kisah dian widianto lulusan ugm beternak dan kembangkan kelompok ternak di tegal - News | Good News From Indonesia 2025

Kisah Dian Widianto Lulusan UGM: Beternak dan Kembangkan Kelompok Ternak di Tegal

Kisah Dian Widianto Lulusan UGM: Beternak dan Kembangkan Kelompok Ternak di Tegal
images info

Kisah Dian Widianto Lulusan UGM: Beternak dan Kembangkan Kelompok Ternak di Tegal


"Rumah tangga di desa kalau memelihara lima ekor saja, maka setiap kebutuhan mendadak bisa diatasi dengan menjualnya," kata Dian.

Dian Widianto adalah lulusan S1 dan S2 Pertanian Universitas Gadjah Mada. Di Desa Kemuning, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, Dian mengelola peternakan domba yang jumlahnya mencapai puluhan. Dulu, domba hanya berjumlah11 domba sebelum akhirnya perkembang biak.

“Saya memulai usaha ini pada tahun 2011, segera setelah menamatkan studi di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,” katanya, dikutip dari Kementerian Pertanian.

baca juga

Dian memang tertarik di dunia peternakan. Sebelum beternak domba, ia lebih dulu pernah mencoba beternak ayam broiler. Ia kemudian beralih mengembangbiakkan domba setelah melihat peluang yang jauh lebih besar.

Tegal adalah salah satu wilayah dengan konsumsi sate domba tertinggi di Jawa Tengah. Pada kondisi normal, kebutuhan dombanya mencapai 400 ekor per hari. Angka ini bisa naik hingga 600 ekor pada akhir pekan. 

Tingginya permintaan ini membuka peluang besar bagi peternak rumahan. Dari peluang itu pula Dian mulai membangun usahanya.

“Saya memutuskan beternak karena potensi dan peluang sangat besar dan menjanjikan,” katanya.

baca juga

Perjalanan Dian tidak singkat. Tiga tahun pertama ia fokus membesarkan domba dan kambing, sebelum akhirnya menambah populasi ternak sapi. Kini, di kandang, setidaknya terdapat sekitar 62 ekor kambing dan 310 ekor domba. 

Dian juga membangun peternakan dengan sistem terintegrasi mulai dari pembibitan, pembesaran, hingga penggemukan. Bahkan, proses penyembelihan dan pemasaran produk pun ia kelola sendiri.

“Karena saya memiliki usaha daging dan warung sate. Sebagian ternak dijual dalam bentuk karkas, sebagian lagi diolah menjadi sate Tegal, kuliner yang khas dan menjadi identitas daerah kami,” jelasnya.

baca juga

Teknik Beternak: Dian Memilih Pakan Hijau 

Dalam hal pakan, Dian memilih jagung dan hijauan sebagai pakan utama. Ia menghindari ketergantungan penuh pada konsentrat, pakan buatan yang padat nutrisi. Secara ekonomi, pakan hijau dinilai lebih terjangkau.

Pakan hijau itu bisa berupa rumput, daun, atau tanaman pakan.Menurutnya, pakan hijau dapat menekan biaya produksi, karena tidak terpengaruh inflasi dan hanya membutuhkan tenaga kerja untuk pemotongan dan pengangkutan.

“Yang penting adalah biaya produksi tidak mengalami kenaikan,” tegasnya.

baca juga

Saat proses penggemukan, Dian memilih memanfaatkan pakan jagung. Pakan ini dapat menjadi sumber energi bagi proses penggemukan, memberi rasa daging yang lebih manis dan cocok untuk sate.

Menurut Dian, penggunaan jagung pada fase penggemukan memberi pengaruh pada cita rasa daging, terutama untuk kuliner sate Tegal.

Pelopori Kelompok Ternak

Di Kemuning, banyaknya warga yang memelihara ternak. Dian lantas mulai memikirkan agar para peternak ini memiliki wadah. Pada 2019, ia mengundang para peternak di desanya untuk bermusyawarah.

Dalam pertemuan itu, Dian mempertanyakan, mengapa kebutuhan ternak untuk sate di Tegal masih harus dipenuhi dari luar daerah, sementara warga di Desa Kemuning sebenarnya memelihara ternak dalam jumlah besar?

