saat alam jadi laboratorium warna mengenal pigmen alami dalam makanan - News | Good News From Indonesia 2025

Saat Alam Jadi Laboratorium Warna: Mengenal Pigmen Alami dalam Makanan

Saat Alam Jadi Laboratorium Warna: Mengenal Pigmen Alami dalam Makanan
images info

Saat Alam Jadi Laboratorium Warna: Mengenal Pigmen Alami dalam Makanan


Hai, Kawan GNFI! Pernahkah Kawan terpukau melihat warna jingga cerah pada wortel, merah segar pada semangka, atau ungu menawan pada ubi jalar?

Warna-warna menarik itu bukan sekadar pemanis mata. Di balik pesonanya, ada zat alami yang disebut pigmen — senyawa yang tidak hanya mempercantik tampilan makanan, tetapi juga menyimpan banyak manfaat untuk kesehatan kita.

Apa Itu Pigmen Alami?

Pigmen alami adalah senyawa pewarna yang secara alami terdapat dalam tumbuhan, hewan, atau mikroorganisme. Tumbuhan menghasilkan pigmen sebagai bentuk perlindungan diri dari sinar ultraviolet, menarik serangga penyerbuk, hingga menjadi bagian dari proses fotosintesis.

Menurut Delgado-Vargas & Paredes-López (2003), pigmen alami memainkan peran penting tidak hanya dalam pewarnaan, tetapi juga dalam fungsi fisiologis tumbuhan dan nilai gizi bahan pangan.

Dari sisi manusia, pigmen ini dimanfaatkan untuk memberi warna pada makanan, minuman, hingga kosmetik. Bedanya dengan pewarna sintetis, pigmen alami lebih aman, ramah lingkungan, dan memiliki efek fungsional bagi tubuh.

Beberapa jenis pigmen alami yang umum dijumpai antara lain:

  • Klorofil memberi warna hijau pada sayur dan daun.
  • Karotenoid membuat wortel oranye dan tomat merah.
  • Antosianin memberi warna ungu pada kol, terung, dan ubi ungu.
  • Betasianin bertanggung jawab atas warna merah pada bit.

Ilmu di Balik Warna

Setiap pigmen memiliki struktur kimia yang berbeda, dan inilah yang menentukan warna yang kita lihat. Misalnya, antosianin akan tampak merah pada suasana asam, tetapi bisa berubah menjadi ungu atau biru pada kondisi basa.

Menurut Khoo et al. (2017), perubahan warna ini disebabkan oleh pergeseran struktur molekul antosianin akibat pengaruh pH. Faktor lain seperti suhu dan cahaya juga memengaruhi kestabilan pigmen itulah mengapa jus buah alami bisa berubah warna bila disimpan terlalu lama.

Di sisi lain, pigmen sintetis memang lebih stabil dan murah, tetapi beberapa di antaranya dapat memicu alergi bahkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi berlebihan. Karena itulah, tren pangan sehat kini semakin beralih pada pewarna alami dari sumber nabati.

Manfaat Pigmen bagi Kesehatan

Selain mempercantik tampilan makanan, banyak pigmen alami juga berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi sel tubuh dari radikal bebas.

Menurut Khoo et al. (2017), antosianin berperan penting dalam menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah karena kemampuannya menghambat oksidasi kolesterol jahat (LDL).

Contohnya:

  • Lutein dan zeaxanthin (pigmen kuning-oranye pada jagung dan sayuran hijau) baik untuk kesehatan mata.
  • Likopen (pigmen merah pada tomat) membantu menurunkan risiko penyakit jantung.
  • Antosianin pada buah beri dan ubi ungu membantu menjaga tekanan darah serta daya tahan tubuh.
  • Prinsip sederhana yang bisa diingat: semakin berwarna piring makan Kawan GNFI, semakin beragam pula zat gizi yang didapat. Konsep ini dikenal dengan istilah “Eat the rainbow” makan makanan berwarna-warni untuk keseimbangan nutrisi alami.

Dari Dapur Hingga Industri

Kini, pigmen alami tidak hanya digunakan di dapur rumah tangga, tetapi juga dilirik oleh industri pangan. Produsen yoghurt, permen, hingga minuman ringan mulai beralih dari pewarna sintetis ke ekstrak buah atau sayuran. Misalnya, merah dari bit, kuning dari kunyit, hijau dari klorofil, dan ungu dari ubi jalar.

Menurut LIPI (2021), penggunaan pigmen alami dalam industri pangan tidak hanya memberikan nilai tambah dari sisi estetika, tetapi juga mendukung prinsip green technology karena lebih ramah lingkungan dan mengurangi limbah kimia. LIPI juga meneliti berbagai sumber lokal seperti daun suji, buah naga, dan bit sebagai pewarna potensial yang dapat dikembangkan di Indonesia.

Selain mempercantik tampilan, penggunaan pewarna alami menjadi daya tarik bagi konsumen yang sadar kesehatan. Menurut Delgado-Vargas & Paredes-López (2003), permintaan global terhadap pigmen alami terus meningkat karena konsumen lebih memilih produk dengan label “alami” dan “bebas bahan kimia”.

Tantangan dan Harapan

Meski punya banyak kelebihan, pigmen alami masih menghadapi tantangan dalam stabilitas warna dan biaya produksi. Beberapa pigmen mudah pudar jika terkena panas atau sinar matahari, sehingga perlu teknologi pengolahan yang tepat agar warnanya tetap menarik.

Para peneliti kini berinovasi menggunakan teknik seperti enkapsulasi atau fermentasi mikroba penghasil pigmen agar warnanya lebih stabil.

Namun satu hal pasti, masa depan industri pangan akan semakin berwarna. Dengan memanfaatkan pigmen alami, kita tidak hanya mempercantik tampilan makanan, tetapi juga menjaga kesehatan dan kelestarian lingkungan. 

Kawan GNFI, warna bukan sekadar soal keindahan. Di balik sejumput warna pada makanan, tersimpan kisah sains, kesehatan, dan kepedulian terhadap alam.

Jadi, mulai sekarang, yuk isi piring kita dengan warna-warni alami dari bumi Indonesia dari hijau daun kelor, merah buah naga, hingga ungu ubi jalar. Karena ketika alam memberi warna, sejatinya ia juga sedang memberi hidup.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AP
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.