Pasar Seni ITB akhirnya hadir sekali lagi, usai lebih dari satu dekade vakum. Festival ini akan menjadi festival kampus yang megah dan meriah. Menghadirkan beragam seni, festival ini menjadi wadah untuk menampilkan berbagai karya lintas disiplin.
Pasar Seni ITB 2025 akan menyuguhkan pengalaman seni yang imersif dan inklusif. Lebih dari 250 tenant kreatif, lima panggung utama, pameran seni dan desain, pertunjukan musik dari musisi papan atas, hingga wahana interaktif berbasis teknologi, dihadirkan. Festival ini juga dilengkapi dengan workshop, diskusi kreatif, dan instalasi seni eksperimental.
Pasar Seni ITB digelar 18–19 Oktober 2025 di Kampus ITB Ganesha. Dengan mengusung tema “Setakat Lekat”, festival ini memperlihatkan bagaimana cara baru manusia dalam berinteraksi dengan seni dan budaya.
“Pasar Seni ITB 2025 bukan sekadar pameran karya, tetapi laboratorium kreatif di mana kami bisa bereksperimen lintas medium. Teknologi bukan ancaman bagi seni, tapi jembatan untuk memperluas dialog antara seniman dan publik,” tutur IsIsa Perkasa, salah satu pelaku seni.
Awal Kisah: Membawa Garage Sale Akademis ke Ritual Budaya
Bagi Kawan yang belum tahu, Pasar Seni ITB adalah festival seni terbesar dan paling bersejarah di Indonesia, yang diselenggarakan oleh mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB). Acara ini tidak hanya menjadi ajang pameran dan jual-beli karya seni, tetapi juga ruang interaksi antara seniman, mahasiswa, dan masyarakat umum.
Pasar Seni ITB pertama kali digagas pada 1972, atas prakarsa Prof. A.D. Pirous. Ia terinspirasi dari tradisi seniman di Amerika, yang saat pergantian musim melakukan garage sale. Garage sale ini bertujuan untuk menjual karya agar tidak rusak sekaligus menjadi strategi agar seniman tetap menjaga produktivitas.

Pasar Seni ITB tahun 1995
Prof. Pirous kemudian mengadopsi gagasan itu dan membawa pulang ke Bandung. Ia membawa pulang praktik tersebut dengan tujuan untuk menciptakan ajang yang mampu mewadahi pertemuan secara langsung antara seniman dan publik.
Di masa awal, Pasar Seni ITB tidak dirancang sebagai tempat transaksi. Justru, festival ini hadir menjadi saluran protes seni, tempat seniman menyuarakan gagasan terhadap ruang sosial, kemapanan, atau batasan institusional. Dalam dekade 1980–1990, tema-tema seperti kebebasan berekspresi, kritik terhadap pembangunan, atau peta ruang sosial pernah menjadi fokus utama dalam gelaran ini.
Seiring waktu, penyelenggaraan Pasar Seni menjadi sporadis. Gelaran terakhir sebelum kelahiran kembali adalah tahun 2014, dengan tema “Antara Aku, Kita, dan Semesta” yang merefleksikan keprihatinan terhadap kemajuan teknologi dan globalisasi.
Kini, Pasar Seni ITB 2025 siap hadir dengan semangat baru, menjadi festival yang inklusif, lintas disiplin, dan reflektif terhadap realitas digital.
“Kami berharap gelaran ini menjadi standar baru bagi festival seni, tidak hanya megah dan kreatif, tapi juga inklusif dan relevan secara sosial,” jelas Zusfa Roihan, Ketua Umum Pasar Seni ITB 2025.
Nah, festival Pasar Seni ITB 2025 didukung oleh berbagai perusahaan dan lembaga mitra yang memiliki komitmen terhadap keberlanjutan dan nilai Environmental, Social, and Governance (ESG). Pasar Seni ITB 2025 bukan sekadar festival, melainkan gerakan budaya hidup yang ingin terus melekat di hati masyarakat.
Pasar Seni ITB 2025 juga akan digelar dengan skala yang lebih besar dan lebih visioner. Festival ini akan dimeriahkan oleh lineup musisi papan atas, seperti Project Pop, Sivia, Nonaria, Bottlesmoker, White Chorus, Seurieus, serta berbagai musisi lintas genre lainnya.
Tema & Konsep Pasar Seni ITB 2025: “Setakat Lekat” dan Realitas Ganda
Tema gelaran tahun ini adalah “Setakat Lekat” dengan tagline “Laku Temu Laju”. Dalam bahasa Indonesia, lekat berarti menempel, melekat — sesuatu yang tak mudah lepas. Sementara itu, setakat bisa diartikan sejauh, sejengkal, sebatas yang menyapa.
Tema ini mencerminkan gagasan bahwa dunia digital dan dunia nyata bukan sekadar dua ranah berdampingan, tetapi saling memengaruhi dan melebur.
“Melalui tema ‘Setakat Lekat’, kami melihat adanya realitas baru di mana dunia digital dan dunia nyata bukan lagi dua hal yang terpisah, melainkan saling menguatkan dalam membentuk pengalaman seni kontemporer,” kata Zusfa.
Setelah vakum lebih dari 10 tahun, Pasar Seni ITB 2025 digelar dengan sangat matang. Konsep amunisi pra-event bahkan sudah mulai sejak awal tahun dengan tema Sinestesia: Merayakan Kembali.
Dalam pameran tersebut, para pengunjung diajak merasakan pengalaman pameran multidimensi sehingga bisa mendengar warna, melihat bunyi, mencium kenangan. Strategi ini dirancang untuk merangsang ingatan kolektif tentang Pasar Seni ITB.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News