Musim hujan seringkali membawa ancaman bencana, terutama di wilayah perbukitan yang rawan longsor. Hal inilah yang menjadi perhatian utama bagi warga RW 06 Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung.
Sebagai bagian dari program Desa Tangguh Bencana (DESTANA), mahasiswa KKN GIAT 12 Universitas Negeri Semarang (UNNES) bersama BPBD Kabupaten Temanggung menggelar kegiatan Simulasi Bencana pada Kamis (21/8).
Acara yang berlangsung di Balai Dusun RW 06 ini diikuti oleh 21 peserta yang terdiri dari warga setempat, perangkat desa, serta relawan yang telah terbentuk sebelumnya. Simulasi dimulai pukul 15.00 WIB hingga 17.30 WIB dengan penuh antusiasme dari masyarakat.
Meski sederhana, kegiatan ini memiliki arti penting karena RW 06 dikenal sebagai wilayah dengan riwayat bencana longsor.
Belajar Tanggap Bencana Longsor
Dalam sesi simulasi, BPBD bertindak sebagai pembicara utama dan pemandu jalannya kegiatan. Peserta diperkenalkan pada prosedur evakuasi bencana tanah longsor, termasuk langkah-langkah pertolongan pertama bagi korban.
Tak hanya teori, warga juga langsung mempraktikkan cara menggunakan alat sederhana seperti kentongan sebagai tanda peringatan dini.
Simulasi ini dirancang sesederhana mungkin agar bisa dipraktikkan langsung oleh warga jika sewaktu-waktu bencana terjadi.
Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui jalur evakuasi, cara menolong korban, hingga langkah dasar untuk menjaga keselamatan bersama.
Desa Pertama di Kabupaten Temanggung
Hal menarik dari kegiatan ini adalah pengakuan dari pihak BPBD bahwa Desa Kedu, khususnya kelompok KKN GIAT 12 UNNES, menjadi yang pertama menyelenggarakan simulasi bencana di Kabupaten Temanggung tahun ini.
Fakta tersebut semakin menegaskan semangat warga Desa Kedu dalam mewujudkan desa yang lebih tangguh dan siap menghadapi risiko bencana.
“Dari sekian kelompok KKN GIAT 12, Desa Kedu menjadi yang pertama mengadakan kegiatan simulasi bencana di Kabupaten Temanggung,” ungkap perwakilan BPBD dalam penyuluhan.
Kolaborasi untuk Kesiapsiagaan
Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang pembelajaran teknis, tetapi juga bentuk nyata kolaborasi antar elemen masyarakat. Mahasiswa KKN bertindak sebagai penggerak kegiatan, perangkat desa mendukung penyelenggaraan, warga RW 06 berpartisipasi aktif, dan BPBD memberikan materi serta arahan.
Sinergi tersebut menjadi wujud nyata semangat gotong royong yang menjadi kekuatan utama masyarakat pedesaan.
Selain itu, simulasi juga sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama poin 11 tentang Sustainable Cities and Communities.
Melalui edukasi kebencanaan, masyarakat tidak hanya dilatih untuk merespons bencana, tetapi juga diajak membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya kesiapan menghadapi risiko alam.
Harapan ke Depan
Dari diselenggarakannya program, warga RW 06 Desa Kedu kini memiliki pengalaman langsung menghadapi situasi darurat. Diharapkan dapat meminimalisir kepanikan saat bencana sungguhan terjadi dan mempercepat proses evakuasi.
Program DESTANA di Desa Kedu menjadi langkah awal untuk menciptakan desa yang tangguh terhadap bencana, sekaligus memberi inspirasi bagi desa-desa lain di Temanggung untuk melakukan hal serupa.
“Harapannya, kegiatan seperti ini bisa terus berlanjut dan diperluas ke dusun lain. Warga harus semakin siap, karena bencana bisa datang kapan saja,” ujar salah seorang perangkat desa.
Kegiatan ini membuktikan bahwa dengan kolaborasi, edukasi, dan semangat kebersamaan, desa bisa menjadi lebih kuat dalam menghadapi tantangan bencana.
RW 06 Desa Kedu kini bukan hanya dikenal sebagai daerah rawan longsor, tetapi juga sebagai contoh desa yang berkomitmen membangun budaya tangguh bencana.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News