dari daun pandan sampai vanili sains di balik aroma yang bikin ngiler - News | Good News From Indonesia 2025

Dari Daun Pandan sampai Vanili: Sains di Balik Aroma yang Bikin Ngiler

Dari Daun Pandan sampai Vanili: Sains di Balik Aroma yang Bikin Ngiler
images info

Dari Daun Pandan sampai Vanili: Sains di Balik Aroma yang Bikin Ngiler


Pernahkah Kawan merasa lapar karena mencium aroma roti yang baru keluar dari oven? Apakah kamu juga pernah tergoda oleh wangi manis dari bubur kacang hijau yang baru disajikan? Reaksi tersebut bukan kebetulan, melainkan hasil kerja sistem penciuman yang sangat sensitif terhadap senyawa volatil dalam makanan.

Aroma bisa menstimulasi otak untuk melepaskan hormon lapar seperti ghrelin. Dengan kata lain, aroma adalah jembatan halus antara indra dan emosi manusia.

Dalam dunia pangan, aroma memiliki peran penting yang sering kali lebih menentukan dibanding rasa itu sendiri. Menurut penelitian, hingga 80% persepsi rasa sebenarnya berasal dari aroma yang tercium sebelum makanan masuk ke mulut.

Oleh sebab itu, makanan dengan aroma kuat cenderung dianggap lebih lezat dan menggugah selera. Inilah yang membuat roti panggang, kopi, dan satai terasa “mengundang” bahkan dari kejauhan. Aroma bukan hanya efek samping, tetapi elemen strategis dalam desain produk pangan modern.

baca juga

“Aroma bukan sekadar bau enak; ia adalah hasil dari ilmu, emosi, dan kenangan yang bekerja serempak di otak.”

Salah satu contoh aroma khas Indonesia yang begitu populer adalah pandan. Daun pandan mengandung senyawa 2-acetyl-1-pyrroline (2-AP) yang memberi wangi lembut seperti nasi hangat atau roti baru. Senyawa ini juga ditemukan dalam beras aromatik dan daun suji, memberi kesan “rumah” dan nostalgia bagi banyak orang Asia Tenggara (Mihrani et al., 2022).

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan oleoresin pandan dalam beras tidak hanya memperbaiki aroma, tetapi juga menurunkan indeks glikemik. Artinya, aroma yang nikmat juga memberikan efek fungsional bagi kesehatan (Silalahi, 2018).

Vanili, di sisi lain, menjadi contoh klasik dari aroma universal yang menenangkan dan manis. Vanilin, senyawa utama penyusun aroma vanili, terbukti mampu meningkatkan penerimaan sensorik pada produk pangan berbasis tepung lokal, seperti singkong atau talas.

Dalam uji panelis, produk dengan aroma vanili lebih disukai meskipun tidak ada perbedaan signifikan pada tekstur. Hal ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh aroma terhadap persepsi konsumen. Vanili tak hanya harum, tapi juga mampu “menipu” lidah untuk merasa puas.

Secara kimiawi, aroma terbentuk dari interaksi kompleks antara gula, protein, dan lemak. Saat makanan dipanaskan, terjadi reaksi Maillard, reaksi antara asam amino dan gula reduksi yang menghasilkan senyawa aromatik seperti pyrazine dan furans. Proses ini pula yang menciptakan aroma khas roti panggang atau daging bakar.

Sementara itu, karamelisasi gula murni dapat memunculkan wangi manis dan sedikit gosong yang sangat disukai manusia. Semua ini bekerja dalam harmoni molekuler yang kompleks, tetapi hasilnya terasa begitu alami.

Selain proses kimia, mikroorganisme juga berperan besar dalam membentuk aroma makanan. Dalam fermentasi tempe, tapai, atau yogurt, mikroba seperti Rhizopus oligosporus dan Lactobacillus plantarum menghasilkan senyawa volatil, seperti alkohol, ester, dan aldehid, yang memberi aroma khas. Fermentasi bukan hanya mengubah rasa, tetapi juga menciptakan identitas aroma yang unik bagi setiap produk.

Dengan memahami jenis mikroba yang digunakan, produsen dapat mengatur profil aroma sesuai selera pasar. Ini membuka ruang inovasi besar dalam industri kuliner dan pangan fermentasi lokal.

Fakta menarik: Dalam satu gigitan roti, terdapat lebih dari 500 senyawa aroma volatil yang bekerja bersamaan membentuk “wangi panggangan” khas.

baca juga

Inovasi aroma juga merambah ke produk-produk modern, seperti es krim dan gelato berbahan lokal. Misalnya, riset tentang gelato susu kambing dengan tambahan kayu manis menunjukkan peningkatan signifikan pada aroma dan tekstur produk. Kombinasi antara aroma rempah dan lemak susu menciptakan sensasi lembut dan hangat sekaligus.

Penelitian ini membuktikan bahwa pengendalian komposisi bahan bisa menghasilkan pengalaman multisensori yang unik. Aroma tak lagi sekadar pelengkap, tapi bagian utama dalam rekayasa cita rasa.

