Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengambil langkah besar dalam memperkuat fondasi sistem keuangan nasional.
Dua inovasi penting, Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), diperkenalkan bukan sekadar untuk efisiensi transaksi digital, tetapi juga sebagai strategi menuju kedaulatan ekonomi.
Dari “Izin ke Amerika” ke Sistem Pembayaran Mandiri
Sebelum adanya GPN (diluncurkan Desember 2017) dan QRIS (April 2019), sistem pembayaran di Indonesia sangat bergantung pada jaringan internasional seperti Visa dan Mastercard.
Bahkan untuk berbelanja di toko sebelah pun, transaksi menggunakan kartu debit asing berarti mengalirkan data dan biaya ke luar negeri.
“Visa dan Mastercard memotong sekitar 1 persen dari setiap transaksi. Dalam skala nasional, potensi kerugian negara mencapai miliaran dolar AS per tahun. Yang lebih mengkhawatirkan: mereka juga menguasai data konsumen Indonesia,” ungkap Iwan Nurdin, pengamat ekonomi politik, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis.
GPN dan QRIS: Menyatukan dan Menyederhanakan
Peluncuran GPN menyatukan sistem antarbank domestik, membuat kartu debit lokal dapat digunakan lintas jaringan dalam negeri tanpa campur tangan asing.
Sementara QRIS menyederhanakan pembayaran digital dengan satu QR Code yang dapat digunakan oleh berbagai platform, mulai dari OVO, GoPay, DANA, ShopeePay, hingga LinkAja.
“QRIS bukan cuma efisien, tapi juga murah (nyaris tanpa biaya untuk UMKM), mudah digunakan, dan sangat relevan dengan gaya hidup digital,” ujar Iwan. Apalagi sejak pandemi COVID-19, tren pembayaran nontunai melonjak drastis karena alasan higienitas.
Pionir Konektivitas Pembayaran ASEAN
Tak hanya berlaku domestik, QRIS kini menjadi ujung tombak integrasi pembayaran digital antarnegara ASEAN.
Turis Thailand bisa membayar di Indonesia dengan dompet digital lokal mereka, dan sebaliknya, WNI bisa ngopi di Singapura atau Malaysia dengan QRIS.
Konsep ini dikenal sebagai ASEAN Pay, yakni upaya regional untuk menciptakan sistem pembayaran yang bebas dari dominasi jaringan asing.
Selain Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina juga sedang membangun infrastruktur serupa.
Melawan Dominasi Visa dan Mastercard
Negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, dan Brasil kini sama-sama membangun sistem finansial mandiri agar tidak terlalu bergantung pada infrastruktur global yang dikendalikan oleh korporasi besar.
“Dengan hadirnya sistem domestik seperti GPN dan QRIS, dominasi Visa dan Mastercard mulai terkikis,” jelas Iwan.
Bahkan, platform teknologi raksasa seperti Google Pay, Apple Pay, Amazon Pay, hingga PayPal mulai merasa terancam. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya potensi sistem pembayaran domestik dalam menggeser dominasi asing.
Berbeda dengan sistem global yang cenderung kompetitif, QRIS justru menyatukan pemain-pemain lokal. UMKM dapat masuk ke ekosistem digital dengan biaya rendah dan akses yang luas.
“Biaya transaksi turun, akses meningkat, dan yang terpenting: data tetap di tangan sendiri,” tutup Iwan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News