengah birunya lautan. Tarian-tarian ikan yang gemulai menuntun kami ke tujuan.
Sebuah rakit kayu yang diikat bersama dengan jerigen air mengapung di tengah air yang tenang.
Empat bangku kayu di setiap sisi rakit yang menghadap lautan mengajak kami untuk berteduh menikmati tenangnya lautan Lamu. Senyap. Saujana mata memandang terlihat garis pertemuan cinta antara langit dengan laut. Ayahanda kami—julukan lokal kepala desa setempat—mengatakan bahwa di atas rakit ini biasa digunakan sebagai tempat para warga bercengkrama di kala matahari mulai terbenam.
Tidak jarang banyak warga setempat yang menghabiskan waktu mereka untuk memancing di tengah malam hingga menikmati terbitnya matahari di kala fajar menyingsing. Keheningan di tengah ombak yang berdansa mengatakan seribu kalimat indahnya alam Gorontalo.
Kami kembali dengan puluhan kelapa muda yang siap untuk melepas dahaga. Warga sekitar dengan cekatan memanjat pohon kelapa sebagai jamuan kami kembali dari laut. Seperti biasa, anak-anak segera berhamburan menghampiri kami diiringi dengan sapaan yang hangat.
Hidup berdampingan selama lebih dari satu bulan membuat kami banyak belajar tentang cerita mereka. Tidak jarang program kerja kami banyak melibatkan anak-anak pesisir yang antusias untuk mendengar cerita dan materi yang kami berikan.
Mimpi dan cita-cita mereka terkadang terhalang dengan tebalnya kabut ekonomi para orang tua.
Pesisir Lamu memiliki potensi yang besar. Ayahanda dan Pemerintah Desa memiliki visi yang unggul untuk pengembangan potensi pariwisata. Walaupun demikian, kita tidak boleh lupa dengan pondasi penggerak potensi pesisir Lamu.
Warga sekitar memiliki peranan penting sebagai aktor utama. Dengan adanya pengelolaan dan sinergi yang menyeluruh, kabut ekonomi orang tua dari anak-anak pesisir Lamu akan terangkat.
Penulis: Rafi Akmal Raharjo
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News