yuyun ahdiyanti dari ntobo untuk nusantara menenun harapan lewat kain tradisi bima - News | Good News From Indonesia 2025

Yuyun Ahdiyanti: Dari Ntobo untuk Nusantara, Menenun Harapan lewat Kain Tradisi Bima

Yuyun Ahdiyanti: Dari Ntobo untuk Nusantara, Menenun Harapan lewat Kain Tradisi Bima
images info

Yuyun Ahdiyanti: Dari Ntobo untuk Nusantara, Menenun Harapan lewat Kain Tradisi Bima


Wastra, kain tradisional dengan simbol-simbol estetik nan kaya makna adalah seni kriya yang paling utama di antara lainnya. Terlepas dari busana menjadi kebutuhan primer manusia, busana juga menjadi trend yang selalu diburu style terbarunya. Mulai dari anak-anak hingga orang tua.

Beragam wastra Nusantara seperti batik, tenun, songket, ulos, lahir dari tangan-tangan terampil masyarakat Indonesia dengan keunikan motif, warna, simbol, makna yang mengangkat kultur budaya setempat

Wastra menjadi warisan budaya yang turun temurun. Namun, di era globalisasi, akankah seni kriya tekstil ini masih dirawat, diminati dan diakui keindahannya?

Permasalahan dari munculnya pertanyaan itulah yang melatar belakangi perempuan kelahiran Ntobo untuk beraksi mempertahankan warisan budaya leluhur yang sejak dini ia gandrungi.

Matanya jauh menatap ke belakang. Mengingat orang tua yang tidak pernah meninggalkan kebiasaan menenun. Ia melihat saudara dan tetangga juga gandrung dengan tenun. Mau tak mau, bersama mereka sejak kecil ia sudah akrab memegang alat penenun.

Nyatanya, Ntobo, kampung terluas di Kota Bima itu dihuni oleh para pengrajin tenun.

Namun, makin dewasa ia melihat masyarakat setempat mulai meninggalkan tradisi menenun. Bahkan anak cucu tidak gandrung dengan tenun layaknya ia dulu yang ketika masih kanak-kanak sudah gandrung dengan tenun melalui kebersamaan keluarga yang menenun.

Secercah harapan hidup di hatinya, "Bagaimana kalau warisan budaya leluhur ini luntur?" pekik batinnya penuh ratapan masa depan kain indah yang mereka tenun dari hati.

baca juga

Dari Keterbatasan Menuju Keberdayaan: Kisah Lahirnya UKM Dina di Kampung Ntobo

Potret Yuyun mengenakan busana kain tenun khas Bima | Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima
info gambar

Potret Yuyun mengenakan busana kain tenun khas Bima | Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima


Meskipun ada beberapa pengrajin tenun yang masih bertahan, kemakmuran hidup mereka melalui karya tenun yang mereka perjual belikan masih di bawah kata bahagia. Bagaimana tidak? Mereka menjual karya tenun di luar daerah dengan harga yang tak setimpal dengan kualitas yang mereka hasilkan. Selain itu mereka terjebak dalam lingkaran monopoli perdagangan.

Keresahan singgah di hatinya, ia pun merenung untuk menemukan solusi. Belum menemukan solusi, ia dihadapkan tembok besar yaitu letak Ntobo yang tak strategis untuk kegiatan usaha. Ia mengira kalau letak Ntobo yang tak strategis itu, maka tak akan mungkin kampungnya di datangi oleh banyak konsumen.

Sedangkan ia ingin, kampung Ntobo dikenal sebagai kampung tenun. Hal itu, melihat mayoritas penduduk Ntobo adalah para pengrajin tenun.

Tak ada yang tidak mungkin. Apabila niat mulia telah berkuasa, dan tekad telah bulat, melalui keterbatasan itu ia melihat peluang. Lekas ia memfoto kain tenun yang ada di rumahnya. Di antaranya kain tenun karya saudara dan orang tua. Kemudian ia posting di platform Facebook. Secara konsisten ia mempromosikan kain tenun karya keluarganya.

