Etnik Betawi adalah salah satu dari banyak suku bangsa di Indonesia, di mana penduduknya tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Masyarakat yang mengaku sebagai etnis Betawi adalah keturunan kaum campuran dari berbagai suku bangsa dan etnis yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia (Jakarta), termasuk etnis Tionghoa.
Mereka sebagai etnik Betawi memiliki kebudayaan yang tercipta atas dasar proses pencampuran budaya antara suku asli dengan berbagai ragam etnis pendatang.
Demikian pula kebudayaan Cina telah banyak memberikan pengaruhnya di kalangan masyarakat Jakarta. Di Jakarta, unsur budaya Cina yang terserap ke dalam budaya Betawi adalah unsur bahasa, kesenian, makanan, dan pakaian.
Namun, masih banyak dari unsur-unsur kebudayaan dan kebiasaan etnis Tionghoa yang akhirnya dipakai dalam kehidupan masyarakat Betawi. Dengan begini, terciptalah akulturasi budaya tionghoa menyatu dengan budaya betawi. Akan tetapi, tanpa menghilangkan budaya betawi yang sudah ada tersebut.
Berikut adalah budaya Betawi yang terakulturasi dengan budaya Tionghoa!
Bahasa Betawi
Bahasa Betawi dipakai sebagai alat komunikasi di antara penduduk Jakarta, terkhusus orang Betawi. Oleh karena itu, bahasa Melayu Betawi mudah diterima oleh segala lapisan goIongan masyarakat yang ada di Jakarta.
Sebab, menurut proses sejarah, bahasa Melayu Betawi dianggap berakar pada bahasa Melayu. Lalu, ditambah dasar bahasa dan perbedaan kata-kata dari beberapa bahasa daerah (Sunda, Jawa, Bali), dengan pengaruh Arab. Cina, Portugis, dan Belanda.
Pengaruh etnis Tionghoa dalam bahasa Betawi dapat dilihat dalam penggunaan kata untuk keseharian. Misalnya saja adalah cepek (seratus perak), engkong (kakek), gua (saya/aku), sekoteng (minuman sejenis wedang jahe), hingga bakiak (sandal dari kayu).
Gambang Kromong
Gambang kromong merupakan suatu orkes tradisi betawi yang sepenuhnya dipengaruhi oleh Cina. Gambang kromong tercipta ketika orang-orang Tionghoa peranakan sudah banyak tersebar di Batavia.
Pengaruh budaya Tionghoa dalam seni musik Orkes Gambang Kromong dapat dilihat pada alat musik yang digunakan seperti Kongahyan, tehyan, dan sukong. Ketiganya adalah alat musik budaya Tionghoa yang sangat khas dalam Gambang Kromong.
Tangga nada yang di gunakan dalam Orkes Gambang Kromong juga merupakan nada pentatonik (tangga nada yang terdiri dari lima nada, pada umumnya digunakan pada musik tradisional Cina) yang biasa disebut sebagai Salendro Cina. Semua alat musik yang terdapat dalam Gambang Kromong dilaraskan sesuai dengan laras musik Tionghoa, mengikuti laras Salendro Cina.
Pernikahan Adat
Upacara pernikahan adat Betawi selalu identik dengan kemeriahan dan penuh warna. Penggalan dari berbagai budaya seperti Arab, India, Cina, dan sebagainya seakan berbaur menjadi bagian dari karakteristik pernikahan Betawi.
Pengaruh Tionghoa pada pernikahan adat betawi terlihat pada upacara Rudat atau prosesi mengantar pengantin pria ke tempat mempelai wanita. Pada prosesi upacara Rudat, keluarga pengantin wanita akan menyambut rombongan pengantin pria dengan petasan.
Dalam legenda Tiongkok, petasan dipercaya dapat mengalahkan makhluk menyeramkan bernama ‘Xi’. Setiap perayaan ini orang-orang membakar petasan sebagai simbol kebahagiaan dan menyambut keberuntungan.
Selain itu, pada pakaian pengantin wanita, terdapat unsur burung phoenix dan naga. Di Tiongkok, phoenix termasuk kedua dari empat mahluk ajaib Tiongkok dan melambangkan seorang permaisuri.
Sedangkan naga merupakan salah satu mahluk yang terdapat dalam 12 Shio. Naga Tiongkok adalah mahluk yang baik hati dan jinak, serta dianggap suci dan lambang kesuburan.
Rumah Kebaya
Rumah adat betawi juga terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dipengaruhi oleh etnis tionghoa. Pengaruh tionghoa dapat dilihat pada arsitektur bagian depan rumah Betawi yang diberi hiasan pembatas berupa langkan (lan-kan).
Di dinding, tergantung bel atau lonceng (lo-ceng). Penghuni rumah tidur di pangkeng (pang-keng) atau 'kamar tidur' atau Ta'pang (tah-pang) atau biasa disebut bale’ dipakai untuk rebah-rebahan sambil bersantai.
Untuk memasak di dapur ada langseng (lang-seng) 'dandang', anglo (hang-lou) atau 'perapian dengan arang'.
eja bisa dibersihkan dengan topo' (toh-pou) atau 'taplak meja', bisa juga pakai kemoceng (ke-mo cheng) untuk menghilangkan debunya.
Lantas, tesi (te-si) atau 'sendok teh' tentunya untuk menyendok. Untuk mengumpulkan sampah yang sudah disapu menggunakan pengki (pun-ki).
Kebaya Encim
Masyarakat Betawi memiliki salah satu pakaian tradisionalnya yang bernama kebaya encim. Encim berasal dari bahasa Hokkien, yang berarti 'Bibi'. Dahulu pakaian ini dipakai oleh perempuan-perempuan China, mereka pakai kebaya dan orang-orang selalu bilang “Oh, Kebaya yang dipakai si Encim”, lama-lama pakaian ini disebut kebaya encim.
Banyaknya unsur kebudayaan etnis Tionghoa pada budaya Betawi tak lepas dari hubungan erat masyarakat Betawi dan Tionghoa. Hingga ada pepatah yang mengatakan "Betawi ame Cine ubungannye kaye gigi ame bibir aje."
Referensi:
Kwa, David (2011). Pengaruh Budaya Tionghoa dalam Budaya Betawi. https://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/550-pengaruh-budaya-tionghoa-dalam-budaya-betawi
Muly, C. R. W (2017). Akulturasi Budaya Tionghoa dan Betawi dalam Orkes Gambang Kromong di Tangerang Jawa Barat. Repository Institusi Universitas Sumatera Utara.
Purbasari, Mita (2010). Indahnya Betawi. Jurnal Humaniora Vol. 1 No. 1
Tantria, Adeline & Kwartanti, Hannie (2017). Unsur-Unsur Budaya Tionghoa Yang Terkandung Dalam Upacara Perkawinan Adat Betawi Di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Jurnal Century Vol. 5 No. 2.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News