Pemakaman Belanda yang berada di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar sekarang dalam kondisi terbengkalai. Padahal pada masa lalu, pemakaman ini tergolong mewah karena jadi tempat peristirahatan terakhir untuk orang Eropa.
Dilihat dari akun TikTok @eltha.story, saat ini area pemakaman digunakan untuk sawah dan ditanami padi oleh masyarakat sekitar. Beberapa nisan-nisan uang terbuat dari batu marmer bertuliskan nama-nama jenazah banyak dicuri.
Karena itulah banyak makam yang kondisinya sudah tidak dikenali lagi oleh siapa nama yang dimakamkan disana. Hanya ada beberapa makam yang masih terlihat namanya.
Selain makam warga Belanda, ternyata ada beberapa makam warga penduduk sekitar disini. Karena itu, ada beberapa warga yang datang ke pemakaman tersebut.
Makam bersejarah
Beberapa nama yang masih terlihat jelas di pemakaman itu adalah Gerardus Antonius Winvelt yang lahir di Surabaya 3 Desember 1874 dan wafat di Blitar pada 4 Mei 1935. Tetapi tidak banyak diketahui sejarah dari sosok ini.
Selain makam para meneer dan noni Belanda, di sini juga ada makam terduga anggota PKI yang dibunuh secara kejam. Tak hanya itu, ada pula beberapa makam warga lokal Wlingi.
Mengutip TikTok @eltha.story, tidak diketahui pasti kapan pertama kali jenazah dikebumikan di kompleks makam tersebut. Namun kompleks pemakaman ini terlihat cukup luas.
Wilayah bersejarah
Dimuat dari Merdeka, setelah kekalahan dalam Perang Jawa (1825-1830) pengikut Pangeran Diponegoro melarikan diri ke arah barat atau timur. Hal ini dilakukan untuk mengelabui penjajah Belanda dengan menyamar jadi petani hingga pendakwah.
Pengikut setia dari Pangeran Diponegoro yang pergi ke arah timur adalah Ki Ageng Pandan Rowo dan Ki Tugusari. Keduanya sampai di sebelah timur Sungai Lekso Kabupaten Blitar yang dulunya masih berwujud hutan belantara.
Setelah mendapatkan izin Kanjeng Bupati Blitar, Ki Ageng Pandan Rowo dan Ki Tugusari membabat hutan. Mereka dibantu rakyat yang ingin ikut menempati apabila nanti menjadi ladang dan hunian.
Kebetulan di bagian utara hutan banyak tumbuh rumput Wlingen, sementara di bagian tenggara dan selatan banyak ditumbuhi pohon nangka. Atas dasar banyaknya rumput tersebut maka lahan yang baru dibuka itu diberi nama Desa Wlingi oleh Ki Ageng Pandan Rowo.
Mengutip laman resmi Pemkab Blitar, Ki Tugusari bersama warga membangun jalan, sawah/ladang, sungai dan parit. Sungai yang dibuat di bagian timur dikenal dengan Sungai Dawuhan.
Sedangkan bagian barat dinamai Sungai Lekso. Mayoritas warga di daerah tersebut berprofesi sebagai petani. Daerah itu kemudian diberi nama Wlingi Krida Martani.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News