Ada sosok inspiratif dari Ambon, Maluku, yang memilih jalan damai melalui cerita dan seni di tengah semangat membangun Indonesia dari pelosok negeri. Namanya Eklin Amtor de Fretes, pendongeng kreatif yang percaya bahwa cerita sederhana dapat menanamkan kedamaian, terutama di hati anak-anak.
Maluku memiliki sejarah keberagaman yang panjang dan luka karena konflik sosial pada tahun 1999 sampai tahun 2002. Kota Ambon berada dalam keadaan yang sangat mencekam. Hampir seluruh wilayah Ambon berubah menjadi kawasan genosida.
Penyebab perselisihan ini tidaklah jelas. Namun, narasi-narasi yang berkaitan dengan agama diciptakan untuk menarik perhatian sejumlah kelompok.
Kerusuhan ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar dan merugikan segala aspek. Setelah konflik besar berlalu anak-anak masih sering mendengar cerita-cerita tentang perbedaan dan perselisihan. Eklin percaya bahwa perdamaian tidak hanya dicapai melalui percakapan, tetapi juga melalui penerapan nilai sejak dini.
Anak-anak harus dibesarkan dengan cerita yang menenangkan, bukan cerita yang menimbulkan konflik. Eklin memulai langkah besar pada tahun 2017. Dia mendirikan Youth Interfaith Peace Camp (YIPC), sebuah wadah yang mempertemukan 90 pemuda dari berbagai agama di Maluku, termasuk Islam, Kristen, Katolik, dan suku Nuaulu.
Mereka menumbuhkan rasa empati dan belajar memahami perbedaan melalui instruksi dan percakapan. Namun, Eklin menyadari bahwa membangun perdamaian di kalangan pemuda tidak cukup. Anak-anak juga harus terlibat agar nilai-nilai itu ditanamkan sejak kecil. Konsep dongeng damai berasal dari sana.
Eklin akhirnya belajar mendongeng dan menggunakan boneka puppet sendiri setelah menonton YouTube secara otodidak. Sekitar dua minggu kemudian, ia tampaknya sudah mahir mendongeng menggunakan teknik ventriloquist, yaitu berbicara tanpa menggerakkan bibirnya.
Begitu ia belajar, dalam waktu kurang dari dua pekan, ia langsung terjun ke masyarakat untuk memulai aktivitas perdamaiannya bersama Jalan Merawat Perdamaian (JMP). Meskipun terlihat nekat, dia percaya ini adalah langkah yang harus segera dimulai.
Eklin mendirikan Rumah Dongeng Damai di Ambon pada 2019. Anak-anak dari berbagai latar belakang berkumpul di ruang belajar dan bermain. Mereka belajar Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, dan seni pertunjukan di sini melalui dongeng interaktif.
Eklin dan rekan-rekannya mengadakan kelas mendongeng setiap minggu. Alat musik, boneka tangan, dan cat warna adalah media yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan damai dan toleransi. Anak-anak tidak merasa takut atau asing ketika mereka belajar memahami perbedaan. Mereka mengembangkan rasa saling menghargai.
Dari Ambon hingga Pulau Seram, Dongeng Damai kini telah tersebar di banyak wilayah Maluku. Kegiatan ini berkembang menjadi gerakan sosial yang aktif menyebarkan pesan damai melalui seni dan literasi melalui relawan Jalan Merawat Perdamaian (JMP).
Meskipun berawal dari usaha kecil, upaya Eklin mendapat perhatian besar sampai mendapatkan beberapa penghargaan, dan akhirnya ia menjadi salah satu penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2020 yang diberikan Astra. Penghargaan ini diberikan kepadanya karena komitmennya untuk mengajarkan nilai-nilai toleransi dan perdamaian kepada anak-anak Maluku.
Dongeng bagi Eklin bukan sekadar hiburan, itu adalah alat untuk mengobati luka, menyatukan orang-orang, dan menghidupkan harapan. Sementara perdamaian tidak dapat diwariskan, itu dapat diajarkan. Anak-anak Maluku sekarang dapat belajar bahwa keberagaman adalah kekuatan. Eklin menunjukkan melalui cerita-cerita sederhana bahwa damai dapat diajarkan hanya dengan satu cerita untuk setiap anak.
Eklin Amtor de Fretes memilih berbicara melalui cerita saat banyak orang memilih untuk diam terhadap masalah sosial. Ruang-ruang kecil yang dibuat oleh kreativitasnya menumbuhkan harapan dan menerima perbedaan.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News