Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki keberagaman budaya dan etnis. Salah satu suku yang menarik karena keunikannya adalah suku Baduy yang mendiami wilayah Pedalaman Baduy, Kabupaten Lebak, Banten.
Kehidupan suku Baduy sangat berbeda dengan suku lain yang mendiami wilayah di luar Pedalaman Baduy. Kehidupan yang menyatu dengan alam dan menolak segala bentuk modernisasi, menarik perhatian banyak orang untuk mengunjungi Pedalaman Baduy.
Salah satunya adalah Hira Qur'ani Al Khansa atau biasa dipanggil Hiraru. Perempuan berusia 17 tahun ini bersedia berbagi cerita tentang pengalamannya dua tahun yang lalu ketika melakukan perjalanan ke Pedalaman Baduy bersama 12 teman dan 3 gurunya dari Sekolah Alam Al-Hakim, Lembang.
Perjalanan menuju Terminal Ciboleger
Di kala semua orang sedang terjerat dalam mimpi indahnya, pagi-pagi sekali Hiraru mempersiapkan barang bawaannya agar tak sampai tertinggal. Ketika langit mulai pagi pada pukul 05.00 WIB setelah berpamitan dengan orang tua, berangkatlah Hiraru bersama rombongan dari Lembang menuju Terminal Ciboleger.
Selama perjalanan, Hiraru bersama teman-teman bernyanyi ria. 5 jam berlalu, Hiraru sampai di Terminal Ciboleger pukul 12.00 WIB.
Di terminal itulah, mereka melihat keadaan lingkungan dan masyarakat yang berbanding terbalik dengan lingkungan dan masyarakat di tempat tinggal mereka.
Jika tempat tinggal mereka adalah lingkungan kota dan masyarakat modern, maka di terminal ini lingkungan desa dengan masyarakat yang jauh dari arus modernisasi.
"Kita sampai di Ciboleger di Terminal Baduy yang tempatnya ya ampun panas banget! Jujur panasnya minta ampun!" ungkapnya dalam komunikasi WhatsApp.
Setiba di Terminal Ciboleger, mereka melaksanakan shalat dhuhur dan briefing tim di basecamp sebelum mulai perjalanan.
Perjalanan menuju Badui Luar
Dari Ciboleger, Hiraru bersama rombongan melakukan perjalanan ke Baduy Luar sekitar 1 jam. Sesampai di Baduy Luar, Hiraru yang memikul tas carrier dengan kapasitas 7 kg itu ditawari oleh jasa angkut barang oleh pemuda Baduy Luar dengan biaya Rp100 ribu pulang pergi. Namun, Hiraru bersama rombongan bertekad membawa sendiri barang mereka.
Perjalanan menuju Badui Dalam
Saat mulai jalan kaki meninggalkan para pemuda itu, di hadapan mereka sudah disuguhi jalanan yang terjal. Inilah pertama kalinya mereka menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki. Belum lagi, jalanan yang terus-menerus menanjak dan menurun hingga masuk ke hutan dalam.

Potret perjalanan menuju Badui Dalam | Foto: Dokumentasi Hiraru
"Panasnya itu benar-benar panas banget dan gak dikasih angin sama sekali," sebut Hiraru.
Mereka melewati tiga kampung dari Baduy Luar. Selama perjalanan, penampakan unik yang pernah dijumpai Hiraru adalah adanya warung di dalam hutan. Hiraru mengungkapkan bahwa warung itu untuk menyediakan kebutuhan pangan penduduk sekitar.
Selama di Baduy Luar mereka masih bisa mengambil foto. Namun, ketika memasuki Badui Dalam mereka dilarang menggunakan teknologi modern apapun. Sehingga mereka menghabiskan waktu berfoto di Baduy Luar.