Namun, mempertahankan aroma yang stabil bukanlah perkara mudah. Faktor seperti suhu pemrosesan, waktu fermentasi, serta teknik pengemasan sangat berpengaruh terhadap volatilitas senyawa aromatik.

Beberapa aroma mudah hilang saat pemanasan berlebihan atau penyimpanan terlalu lama. Karena itu, teknologi enkapsulasi mulai digunakan untuk “mengunci” aroma agar tetap segar hingga produk dikonsumsi. Langkah ini menjadi solusi penting dalam mempertahankan konsistensi produk komersial.

Selain memperkaya cita rasa, aroma juga punya peran psikologis yang kuat. Studi menunjukkan bahwa aroma tertentu dapat memicu kenangan atau emosi tertentu pada seseorang.

Misalnya, aroma kopi bisa memunculkan rasa nostalgia dan semangat, sementara wangi pandan menimbulkan ketenangan dan rasa nyaman. Efek ini sering dimanfaatkan oleh restoran untuk menciptakan suasana tertentu. Maka, tak heran kalau aroma menjadi alat branding sensorik yang efektif.

Menariknya, preferensi terhadap aroma ternyata juga dipengaruhi oleh budaya dan pengalaman masa kecil.

Orang Indonesia cenderung menyukai aroma rempah seperti kayu manis, jahe, dan pandan karena identik dengan makanan rumahan. Sementara itu, masyarakat Eropa lebih menyukai aroma butter, keju, dan vanili yang hangat.

Faktor sosio-kultural ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi produsen yang ingin menembus pasar global. Dengan memahami konteks budaya, aroma bisa dirancang agar lebih universal atau khas lokal.

Ungkapan klasik di dunia gastronomi: “Kita makan dengan hidung sebelum lidah.”

Dalam ranah riset, ilmuwan pangan kini mengeksplorasi cara untuk “memetakan” aroma menggunakan teknologi sensor elektronik atau electronic nose. Teknologi ini dapat mendeteksi pola senyawa volatil dan membandingkannya dengan basis data aroma alami.

Hasilnya, identifikasi aroma dapat dilakukan lebih cepat dan objektif. Aplikasi ini bermanfaat bagi industri kopi, teh, cokelat, dan roti dalam menjaga konsistensi kualitas produk. Sains aroma kini bergerak secepat teknologi yang mengiringinya.

Aroma juga berperan dalam membentuk ekspektasi konsumen terhadap rasa. Sebelum mencicipi, otak sudah “memprediksi” rasa berdasarkan aroma yang tercium. Jika aroma sesuai dengan ekspektasi, maka kepuasan meningkat; namun, jika berbeda, rasa bisa dianggap aneh meski secara objektif enak.

Inilah sebabnya mengapa aroma pandan pada kue tar berbeda efeknya dibanding aroma durian atau kopi. Kecocokan antara aroma dan konteks menjadi kunci kelezatan yang sejati.

Ke depan, pengembangan aroma alami dari bahan lokal Indonesia diperkirakan akan meningkat pesat. Negara ini memiliki kekayaan tanaman aromatik, seperti sereh, kayu manis, dan cengkeh, yang potensial untuk diekstrak menjadi bahan industri pangan.

Dengan riset yang tepat, Indonesia dapat menjadi produsen aroma alami yang kompetitif di pasar dunia, termasuk vanili yang potensinya terus meningkat (Prasaj et al., 2024). Selain itu, pendekatan berkelanjutan dapat menjaga keaslian sumber daya alam sekaligus meningkatkan nilai ekonomi.

Maka dari itu, aroma bukan hanya tentang rasa, tetapi juga masa depan inovasi pangan nasional.

baca juga

Jadi, saat Kawan mencium wangi vanili dalam kue atau aroma pandan pada nasi, ingatlah bahwa di baliknya bekerja sains, seni, dan budaya yang berpadu indah. Setiap molekul wangi adalah hasil dari eksperimen panjang, kreativitas manusia, dan keajaiban alam itu sendiri.

Aroma mampu menghidupkan kenangan, membangkitkan selera, bahkan mengubah persepsi kita terhadap makanan. Di tangan para ilmuwan dan koki, aroma bukan sekadar “bau enak”; ia adalah bahasa rahasia yang menghubungkan manusia dengan rasa. Kemudian, seperti kata pepatah, kita memang makan dengan hidung sebelum lidah.

Referensi:

  • Mihrani, M., Anzar, A., dan Azhar, M. 2022. Penggunaan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) pada Air Minum terhadap Kualitas Daging Ayam Broiler. Jurnal Triton. Vol. 13(2): 264-271.
  • Silalahi, M. 2018. Pandanus amaryllifolius Roxb (Pemanfaatan dan Potensinya sebagai Pengawet Makanan). Jurnal Pro-Life. Vol. 5(3): 626-636.
  • Prasaj, D., Cahyono, F. K., Hanifa, H. A. I., dan Nisa, O. S. K. 2024. Potensi Indonesia menjadi Pengekspor Vanili Terbesar di Dunia. Journal of Science and Social Research. Vol. 7(1): 265-272.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IP
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.