launching dan diskusi bedah buku ayah adalah ibu ibu adalah ayah - News | Good News From Indonesia 2025

Launching dan Diskusi Bedah Buku “Ayah adalah Ibu, Ibu adalah Ayah”

Launching dan Diskusi Bedah Buku “Ayah adalah Ibu, Ibu adalah Ayah”
images info

Launching dan Diskusi Bedah Buku “Ayah adalah Ibu, Ibu adalah Ayah”


Pada hari Kamis, 24 April 2025, GNFI mengadakan kegiatan “Diskusi Buku Ayah adalah Ibu, Ibu adalah Ayah” bersama dengan dua pembicara, yaitu: Anang YB sebagai penulis dan kontributor puisi dan Christiyani Kabul sebagai penulis dan kontributor artikel.

Diskusi ini dilaksanakan pada pukul 14.00 – 16.00 WIB di Binus International JWC University, Senayan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia.

baca juga

Kegiatan ini juga dihadiri oleh berbagai macam latar belakang profesi mulai dari mahasiswa Binus International University, Komunitas Tanpa Gadget, Komunitas Kawan GNFI, Komunitas Para Pekerja, dan Putera Puteri Pendidikan DKI Jakarta. Peserta yang hadir mencapai lebih dari 80 peserta.

Kang Maman sangat bersyukur karena hal tersebut membawa kabar baik bagi Indonesia bahwa minat budaya literasi mengalami peningkatan saat ini.

Adapun kegiatannya, selain bedah buku secara keseluruhan, juga diharapkan meningkatkan budaya literasi bagi generasi milenial dan gen Z serta menekan kecanduan main gadget. Diskusi ini dibuka oleh Kang Maman selaku penulis sekaligus advisor GNFI.

Sesi awal dibuka dengan penyerahan penghargaan buku kepada kontributor yang lulus kurasi. Kemudian, dilanjutkan sesi materi dengan kedua pembicara.

Anang YB mengatakan, “Antologi sebenarnya kontributor, bukan penulis asli buku. Oleh sebab itu, lebih baiknya jangan ikut antologi lebih dari 10 kali karena kalau antologi bisa saja ada yang bagus dan ada yang buruk kualitas esensi tulisannya. Sedangkan, jika kita menulis buku sendiri, itu lebih terlihat kualitas tulisannya karena hanya diseleksi satu penulis saja.”

Beliau dalam forum juga menyatakan kekhawatirannya selama 2 tahun terakhir ini. Sebab, banyak anak-anak kecanduan berita buruk di social media, misalnya terbawa arus film mengandung konten umur 18+. Ini bisa berpengaruh pada perilaku anak-anak khususnya tata krama dan minat budaya literasi.

Beliau menambahkan, “Oleh karena itu, saya berusaha dan membuat lebih dari 100 buku agar generasi milenial dan gen Z tertarik dengan budaya literasi dan mengurangi kecanduan gadget.”

Kang Maman memberikan informasi berdasarkan pengamatan dan analisisnya, “Banyak dunia internasional menganggap bahwa Indonesia masih minim budaya literasi dan lebih jago upload konten yang tidak bermutu di media sosial sehingga kami dari GNFI melakukan edukasi baik ke masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional mengenai sisi terang budaya di Indonesia secara gencar di media sosial misalnya pelestarian batik di Sumedang dan budaya literasi dari kayu.”

Di sesi ini, Anang YB meminta salah satu peserta yang lulus kurasi buku tersebut untuk menjelaskan alasan ikut sebagai kontributor buku dengan judul “Ayah adalah Ibu, Ibu adalah Ayah”.

Seorang kontributor dari Karanganyar yang lulus kurasi puisi mengatakan, “Alasan saya menulis buku dengan judul “Rumput Putih” karena suka menulis puisi berdasarkan pengalaman pribadi keluhan waktu kecil dulu suka main boneka dan ketika dipinjam oleh ibu saya, saya marah.”

Adapun Akasha, penulis lainnya menambahkan, “Saya menulis quote berdasarkan pengalaman pribadi yaitu diterima S2 jurusan psikologi.”

Praja, anak SMA dari Kota Bogor yang menulis puisi dalam buku “Ayah adalah Ibu, Ibu adalah Ayah” menuturkan , “Alasan saya mengikuti seleksi puisi karena peran ibu dan ayah sangat penting sepanjang zaman. Saya juga menulis puisi ini karena terinspirasi dari legenda Malin Kundang dengan pendekatan rekonstruksi perkembangan zaman yaitu bagaimana seorang anak harus menuruti nasihat orang tua agar kehidupan di masa depan lebih baik.”

Berdasarkan beberapa peserta yang lulus menulis buku dengan judul “Ayah adalah Ibu, Ibu adalah Ayah”, maka sebagian peserta yang diminta menjawab alasan menulis buku tersebut adalah berdasarkan pengalaman pribadi yang telah dialami.

Selanjutnya, terdapat sesi tanya jawab antara peserta dan pembicara secara langsung.

Khamza, salah satu hadirin di tempat, mengajukan sebuah pertanyaan, “Dalam budaya Asia, anak tidak diberi ruang untuk mengkritik orang tua, apakah buku ini menjadi pemacu untuk membuka percakapan dengan orang tua yang saat ini masih dianggap tabu?”

Pertanyaan diamini oleh Christiyani Kabul. Menurutnya, buku ini lebih mengarah pada rasa terima kasih kepada orang tua dan menjadi pemacu bagi orang tua agar memperhatikan karakter dan minat anak-anak sesuai kondisi zaman.

Baca juga: Membaca untuk Semua, Literasi Sepanjang Usia di Era Digital

Sesi penutup disampaikan oleh Anang YB yang mana berpesan untuk penulis pemula, hal yang harus diperhatikan paling penting banyak membaca karena tanpa membaca, tidak bisa menulis; kedua, tentukan deadline agar tidak bermalas-malasan; dan ketiga, buat outline agar ada bayangannya. Acara ini ditutup dengan sesi dokumentasi foto bersama.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AG
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.