Trend #Kaburajadulu menjadi fenomena yang ramai dibicarakan oleh nitizen Indonesia selama sebulan terakhir. Fenomena ini merupakan kritikan anak-anak muda Indonesia kepada kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Anak-anak muda Indonesia ini memilih untuk pindah ke luar negeri. Hal ini karena melihat kesempatan yang lebih baik di negeri orang.
Keputusan ini ditambah dengan susahnya lapangan pekerjaan di dalam negeri. Sekaligus kebijakan pemerintah yang dianggap tidak mendukung perkembangan anak-anak muda di Indonesia.
Muncul pro dan kontra setelah munculnya tagar #Kaburajadulu. Pihak yang pro menganggap ini merupakan hak setiap warga negara, sedangkan yang kontra menyebut tindakan itu kurang nasionalis.
Sementara itu dalam sejarahnya banyak tokoh-tokoh atau pahlawan nasional yang memilih #Kaburajadulu ke luar negeri ketika zaman kolonial. Hal ini dilakukan dalam rangka menempuh pendidikan, kabur dari pengejaran pihak kolonial, hingga bekerja, siapa saja tokoh itu:
- Raden Mas Panji Sosro Kartono
Raden Mas Panji Sosrokartono atau lebih dikenal dengan nama Panji Sosrokartono adalah kakak dari RA Kartini. Dirinya dijuluki sebagai Si Jenius dari Timur, karena memiliki banyak bakat dan prestasi gemilang.
Pria yang lahir pada tanggal 10 April 1877 ini merantau ke Belanda usai lulus dari HBS di Semarang. Pada awalnya, dirinya kuliah di di Sekolah Teknik Tinggi Leiden., tetapi dia sadar bahwa itu bukan panggilan hidupnya.
Dirinya lalu ganti haluan dengan mengambil Jurusan Bahasa dan Kesusasteraaan Timur. Dia lalu dikenal sebagai poliglot pertama Indonesia, karena bisa menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah Nusantara.
Panji juga bekerja sebagai wartawan perang di The New York Herald Tribune. Hal ini membuatnya harus pergi ke banyak tempat (kebetulan waktu ia memulai karir, Perang Dunia I lagi seru-serunya).
Supaya bisa leluasa bergerak, ia bahkan dikasih gelar mayor sama Panglima Perang AS. Tercatat ia pernah “berkeliaran” di Prancis, Spanyol, Austria, dan tentu saja Belanda.
Di akhir masa hidupnya Ia lebih banyak bekerja di jaur pendidikan dan kesehatan di rumah kontrakannya di Bandung, termasuk memberikan semangat pada Bung Karno dan kawan-kawan di masa perjuangan.
2. Tan Malaka
Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka atau Tan Malaka lahir pada 2 Juni 1897 di Desa Nagari Pandam Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Tan Malaka adalah tokoh yang paling banyak berkiprah di luar negeri.
Tan Malaka melanjutkan pendidikan ke Belanda di Rijkskweekschool di Haarlem setelah lulus dari Inlandsche Kweekschool voor Onderwijzers atau sekolah guru di Bukittinggi. Di luar negeri, Tan Malaka mendapatkan pandangan mengenai dunia luar dan mengalami perubahan drastis dalam pola pikirnya.
Lulus sekolah guru di Belanda, ia pulang ke Tanah Air. Tan Malaka sempat menjadi guru di perkebunan teh di Deli, Sumatera Utara, sebelum akhirnya pergi ke Pulau Jawa.
Tahun 1922 ia dibuang ke Belanda. Sejak itu perjalanannya makin jauh: ke Jerman, Uni Soviet, Filipina, Singapura, Thailand, Tiongkok, Hong Kong, Burma, dan Malaysia.
3. Semaun
Semaun adalah salah satu pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI), yang juga menjadi Ketua Umum PKI pertama. Dirinya juga pernah aktif dalam pergerakan nasional melalui organisasi Sarekat Islam (SI).
Setelah kegagalan pemberontakan PKI di Jawa dan Sumatera Barat pada 1920-an, pria kelahiran 1899 ini hidup di Rusia. Selama tinggal di Moskow, Semaun menjadi penerjemah dan pengajar Bahasa Indonesia di Akademi Diplomatik Kementerian Luar Negeri dan Institut Ketimuran Moskow.
Selain bekerja di institusi pemerintahan, pria asal Jombang ini juga pernah menjadi penyiar radio di Rusia pada akhir 1940-an (Metanasi, 2017). Dia juga menikah dengan perempuan Rusia dan mendapat dua orang anak bernama Rono Semaun dan Mischka.