Menurutnya, ketika pasokan didatangkan dari luar, maka keuntungan justru dinikmati peternak luar daerah. Padahal, jika produksi dikelola dan dikoordinasikan dengan baik, desa sendiri bisa menjadi pemasok utama. Dari pemikiran itulah muncul gagasan membentuk kelompok ternak yang terorganisasi.

baca juga

Musyawarah itulah yang menjadi titik awal lahirnya Kelompok Ternak Domba Berkah. Melalui kelompok ini, mereka bisa saling bertukar informasi, menyamakan standar pemeliharaan, hingga mengatur pola suplai agar lebih stabil.

Dian ingin desanya menjadi desa mandiri pangan. Baginya, ternak bukan hanya komoditas, tetapi fondasi ekonomi desa: sumber pendapatan pokok bagi keluarga, penyedia pupuk organik untuk pertanian, sekaligus motor penggerak kemandirian pangan warga.

Gunakan Sistem Peternakan Komunal

Setelah tercetus kelompok ternak, mereka mengembangkan kandang komunal yang dinamakan Kandang Domba Berkah.

Kandang komunal adalah model yang dirancang agar beberapa peternak menempatkan hewan ternaknya di satu lokasi, dikelola bersama, dan berbagi tenaga operasional. Model ini dinilai efektif menekan biaya, mempercepat transfer keterampilan, dan meningkatkan konsistensi kualitas ternak. 

Kandang Domba Berkah menempati lahan sewa desa seluas 1.700 meter persegi. Pemerintah Desa Kemuning menyewakan aset desa agar lebih produktif. Bupati Umi menyebut pola ini sebagai bentuk simbiosis mutualisme karena kedua pihak sama-sama diuntungkan.

baca juga

Sekarang, kelompok Domba Berkah memiliki 22 anggota, masing-masing memelihara sekitar 20 ekor domba. 

“Di Domba Berkah ini kami ada 22 orang dan semuanya warga Kemuning. Masing-masing anggota memiliki sekitar 20 ekor domba,” katanya, dikutip dari Setda Kab Tegal.

Menariknya, kelompok ini juga membuka pelatihan gratis. 

“Tentu kami sangat senang dan biayanya gratis,” kata Dian. 

baca juga

Jadi Percontohan Kampung Ternak

Pada tahun 2021, Desa Kemuning ditetapkan sebagai percontohan Kampung Ternak. Sebab, Hampir setiap rumah di desa tersebut memiliki kandang kambing atau domba. 

Skalanya pun beragam, ada yang memelihara tiga ekor sekadar untuk tabungan keluarga, ada yang memiliki 50 ekor sebagai usaha sampingan, hingga ada pula yang memelihara ratusan ekor sebagai usaha utama.

baca juga

Dampak Sosial Ekonomi: Dari Desa Kemuning untuk Tegal

Perjalanan Dian tidak hanya memberi manfaat bagi dirinya. Ia ingin membangun desa mandiri pangan.

Menurutnya, jika satu rumah tangga memelihara lima ekor domba saja, kebutuhan mendadak bisa tertutupi dengan menjual satu ekor.

“Rumah tangga di desa kalau memelihara lima ekor saja, maka setiap kebutuhan mendadak bisa diatasi dengan menjualnya,” tegasnya.

Dari pengalamannya selama 11 tahun, Dian melihat beternak adalah peluang besar bagi generasi muda desa. Pendapatan minimal bisa mencapai dua kali UMR jika dikelola pada skala ekonomis. 

baca juga

“Minimal mulai dengan 15 ekor indukan,” sarannya. 

Dalam dua tahun, jumlah itu bisa berkembang menjadi 50 ekor aset ternak. Yang menarik, pekerjaan ini juga bersifat fleksibel. 

“Mengelola 50 ekor paling hanya butuh waktu empat jam sehari,” ujarnya. 

Sisanya dapat digunakan untuk pekerjaan lain, belajar, atau membangun usaha baru.

Selain beternak, Dian juga mengolah limbah ternak menjadi pupuk organik. Kotoran yang menumpuk di bawah kandang dibersihkan kemudian diolah menjadi pupuk organik berkualitas tinggi. Siklus itu membuat petani di desanya tidak perlu bergantung pada pupuk kimia. 

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.