Di tangan Yudi Efrinaldi, sebuah komentar iseng berubah menjadi nama brand yang viral di berbagai kota. “Es Gak Beres” namanya. Memang terdengar nyeleneh, ya, Kawan GNFI?
Namun, justru itulah daya tariknya. Siapa yang akan menyangka, usaha minuman sederhana yang dulu berawal dari gerobak di pinggir jalan kini menjelma jadi bisnis waralaba dengan ratusan mitra di berbagai daerah.
Yudi Efrinaldi berasal dari Kabupaten Asahan, Sumatra Utara. Sebelum dikenal sebagai pengusaha muda sukses, ia sempat menjalani hidup sebagai pegawai honorer. Gajinya pas-pasan, tetapi semangatnya besar.
Diketahui, Yudi juga pernah mencoba berbagai jenis usaha kecil, mulai dari berjualan bubur ayam, pisang goreng crispy secara online, hingga akhirnya menemukan peluang besar di dunia minuman segar. Namun, memang ia menyadari bahwa membangun bisnis itu tidaklah mudah. Ia memerlukan berbagai trial and error, hingga di titik menemukan apa yang menjadi ladang rezekinya.
Kawan GNFI, kisah “Es Gak Beres” dimulai pada bulan Ramadan. Saat itu, Yudi menambah penghasilan dengan berjualan es di pinggir jalan. Tak disangka, pembeli berdatangan hingga antre panjang. Suatu hari, salah satu pelanggan soal dagangannya yang selalu habis dan tak pernah ‘usai’ antreannya. Ia menggunakan kata “es gak beres” untuk mendeskripsikan situasi dagangan Yudi.
Alih-alih tersinggung, Yudi melihat kalimat itu sebagai peluang branding. Ia langsung menamai lapaknya “Es Gak Beres”, dengan gaya komunikasi yang lucu dan santai. Nama tersebut langsung menarik perhatian masyarakat.
Di tengah menjamurnya bisnis minuman kekinian yang cenderung memakai nama berbahasa asing, “Es Gak Beres” terdengar akrab, jenaka, dan mudah diingat.
Keunikan nama itulah yang menjadi modal awal Yudi dalam membangun mereknya. Ia pun mulai aktif memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan produk. Unggahan dengan gaya kocak dan jujur membuat kontennya cepat viral. Tak butuh waktu lama, banyak orang yang tertarik ikut membuka cabang.
Tentu saja, keberhasilannya dalam membuat minuman ini tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satunya adalah ketika esnya sempat mudah 'rusak' dan ia harus bereksperimen untuk menemukan resep dan berbagai inovasi baru ke dalam minumannya itu. Beruntung, pelanggan justru menyukai.
Usaha Yudi tumbuh pesat. Dari satu gerobak sederhana, kini Es Gak Beres telah memiliki ratusan mitra di berbagai daerah, Sumatera Utara, Riau, Aceh, Sumatra Barat, Lampung, bahkan mulai merambah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pendapatannya pun melonjak drastis. Diketahui dari situs Astra, omzet Es Gak Beres mencapai hingga Rp1,5 juta untuk hariannya. Bahkan, ia juga merambah bisnisnya dengan membangun kafe dan resto di Desember 2020. Tentu saja, ini artinya, ia juga membuka lapangan kerja baru bagi orang-orang di sekitarnya untuk pengelolaan bisnis barunya.
Namun, bagi Yudi, yang paling berharga bukan sekadar nominal, melainkan kebermanfaatan sosial dari bisnisnya.
Kesuksesan tak membuat Yudi lupa pada akar perjuangannya. Ia sering mengadakan pelatihan kewirausahaan gratis bagi anak muda dan masyarakat sekitar. Ia juga menyalurkan sebagian keuntungan usahanya untuk kegiatan sosial, dari menyediakan ambulans gratis hingga berbagi sembako.
Kisah Yudi Efrinaldi adalah bukti bahwa kesuksesan bisa datang dari mana saja. Bahkan, dari komentar spontan pelanggan. Ia tak sekadar menjual es, tetapi juga menjual cerita, semangat, dan kejujuran dalam berproses.
Kini, Es Gak Beres bukan lagi sekadar nama yang lucu. Ia telah menjadi simbol perjuangan anak muda daerah yang berani melawan keterbatasan. Dari pinggir jalan di Asahan, Yudi Efrinaldi membuktikan bahwa hal “gak beres” pun bisa jadi sangat beres, jika dikerjakan dengan niat dan hati. Bagaimana menurutmu, Kawan GNFI?
#kabarbaiksatuIndonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News