kerajaan salakanagara begini kata arkeolog dan sejarawan - News | Good News From Indonesia 2025

Kerajaan Salakanagara, Begini Kata Arkeolog dan Sejarawan!

Kerajaan Salakanagara, Begini Kata Arkeolog dan Sejarawan!
images info

Kerajaan Salakanagara, Begini Kata Arkeolog dan Sejarawan!


Kerajaan Salakanagara oleh sebagian ahli sejarah kuno atau peminat sejarah kuno digadang-gadang sebagai kerajaan yang paling awal di Pulau Jawa jauh mendahului perkembangan Tarumanegara.

Namun, apakah benar demikian? Yuk, kita telusuri lebih lanjut!

Kerajaan Salakanagara Menurut Informasi yang Beredar

Mengutip selasar.com, Kerajaan Salakanagara telah eksis sejak abad ke-2 M. Angka tahun inienjadikan Kerajaan Salakanagara lebih awal dibandingkan dengan Kerajaan Kutai dan Kerajaan Tarumanegara.

Sejarah mengenai Kerajaan Salakanagara didasarkan pada paparan dalam sebuah kitab yang konon diselesaikan pada tahun 1599 Saka/1677 M di Cirebon. Kitab tersebut berjudul Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara 1.1 yang digubah oleh Pangeran Arya Carbon atau Pangeran Wangsakerta.

Pada abad tersebut, Cirebon menjadi pusat penulisan sejarah Nusantara. Dikabarkan banyak ahli sejarah yang datang ke Cirebon untuk berincang-bincang sebelum menyusun berbagai kitab sejarah.

Berdasarkan kitab ini, Kerajaan Salakanagara berawal dari seorang tokoh bernama Aki Tirem, yang memimpin sebuah pemukiman nelayan di pesisir barat Jawa, tepatnya di kawasan Teluk Lada, Pandeglang. Aki Tirem bukanlah penduduk asli. Nenek moyangnya berasal dari Sumatra dan Hujung Medini (Semenanjung Melayu), bahkan leluhurnya dari daratan Asia Tenggara.

Pantai Tanjung Lesung, Pandeglang | Source: Wikimedia Commons
info gambar

Pantai Tanjung Lesung, Pandeglang | Source: Wikimedia Commons


Pada suatu waktu, kampung yang dipimppin oleh Aki Tirem diserang oleh perompak. Saat itulah, rombongan ksatria pengembara dari India yang dipimpin oleh Dewawarman tiba di wilayah tersebut. Dewawarman dan pasukannya membantu penduduk setempat mengalahkan serta mengusir para perompak.

Sebagai bentuk penghargaan, Dewawarman dinikahkan dengan Pwahaci Larasati, putri Aki Tirem. Setelah Aki TIrem wafat, kepemimpinan di Kerajaan Salakanagara beralih pada Dewawarman. Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Salakanagara berperan penting dalam mengawasi jalur perdagangan di Selat Sunda.

baca juga

Kerajaan Salakanagara berkembang hingga awal abad ke-5 sebelum akhirnya digantikan oleh Kerajaan Tarumanegara.

baca juga

Kerajaan Salakanagara Menurut Sejarawan dan Arkeolog

Mengutip buku Kaladesa: Awal Sejarah Nusantara Edisi Revisi karya Agus Aris Munandar, dalam kajian sejarah kuno terdapat hierarki keabsahan data yang perlu diperhatikan. Urutan peringkatnya adalah sebagai berikut:

  1. Prasasti sezaman
  2. Tinggalan arkeologis
  3. Sumber karya sastra sezaman
  4. Berita asing sezaman
  5. Sumber karya sastra zaman kemudian
  6. Mitos dan legenda
  7. Kajian dan interpretasi para ahli

Berdasarkan hierarki tersebut, keberadaan Kerajaan Salakanagara dalam sejarah kuno Indonesia masih lemah jika dibandingkan dengan Kerajaan Tarumanegara yang memiliki tinggalan prasasti serta bukti arkeologis. Hal ini dikarenakan Kerajaan Salakanagara hanya didasarkan pada satu sumber satra, yaitu Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara 1.1 yang ditulis pada waktu yang jauh dari periode yang diklaim.

Kondisi Masyarakat Banten Pada Abad Ke-2 M Menurut Tinggalan Arkeologis

Di wilayah Banten Selatan, yang disebut sebagai kawasan Kerajaan Salakanagara, terdapat banyak peninggalan megalitik. Di Pandeglang, misalnya, ditemukan Situs Batu Goong, SItus Megalitik Citaman, Situs Megalitik Cihunjuran, Situs Batu Ranjang, serta SItus Batu Bergores Cidares. Sementara itu, di Lebak terdapat beberapa situs punden berundak, seperti Situs Lebak Sibedug dan Situs Lebak Kosala.

Situs Lebak Sibedug | Source: Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten, 2020
info gambar

Situs Lebak Sibedug | Source: Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten, 2020


Banyaknya tradisi megalitik di Banten Selatan menunjukkan bahwa pada abad ke-2 M, pemujaan terhadap arwah nenek moyang masih marak dilakukan di daerah ini. Hal ini sejalan dengan catatan Fa-Hsien, seorang biksu Buddha dari Tiongkok yang mengunjungi Jawa bagian barat pada tahun 414 M. Dalam catatannya, ia menyebutkan bahwa di wilayah tersebut masih banyak penduduk yang menyembah berhala.

Jadi, apakah Kerajaan Salakanagara benar-benar ada atau sekedar legenda? Hingga kini, para arkeolog masih meragukan keberadaannya karena tidak adanya bukti prasasti atau arkeologis yang mendukung. 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

ID
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.