Kubu Raya, merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Kubu Raya terdiri dari beberapa kecamatan. Dua kecamatan diantaranya, yaitu Kecamatan Sungai Kakap dan Kecamatan Rasau Jaya.
Kecamatan Sungai Kakap terletak di pesisir Sungai Kapuas. Kecamatan Sungai Kakap dapat dikatakan cukup luas. Dua desa di Kecamatan Sungai Kakap ini menjadi tempat pengabdian bagi mahasiswa KKN-PPM Sungai Kakap UGM 2024 yang sering disapa sebagai Suaseikakap.
Satu lagi desa yang menjadi tempat pengabdian masyarakat oleh Tim KKN Suaseikakap yaitu Desa Pematang Tujuh yang terletak di Kecamatan Rasau Jaya. Ketiga desa tersebut memiliki kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Karena perbedaan kondisi ini, tim Suaseikakap memberikan inovasi yang berbeda-beda di setiap desanya.
Foto: @Mona/SuaseikakapAbror menyerahkan peta potensi kebakaran Desa Pematang Tujuh kepada perangkat desa
Desa Pematang Tujuh merupakan desa dengan potensi lahan pertanian dan perkebunan yang melimpah. Selain lahan pertanian dan perkebunan tersebut, masih banyak lahan kosong yang tidak dimanfaatkan oleh warga. Kendala lahan kosong tersebut terjadi saat musim kemarau. Saat musim kemarau, sering terjadi kebakaran lahan, yang mengakibatkan kualitas udara di sekitar desa memburuk.
Berangkat dari keresahan tersebut, salah satu mahasiswa dari kluster Saintek, yaitu Abror berencana membuat sebuah pemetaan mengenai potensi bencana kebakaran hutan dan lahan di Desa Pematang Tujuh.
“Saya berencana membuat sebuah peta tentang potensi bencana di desa Pematang Tujuh” tutur Abror saat pemaparan program kerja kepada Kepala Desa Pematang Tujuh. Surjana selaku Kepala Desa Pematang Tujuh memberikan saran untuk membuat peta terkait bencana alam yang sering terjadi di desa Pematang Tujuh.
“Bencana yang sering terjadi disini yaitu kebakaran hutan dan lahan, jadi kalau bisa dibuatlah peta untuk melihat daerah yang berpotensi untuk terjadinya bencana tersebut,”. ujar Surjana.
Foto: @Yesa/SuaseikakapFariz sedang memaparkan isi modul filtrasi air kepada perangkat Desa Punggur Kapuas
Program kerja dari kluster Sains-Teknologi (Saintek) selanjutnya datang dari sub-unit Punggur Kapuas. Mahasiswa asal Fakultas Teknik bernama Fariz–sebagai inisiator program kerja terkait infrastruktur–mengangkat program berupa Sosialisasi dan Pembuatan Filtrasi Air Sungai dan Pemasangan Delineator. Latar belakang penemuan ide program kerja tersebut berasal dari permasalahan yang ada di setempat, yaitu krisis ketersediaan air bersih dan infrastruktur pembatas jalan yang kurang memadai.
“Penemuan ide kedua program kerja ini berasal dari hasil observasi saya secara langsung dan hasil diskusi bersama kakak tingkat yang juga mengabdikan diri di Desa Punggur Kapuas pada tahun yang lalu. Dari hasil observasi dan diskusi tersebut, saya berencana untuk membuat program yang dapat meningkatkan sanitasi dan fasilitas desa agar menuju ke arah yang lebih baik,” ungkap Fariz.
Selama pelaksanaan kedua program kerja, Fariz selaku PIC (Person In Charge) mengaku menghadapi beberapa kendala. Program kerja Sosialisasi dan Pembuatan Filtrasi Air Sungai mengalami kendala seperti terjadi perubahan konsep pembuatan alat filtrasi, yaitu perlu ditambahkan bahan seperti bubuk tawas–yang mana berdasarkan sumber literatur dan sebelum dilakukan percobaan, pembuatan alat tidak membutuhkan bahan tersebut.
Selain alat filtrasi yang Fariz buat, ia juga mencetak sebuah modul pedoman filtrasi air. Modul tersebut berisi informasi mengenai beberapa zat yang terkandung dalam bahan-bahan yang digunakan dan metode pembuatan alat filtrasi air. Bahkan, Fariz menambahkan informasi terkait hasil uji laboratorium air yang ia gunakan sebagai sampel filtrasi dari alat yang dibuatnya.
Foto: @Ryno/SuaseikakapFariz sedang memasang pemtasa jalan (deliniator) di tepi jalan Desa Punggur Kapuas
Sementara itu, program kerja lain–yang terkait infrastruktur jalan, yaitu Pembuatan Delineator memiliki kendala berupa kesalahan letak pemasangan delineator. Beberapa pengendara roda empat mengeluhkan posisi pembatas jalan terlalu dekat dengan badan jalan sehingga menyulitkan warga melewati jalan tersebut.
“Secara umum, kendala dari kedua program ini berupa pelaksanaannya yang kurang maksimal (dikarenakan padatnya jadwal) dan jauhnya tempat pembelian bahan,” pungkas Fariz.
Fariz berharap melalui programnya, yaitu satu unit alat filtrasi dan modul dapat bermanfaat bagi desa. Selain itu, riset dan pengembangannya dapat dilanjutkan oleh masyarakat ataupun mahasiswa KKN lainnya.
“Untuk program kerja pembuatan delineator saya berharap hasilnya dapat bermanfaat dan bisa diduplikasi oleh warga ketika membutuhkannya di tempat-tempat yang mungkin belum saya jamah,” ungkap Fariz.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News