Semaun kembali ke Indonesia pada 1957 atas bantuan dari Presiden Soekarno. Namun, Semaun tidak pernah beraktivitas secara politik dan berhubungan dengan PKI pasca kemerdekaan karena dianggapnya sudah berubah.
Semaun menjalani hidup sebagai seorang dosen di Universitas Padjajaran Bandung. Semaun menjadi pengajar mata kuliah ekonomi pada kampus tersebut hingga akhir hayatnya pada 1957.
4. Haji Agus Salim
Agus Salim lahir dengan nama Masjhoedoelhaq yang mempunyai arti berarti pembela kebenaran. Seperti namanya, Agus Salim adalah pejuang kemerdekaan yang begitu dihormati oleh masyarakat.
Bukan saja karena keberaniannya, Agus Salim dikenal menguasai 4 bahasa asing yaitu bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, lalu 2 bahasa asing di Timur Tengah yaitu bahasa Arab dan Turki serta bahasa Jepang.
Pria kelahiran 8 Oktober 1884 ini sebenarnya gagal menjadi dokter karena beasiswanya ditolak oleh pihak kolonial. Tetapi karena itu, dirinya bisa merantau ke Jeddah dan bekerja di Konsulat Belanda di sana.
Karena pengalaman-pengalaman di Jeddah lah yang akhirnya 'memaksa' Agus Salim jadi diplomat ulung (ia bahkan pernah jadi Menteri Luar Negeri). Perjalanan-perjalanan diplomatik membawa Agus Salim ke banyak negara, antara lain India, Mesir, Amerika Serikat, dan Inggris.
5. Iwa Koesoemasoemantri
Iwa Koesoemasoemantri adalah satu tokoh Pahlawan Nasional sekaligus politisi di Indonesia. Dirinya pernah menjabat sebagai Menteri Sosial Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno (19 Agustus sampai 14 November 1945).
Pria kelahiran Ciamis ini menamatkan sekolah khusus bumiputera di tempat kelahirannya, kemudian melanjutkan pendidikan ke Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan Opleidingsschool voor Inlandsche Ambtenaren (Osvia) di Bandung.
Selesai kuliah hukum di Jakarta tahun 1921, dirinya memilih pergi ke Belanda dan kuliah di Universitas Leiden. Setelah itu ia sempat kuliah satu setengah tahun di Moskow, Uni Soviet.
Pulang ke Tanah Air tahun 1927, Iwa Koesoemasoemantri terlibat aktif dalam gerakan pro-kemerdekaan. Tahun 1930 ia dibuang ke Banda Naira dan menghabiskan waktu selama sepuluh tahun di sana.
6. Sam Ratulangi
Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau lebih dikenal dengan nama Sam Ratulangi adalah seorang politikus dan juga jurnalis. Pria asal Sulawesi Utara ini termasuk anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang menghasilkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Pria kelahiran 5 November 1890 ini pergi ke Belanda untuk kuliah di University of Amsterdam. Dirinya lanjut kuliah master di sana. Selepas S2 ia meneruskan S3 mencari gelar doktor di Universitas Zurich, Swiss.
Kembali ke Indonesia, Sam Ratulangi sempat jadi guru sains di sekolah menengah. Ia juga pernah tinggal di Bandung dan membuat perusahaan asuransi. Tahun 1946 waktu Sam Ratulangi jadi Gubernur Sulawesi ia dibuang oleh pemerintah kolonial ke Serui, Pulau Yapen, Papua.
7. Mohammad Hatta
Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat dengan nama Mohammad Athar. Hatta memutuskan melanjutkan ke Sekolah Dagang Prins Hendrik School (PHS) di Batavia pada 1919.
Dari sana, Hatta berlayar ke Rotterdam dan kuliah di Nederlandsche Handels-Hogeschool (Sekarang Erasmus University Rotterdam). Selain belajar, di Negeri Belanda Hatta juga aktif di Perhimpoenan Indonesia.
Selama di Eropa, dia pernah ke Brussels, Belgia, untuk ikut pertemuan Liga Anti Imperialisme (sempat ketemu Sri Pandit Jawaharlal Nehru juga) dan ke Swiss untuk menghadiri pertemuan Liga Perempuan Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan.
Di Indonesia, Hatta semakin aktif dalam pergerakan. Khawatir aktivitas Hatta bakal membahayakan kepentingan pemerintah kolonial, ia pun diasingkan ke berbagai pelosok, seperti Boven Digoel di Papua dan Banda Naira di Maluku.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News