Potret Hiraru bersama rombongan Sekolah Alam Al-Hakim, Lembang | Foto: Dokumentasi Hiraru
Sampailah mereka di sebuah perbatasan yang membatasi antara Baduy Luar dengan Baduy Dalam. Memasuki Baduy Dalam, ternyata jalannya semakin sulit dan licin. Peserta pendakian beberapa kali berhenti untuk istirahat.
Bermalam di Rumah Panggung Baduy Dalam
Mereka sampai di tempat istirahat pukul 20.00 WIB. Rumah panggung Ayah dan Ambu adalah tempat istirahat mereka. Ayah adalah panggilan untuk laki-laki dewasa di Baduy Dalam. Sedangkan Ambu adalah panggilan untuk perempuan dewasa.
Waktu terus berlalu. Beriringan dengan langit yang semakin menghitam, rombongan menikmati masakan Ambu.
"Masakannya enak banget. Mungkin kita udah capek. Meskipun, masakannya sederhana cuma nasi, tempe, sama sayur asem," ungkap Hiraru.
Setelah itu, mereka mengadakan sesi tanya jawab bersama Ayah dan Ambu seputar Pedalaman Baduy.

Potret Baduy Luar | Foto: Instagram/Sekolah Alam Al-Hakim
Hiraru mengungkapkan bahwa banyak sekali perbedaan antara kedua Baduy. Di Baduy Dalam, tidak boleh ada hal modern yang masuk seperti kamera, sabun mandi, pasta gigi dan sikat gigi.
Ketika mandi, para penduduk memakai tumbuhan yang ada di sekitar. Larangan adanya modernisasi masuk wilayah Baduy Dalam adalah untuk menjaga kemurnian tradisi dari leluhur mereka.
Lelah membuat malamnya, rombongan tidur dengan pulas. Mereka terbangun pukul 04.00 WIB yang herannya, langit di sana sudah lumayan terang. Bahkan, pada pukul 05.00 WIB, matahari sudah menampakkan sinarnya.
Kegelapan benar-benar diusirnya. Dunia nampak di mata. Sebab keheranan, lahirlah kutipan dari Hiraru, "Bersinar tak harus pada waktunya."
Perjalanan Pulang
Tim pulang keesokan harinya pukul 09.00 WIB dan sampai di Terminal Ciboleger pukul 15.00 WIB. Hiraru mengatakan bahwa waktu tempuh antara perjalanan pulang dan pergi tidak ada perbedaan.
Dari Baduy Luar menuju Baduy Dalam normalnya orang akan menghabiskan waktu 6 jam, tetapi 13 anak SD dan SMP seperti mereka menghabiskan waktu 7 jam.
Begitu pula ketika perjalanan pulang, mereka juga menghabiskan waktu yang sama seperti keberangkatan.
"Ketika orang hiking banyak yang bilang pulangnya lebih cepat, tapi menurut kita sama lamanya. Total jalan itu 14 jam pulang pergi," katanya.
Selama perjalanan pulang napas mereka sudah mencapai batas akhir. Hiraru sesak napas, sehingga jalannya tidak lagi seimbang. Membawa tas carrier dengan tinggi melebihi kepala, membuatnya oleng ke kanan dan ke kiri. Hiraru mengaku sulit menjaga keseimbangan.
Meskipun sangat lelah, tetapi hati mereka diliputi kepuasan. Puas karena di hari itu mereka telah berhasil menempuh perjalanan panjang. Kepuasaan itulah yang melahirkan rasa bahagia tak terhingga.
Pengalaman berkesan itu terekam dan terabadi dalam memori Hiraru. Ia tak pernah melupakannya sebab banyak pelajaran yang diambilnya, yaitu meningkatnya pengetahuan mengenai budaya dan tradisi suku Baduy.
Selain itu, ia menjadi tahu arti kebersamaan bersama teman, rasa percaya satu sama lain, kesabaran, tidak mudah menyerah, saling mendukung dan menghapus ego pribadi dengan mendahulukan kepentingan bersama.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News