Yayasan Dokter Peduli (doctorSHARE) menyelenggarakan seminar nasional bertajuk “Refleksi Dua Tahun Layanan Kesehatan di Daerah Belum Tersedia Fasilitas Kesehatan Memenuhi Syarat (DBTFMS) melalui Rumah Sakit Kapal (RSK)”.
Seminar ini menjadi ruang diskusi penting bagi pemerintah, BPJS Kesehatan, akademisi, dan tenaga kesehatan untuk mengevaluasi strategi pemerataan layanan kesehatan di wilayah terpencil, perbatasan, dan kepulauan.
Seminar ini menghadirkan pemangku kepentingan utama sebagai keynote speaker antara lain Redemtus Alfredo Sani Fenat, sebagai Asisten Deputi Peningkatan Sumber Daya Kesehatan Kemenko PMK; dr. Mahesa Paranadipa Maykel MH, MARS sebagai anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN); dr. Nur Indah Yuliaty, MARS, AAK, sebagai Asisten Deputi Bidang Kerja sama Fasilitas Kesehatan, BPJS Kesehatan; dan Tutuk Utomo Nuradhy sebagai Ketua Pengurus Yayasan Dokter Peduli (doctorSHARE).
Para narasumber membahas tantangan dan peluang inovasi layanan kesehatan bergerak, khususnya melalui model Rumah Sakit Kapal yang dapat menjangkau masyarakat di wilayah dengan kondisi geografis ekstrem. Seminar ini dihadiri oleh lintas kementerian dan lembaga, akademisi, pengelola RSK, dan NGO.
Ketua Pengurus Yayasan Dokter Peduli, Tutuk Utomo Nuradhy, menyampaikan bahwa seminar ini merupakan langkah penting untuk mendorong kolaborasi lintas sektor.
“Rumah Sakit Kapal telah membuktikan bahwa layanan kesehatan yang adaptif bisa menjadi jembatan bagi daerah yang selama ini tidak tersentuh fasilitas kesehatan memadai. Kami berharap hasil diskusi hari ini menjadi dorongan nyata agar akses JKN semakin merata hingga ke wilayah paling terpencil.” ucapnya.
Dua tahun berperan aktif di daerah
Selama dua tahun terakhir, Rumah Sakit Kapal doctorSHARE—RSA dr. Lie Dharmawan II dan RSK Nusa Waluya II—telah melakukan pelayanan kesehatan di berbagai daerah yang minim fasilitas kesehatan.
Namun, data menunjukkan masih banyak tantangan dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), termasuk rendahnya jumlah peserta BPJS aktif di wilayah DBTFMS.
Selama pelayanan 2 tahun ini sudah terdapat 7 lokasi yang dilayani dengan jumlah 14.220 pasien yang mendapatkan manfaat medis namun 43% belum terlindungi BPJS Kesehatan. Kondisi ini menggambarkan perlunya penguatan strategi pemerataan akses agar JKN benar-benar menjangkau seluruh masyarakat.
Tutuk mengatakan kebutuhan dana operasional untuk mengelola armada rumah sakit kapal mereka mencapai angka Rp 36 miliar per tahun. Dia menjelaskan menjelaskan saat ini pihaknya mengelola empat rumah sakit kapal yang terdiri dari tiga unit kapal pinisi dan satu unit kapal tongkang.
"Untuk tipe Pinisi itu (anggarannya) sekitar Rp 5 miliar, jadi kalau tiga berarti Rp 15 miliar. Sedangkan satu rumah sakit kapal tongkang itu sekitar Rp 21 miliar. Jadi total sekitar Rp 36 miliar dalam satu tahun," ujarnya.
Bisa melayani ribuan pasien
Tutuk menjelaskan dengan anggaran tersebut, pihaknya mampu melayani sekitar 48.000 pasien per tahun di wilayah terpencil. Adapun sumber pendanaan saat ini berasal dari berbagai sektor (multisektor), mulai dari klaim BPJS Kesehatan, dukungan korporasi seperti Pertamina International Shipping (PIS), donatur individu, hingga dana hibah (grant).
"Paling dibutuhkan adalah terkait dengan layanan bedah. karena memang layanan bedah itu membutuhkan biaya yang cukup tinggi, dan pasien itu harus transport, harus berpindah, memobilisasi mereka berserta pendampingnya di satu fasilitas kesehatan rujukan terdekat," tandasnya.
Asisten Deputi Bidang Kerja sama Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan Nur Indah Yuliaty mengungkapkan pembiayaan atau nilai ganti klaim untuk rumah sakit kapal disetarakan dengan Rumah Sakit Kelas C.
"Jadi untuk pendanaan atau pembiayaan nilai ganti dari pelayanan kesehatan di rumah sakit kapal, itu kita menyetarakannya dengan rumah sakit kelas C," jelasnya di lokasi yang sama.
Indah melanjutkan bahwa tarif yang diberlakukan bukan sekadar tarif dasar RS Kelas C, melainkan menggunakan standar tarif regional tertinggi. Hal ini dilakukan untuk menjamin keberlangsungan operasional fasilitas kesehatan yang beroperasi di medan yang sulit.
"Nah itu khusus untuk Daerah Belum Tersedia Fasilitas Kesehatan Memenuhi Syarat (DBTFMS), kebijakannya adalah penyetaraannya dengan rumah sakit kelas C dan regionalnya adalah regional yang tertinggi," tandasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News