Pada Sabtu, 30 Agustus 2025, kesempatan emas untuk mengenal lebih dekat dunia decoupage hadir bagi 30 perempuan peserta pelatihan. Sejak pukul 09.00 pagi, ruangan Gedung Baitul Afiyat di Parung, Bogor dipenuhi wajah-wajah penuh semangat.
Ada yang datang dengan rasa penasaran, ada pula yang sudah menanti-nanti kesempatan untuk belajar. Mereka disambut hangat oleh mentor utama, Amy Rachmatunnisa, serta dua orang asisten yang turut mendampingi dan membantu proses belajar.
Tuntutan Produktivitas Perempuan
Di zaman ini, perempuan dituntut untuk bisa adaptif, kreatif, dan produktif. Banyak yang harus mengatur keseimbangan antara rumah tangga, pekerjaan, dan kebutuhan pribadi.
Namun di balik kesibukan itu, ada peluang besar yang bisa digali melalui keterampilan sederhana, pengisi waktu luang sekaligus bisa berkembang menjadi sumber penghasilan.
Salah satunya adalah decoupage. Mungkin istilah ini masih terdengar asing bagi sebagian orang, tapi seni ini sudah lama digemari. Kata decoupage sendiri berasal dari bahasa Prancis, découper, yang berarti menggunting.
Sesuai namanya, teknik ini mengandalkan kreativitas dalam memotong kertas bermotif, lalu menempelkannya pada permukaan benda berhana kayu, kaca, logam, hingga kain atau anyaman.
Menggunakan kertas tipis bermotif, benda-benda tadi tampilannya berubah drastis. Sedikit sentuhan lem dan finishing, hasilnya bisa terlihat bak lukisan tangan yang mahal.
Inilah yang membuat decoupage menarik. Ia tidak menuntut bakat seni yang luar biasa. Cukup dengan ketekunan, imajinasi, dan kesabaran, siapa pun bisa menghasilkan karya yang cantik.
Lebih dari itu, benda-benda hasil decoupage memiliki nilai ekonomi. Bayangkan sebuah toples polos yang tadinya tidak berharga, setelah diberi sentuhan decoupage bisa dijual sebagai wadah hias yang lebih bernilai.
Nampan kayu sederhana juga bisa berubah menjadi hadiah eksklusif. Potensi inilah yang menjadikan decoupage menjadi peluang usaha yang kreatif.
Praktik Decoupage
Pelatihan dimulai dengan penjelasan dasar. Amy dengan sabar menjelaskan asal-usul decoupage, bahan yang digunakan, serta tips agar hasil lebih rapi dan tahan lama.
Sesekali beliau menyelipkan contoh karya yang membuat peserta terkagum-kagum. Setelah itu, tibalah saat yang paling ditunggu yaitu praktik langsung.
Tangan-tangan peserta segera bergerak. Ada yang serius menggunting motif bunga dari kertas motif, ada yang menempelkan pola pada permukaan kayu, tas anyaman atau kipas, ada pula yang sibuk mengoleskan lem dengan hati-hati.
“Aduh, kesabaran saya habis buat potong motif baru,” celetuk salah satu peserta ketika fasilitator meminta untuk menambah hiasan di beberapa bagian. Meskipun tampak mudah, decoupage memang membutuhkan ketelatenan.
Waktu 2,5 jam berlalu tanpa terasa. Karya demi karya mulai tampak. Satu meja dipenuhi nampan kayu berhiaskan motif bunga, meja lain menampilkan nampan kayu yang kini berwajah baru, sementara beberapa peserta memamerkan kotak penyimpanan dengan pola unik.
“Bagus banget tas saya.” Rasa bangga pada hasil karya terpancar dari wajah peserta.
Produk-produk itu memang tampak begitu menarik hingga bisa dibayangkan dapat dijual di toko kerajinan atau dipasarkan secara daring. Artinya, kegiatan ini tidak hanya melatih keterampilan tangan, tetapi juga membuka mata peserta akan potensi besar di baliknya. Senyum puas tampak di wajah mereka, seakan menemukan ide baru yang bisa diterapkan di rumah.
Di sinilah esensi pelatihan ini. Selain mengisi waktu dengan aktivitas kreatif, decoupage juga menghadirkan harapan baru. Pelatihan ini adalah jembatan antara hobi dan produktivitas. Dengan modal kecil, perempuan bisa memanfaatkan keterampilan ini untuk menambah penghasilan, mendukung keluarga, sekaligus menumbuhkan rasa percaya diri.
Di balik terselenggaranya kegiatan yang penuh manfaat ini, ada peran Divisi Sanat Wadatskari Pengurus Pusat Lajnah Imaillah Indonesia (SWD PPLI) sebagai penyelenggara. Melalui pelatihan decoupage, mereka tidak hanya memberikan pelatihan teknis, tetapi juga membuka ruang pemberdayaan yang nyata.
Dengan menghadirkan fasilitator berpengalaman dan suasana belajar yang hangat, SWD PPLI membuktikan komitmennya dalam mendukung perempuan agar lebih kreatif, produktif, dan mandiri.
Menjelang akhir pelatihan, hasil karya peserta dipajang bersama. Ruangan yang semula penuh alat dan potongan kertas kini berubah menjadi mini-galeri penuh warna. Setiap produk memancarkan cerita tentang kesabaran dan juga kreativitas.
Hari itu, para peserta pulang dengan lebih dari sekadar karya seni. Mereka membawa pengalaman, keterampilan baru, dan semangat untuk mencoba hal-hal berbeda. Dari potongan kertas sederhana, mereka belajar bahwa nilai bisa diciptakan, dan dari keterampilan kecil, peluang besar bisa lahir.
Pelatihan decoupage bersama SWD PPLI membuktikan bahwa perempuan juga mampu dan layak mendapatkan ruang untuk berkarya dan berdaya. Karena pada akhirnya, pemberdayaan perempuan adalah tentang upaya membangun keyakinan bahwa mereka bisa bangkit dan produktif, dimulai dari tangan sendiri.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News