Dari langkah kecil yang sekadar coba-coba itu, pada tahun 2015, ia pun mendirikan Unit Kegiatan Mikro (UKM) Dina yang merupakan wadah untuk memperkenalkan sekaligus memperjualbelikan kain tenun khas Bima.

Modal Nekat, Hasil Hebat: Perjuangan Yuyun Membesarkan Tenun Khas Bima

Potret koleksi kain tenun UKM Dina| Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima
info gambar

Potret koleksi kain tenun UKM Dina| Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima


Berawal dari bermodalkan smartphone dan internet, untuk mengembangkan UKM Dina, ia mengumpulkan para pengrajin di kampungnya untuk bergabung di UKM Dina. Sebanyak 20 pengrajin tenun yang bergabung dalam UKM Dina.

Para pengrajin tenun itu tak memiliki modal, sehingga ia nekad mengambil pinjaman dana KUR sebanyak 25 juta untuk memberikan modal kepada setiap pengrajin tenun sebesar 1 juta.

Untuk bisa membayar tagihan bank, di samping memperkenalkan melalui media sosial, ia memperkenalkan kain tenun khas Bima kepada para pemangku jabatan pemerintah dengan berkunjung door to door di sebuah instansi. Melalui sistem arisan, satu dua hingga berlanjut, kain tenun khas Bima dipesan untuk kepentingan pembuatan seragam. Sehingga bisa menutup pinjaman KUR.

Dari awalnya, ia membina 20 pengrajin tenun, kini meningkat menjadi 200 pengrajin tenun yang bergabung di UKM Dina. Dengan setiap pengrajin tenun, Yuyun beri modal 500 ribu hingga 1 juta.

Dari sanalah para pengrajin Ntobo merasakan kemakmuran dari karya tenunnya. Dari karya tenun yang mereka hasilkan, mereka biasa mendapatkan penghasilan yang layak.

Dari UKM Dina Menuju Nasional: Kiprah Kain Tenun Khas Bima

Potret kunjungan Bapak Sandiaga Uno di UKM Dina | Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima
info gambar

Potret kunjungan Bapak Sandiaga Uno di UKM Dina | Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima


Ingin mengenalkan kain tenun khas Bima kepada Nusantara hingga dunia adalah impiannya, ia pun kerap berpartisipasi dalam pameran. Salah satunya, ia ikut dalam pameran di Mandalika.

Melalui promosi dari media sosial, kain tenun khas Bima dikenal Nusantara. Berbagai tamu kunjungan ia terima. Salah satunya Bapak Sandiaga Uno turut berkunjung ke UKM Dina.

Apresiasi dan penghargaan ia terima dari berbagai pihak dan kompetisi. Apresiasi Satu Indonesia Award (SIA) 2025 ialah apresiasi paling bergengsi yang ia terima. Meski demikian bukanlah apresiasi maupun penghargaan yang ia tuju, tetapi dikenal dan diakuinya kain tenun khas Bima kepada Nusantara hingga mancanegara.

Langkah Berkelanjutan dan Harapan yang Tak Akan Pudar

Potret busana kain tenun khas Bima | Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima
info gambar

Potret busana kain tenun khas Bima | Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima


Mempertahankan kain tenun khas Bima menjadi prinsip yang ia jaga. Melalui inovasi yang tak pernah padam, ia mengikuti trend fashion masa kini tanpa menghapus motif dan makna dasar yang menjadi filosofi kain tenun khas Bima.

"Kami berharap melalui inovasi, kain tenun khas Bima ini tak hanya digemari oleh orang tua sebagai kebaya, tetapi juga digemari anak muda sebagai trend fashion masa kini," ungkap Yuyun Ahdiyanti ketika menjadi narasumber mahasiswa STIE Bima.

Tak hanya itu, ia juga berharap Kampung Tenun lebih luas dikenal oleh masyarakat Indonesia hingga mancanegara. Mengajak para wisatawan melihat langsung proses menenun para pengrajin di Kampung Tenun.

#kabarbaiksatuindonesia

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

ES
FS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.