Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Bagitulah kalimat yang sering terucap dan biasanya diucapkan melalui pidato acara perpisahan. Banyak orang memandang perpisahan sebagai momen yang pahit, menyakitkan, dan pedih karena menurut banyak orang perpisahan adalah akhir.
Namun, melalui pameran seni yang berlangsung di Sewu Satu, Wisma Geha, Jakarta Pusat, Ilham Karim merangkum bagaimana kehilangan, yang sering kali menandakan akhir dari sebuah pertemuan.
Berbeda dengan cinta, yang digambarkan sebagai proses penemuan. Karim memaknai konsep kehilangan yang muncul dari pertemuan dan awal kehidupan. Persatuan orang tua artis dalam cinta masa muda mereka, yang secara simbolis mewakili asal mula kehilangan yang tak terhindarkan, adalah inti dari refleksi ini.
Ilham Karim lahir di Jakarta tahun 1999. Adapun acara ini merupakan debut pameran tunggalnya sejak lima tahun terakhir berkarya.
Ia telah mempunyai gaya khas yang memadukan warna-warna berani, komposisi rumit, dan narasi yang sangat pribadi. Melalui karyanya, Karim mengeksplorasi lebih atas kemungkinan artistik yang dinamis. Fokus khususnya adalah pada manipulasi ekspresi melalui interaksi warna bentuk. Pencapaian terbaik Karim adalah menjadi finalis UOB Painting of the Year Award ke-13.
Diambil dari kata pengantarnya yang ditulis oleh Raihan Prabowo, dengan judul ‘Butterflies in My Stomach’, pameran ini menampilkan rangkaian karya yang menampilkan sosok laki-laki dan perempuan.
Sosok-sosok ini digambarkan dalam pose jatuh atau melayang, membangkitkan mitos Sisyphus, sebagaimana ditafsir ulang oleh Albert Camus melalui lensa Absurdisme. menggambarkan kondisi manusia, di mana kehidupan tetap dijalani meskipun ada kejatuhan yang tak terelakkan.
Ketika mereka sadar akan kehilangan, konflik, dan kematian pada akhirnya. Namun, kehidupan terus berjalan, cinta tetap ada, dan kehilangan harus dirangkul. Sifat singkat kehidupan, cinta dan kehilangan, dengan absurditas yang melekat di dalamnya, adalah tema-tema yang dengan tajam ditangkap oleh sang seniman dalam karya ini.
Tajuk ‘Butterflies in My Stomach’ diambil dari frasa yang jika diterjemahkan adalah Kupu-Kupu di Perutku. Maksud dari kalimat ini adalah tentang rasa apa yang muncul jika ada kupu-kupu di perut seseorang. Rasa yang muncul itu adalah rasa pada fisik berupa geli yang menggelitik.
Perasaan ini biasanya diungkapkan jika seseorang merasa gugup dan cemas jika bertemu dengan orang lain. Biasanya di saat jatuh cinta. Seseorang merasakan perasaan ini dan terkadang jadi grogi ataupun salah tingkah.
Dengan 9 karyanya, Ilham Karim menjadikan galeri Sewu Satu menjadi tempat dia bercerita tentang gesture tubuh di kala seseorang merasakan momen ‘Butterflies in My Stomatch’. Ada pesan dan tahapan yang berbeda dari setiap lukisan pada ruangan itu.
Standalone Karya Ilham Karim | Dokumentasi Pribadi
Ditambah lagi, pengunjung akan mengetahui makna setiap lukisannya melalui judul-judul lukisan yang berseri seperti, Encounters atau pertemuan, Standalone atau berdiri sendiri, Unraveling atau terurai, Everything is Now atau semuanya adalah seperti sekarang, Orpheus atau kegelapan malam dan Final Act atau adegan final.
Jika dimaknai, setiap judul lukisan Karim menjabarkan kapan momen kupu-kupu menggelitik biasanya muncul sekaligus menyusun tahapan-tahapan yang umum terjadi di akhir kisah cinta muda-mudi. Ia menampilkan ilustrasi yang konsisten. Menggambarkan seseorang yang berbaring (banyaknya dalam posisi terbalik). Seolah menyampaikan pesan jika perasaan mulai memudar, rasanya terkadang berbanding terbalik dengan indahnya menjalani hubungan saat jatuh cinta.
Pada umumnya, di akhir dari cerita cinta adalah fase-fase di mana seseorang merasa jatuh, dengan perasaan yang relatif kurang bergairah dan bisa digambarkan dengan kegiatan berbaring.
Sayangnya, cerita dari Ilham Karim tentang ‘Butterflies in My Stomach’ telah usai pada 20 September lalu. Namun jangan khawatir, perjalanan cerita Karim lewat lukisan baru saja dimulai dan menarik untuk ditunggu.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News