pertentangan id ego dan superego tokoh tono dalam novel belenggu karya armijn pane - News | Good News From Indonesia 2025

Pertentangan Id, Ego, dan Superego Tokoh Tono dalam Novel Belenggu Karya Armijn Pane

Pertentangan Id, Ego, dan Superego Tokoh Tono dalam Novel Belenggu Karya Armijn Pane
images info

Pertentangan Id, Ego, dan Superego Tokoh Tono dalam Novel Belenggu Karya Armijn Pane


NovelBelenggu yang ditulis oleh Armijn Pane dan terbit pada tahun 1938 adalah salah satu karya sastra yang penting dalam sejarah sastra Indonesia modern. Novel ini dikenal karena temanya yang berani, cerita di dalamnya menggambarkan pergolakan batin tokoh utamanya, yaitu Tono.

Tono digambarkan sebagai seorang pria yang terjebak dalam konflik antara perasaan, pikiran, dan nilai-nilai moral. Untuk memahami konflik dalam diri Tono, kita bisa menggunakan teori psikoanalisis dari Sigmund Freud.

Menurut Freud, kepribadian manusia terdiri dari tiga bagian: id (yang mewakili keinginan dan nafsu), ego (yang berusaha berpikir logis dan realistis), dan superego (yang mencerminkan suara hati dan aturan moral).

Dalam cerita Belenggu, konflik batin Tono muncul karena ia terus-menerus ditarik oleh keinginan pribadinya, tetapi di sisi lain ia juga merasa terikat oleh aturan masyarakat dan rasa tanggung jawab.

Ketegangan antara ketiga unsur dalam dirinya ini membuat hidup Tono terasa penuh tekanan dan kebimbangan, yang menjadi inti dari kisah dalam novel ini.

Id: Dorongan Tak Terkontrol dalam Diri Tono

Id adalah bagian dari kepribadian yang paling dasar dan berkaitan dengan keinginan serta dorongan yang muncul secara tidak sadar. Id biasanya mendorong seseorang untuk segera memenuhi kebutuhan dan keinginan tanpa mempertimbangkan akibatnya.

Dalam novelBelenggu, dorongan id ini terlihat jelas dalam diri Tono saat ia menjalin hubungan dengan Ruhayah, wanita simpanannya. Ketertarikan Tono terhadap Yah bukan hanya karena perasaan, tetapi juga karena kebutuhan fisik dan kedekatan yang tidak ia temukan dalam rumah tangganya bersama Tini.

"Dan Tono tetap menatap Ruhayah, matanya mengandung permintaan. Tubuhnya seperti digerakkan oleh sesuatu yang bukan kehendaknya sendiri..." (Belenggu:1940)

Dari kutipan tersebut, terlihat bahwa Tono seperti kehilangan kendali atas dirinya. Ia bertindak secara spontan dan impulsif, seolah-olah dikendalikan oleh hasrat yang datang begitu saja. Tindakan ini menunjukkan bahwa Tono sedang dipengaruhi oleh dorongan id dalam dirinya, yang menuntut kepuasan segera tanpa memperhitungkan norma atau konsekuensi.

Keinginan untuk dekat dengan Yah lebih banyak dikendalikan oleh naluri dan kebutuhan batin yang tak bisa ditahan, bukan oleh pertimbangan akal sehat.

Ego: Tono sebagai Mediator Realitas

Ego menjaga keseimbangan antara keinginan identitas dan kebutuhan dunia nyata. Meskipun ia hidup dalam dua dunia yaitu, rumah tangga formal dengan Tini dan hubungan emosional dan seksual dengan Yah, Tono berusaha keras mempertahankan reputasinya sebagai seorang dokter yang berpendidikan dan bermoral.

"Ia merasa berdosa, tetapi ia tidak dapat meninggalkan Yah. Ia tahu yang dilakukannya salah, tetapi hatinya selalu mencarinya." (Belenggu:1940)

Di sinilah ego bekerja, menimbang realitas dan konsekuensinya. Namun, kegagalan ego dalam mengatasi tekanan dari id dan superego justru membuat Tono terjebak dalam konflik berkepanjangan.

Superego: Bayang-Bayang Moral dan Sosial

Superego adalah bagian dari kepribadian yang menunjukkan prinsip-prinsip moral dan ideal yang ditanamkan dalam budaya dan masyarakat. Tini, istrinya yang konservatif dan religius, adalah representasi Superego Tono.

Tini tetap menjadi simbol norma sosial dan religius yang membelenggu Tono meskipun kehidupan rumah tangga mereka tidak harmonis secara emosional maupun seksual.

"Aku tak boleh melukai Tini. Ia perempuan baik-baik. Tapi kenapa aku merasa terpenjara?" (Belenggu:1940)

Pernyataan ini menunjukkan pertentangan yang kuat antara dua sisi kepribadian Tono. Tono merasa bersalah karena hubungannya dengan Yah dianggap tidak sesuai dengan standar sebagai suami dan anggota masyarakat. Itu adalah superego, bagian dari dirinya yang memegang nilai-nilai moral dan persyaratan sosial.

Sebaliknya, hasrat dan kebutuhan emosional Tono mendorongnya untuk terus mendekati Yah melalui id. Namun, egonya, yang seharusnya berfungsi sebagai penengah, tidak dapat mengendalikan dan menyeimbangkan kedua dorongan tersebut.

Ego Tono tidak cukup untuk membuat keputusan tegas. Akibatnya, Tono terus merasa bingung dan tertekan, dan dia terjebak dalam dilema pribadi yang tidak selesai.

Dalam novel Belenggu, konflik batin Tono sangat berkaitan dengan struktur kepribadian menurut Freud. Id mendorongnya untuk menikmati bersama Yah, superego menahannya dengan tuntutan moral melalui gambar Tini, dan ego berada di antara keduanya, gagal menyatukan keinginan dan kenyataan.

Konflik inilah yang menjadi dasar dari "belenggu" yang dialami Tono, yang merupakan simbol psikis dari ketidakseimbangan dalam struktur kepribadiannya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IN
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.