Baru usia 24 tahun, Muhammad Difa Ash Shadiq telah memiliki peternakan domba. Lulusan Teknik Mesin Universitas Negeri Surabaya itu pada awalnya hanya memelihara 40 ekor domba. Kini, ia memiliki 250 ekor domba dan bekerja dengan 4 mitra breeding dan fattening.
Sebagai lulusan teknik, beternak bukanlah tujuan utamanya sesuai kuliah. Difa sempat bekerja di Barito Kuala selama satu tahun. Ia juga pernah bekerja di Yogyakarta, tepatnya di sebuah perusahaan manufaktur. Kariernya terlihat stabil. Akan tetapi, pandemi Covid-19 membuatnya memilih pulang kampung dan memulai usaha peternakan.
Sebelum masuk kandang, ia berkeliling untuk belajar tentang dasar-dasar beternak domba. Ia menimba ilmu di banyak tempat, mulai dari Kediri, Tulungagung, Blitar, Nganjuk, Banyuwangi, Yogyakarta hingga Bogor.
Awalnya 40 Ekor dan Pakan Rumput Budidaya
Pada 2023, Difa membuka peternakan kecil di Tuwel, Dukuh Babakan, Bojong, Tegal. Ia menamainya Baiti Jannati Farm, lengkap dengan slogan “Bismillah Sukses Berjamaah.”
Ia memulai beternak dengan 40 ekor domba dan pakan berupa rumput yang ia tanam sendiri. Usahanya dibangun dengan metode breeding domba cross. Tujuannya adalah agar gen domba lebih unggul dari lokal.
Akan tetapi, segala usaha tidak pernah lepas dari kegagalan, begitupun Difa. Ia pun pernah mengalami kerugian besar.
“Saya pernah mengalami kerugian total Rp20 juta karena ditipu oleh supplier pakan. Hal itu sempat membuat saya merasa down,” ujarnya.
Bangkit dengan Sistem Terpadu
Setelah melewati kerugian itu, ia terus mengevaluasi memperbaiki cara kerja. Ia menerapkan integrated farming system, yakni sistem peternakan terpadu yang memungkinkan satu sumber daya bisa dimanfaatkan sepenuhnya.
Kotoran ternak tidak dibuang tapi dijadikan kompos. Sementara itu, rumput pakan ditanam ulang dengan bantuan kompos dari limbah ternak. Pakan diatur sehingga proses penggemukan (fattening) berjalan efisien. Sistem ini dinilai lebih terjangkau bahkan hasil lebih stabil.
Dari sana, ternak Difa mulai berkembang. Ia menambah tenaga kerja hingga delapan orang. Populasi domba pun meningkat menjadi 250 ekor. Ia juga membina empat mitra breeding dan fattening.
Kolaborasi Antar Usaha
Pada 2025, Difa memiliki pasar tetap. Sebuah warung sate kambing di Tegal membutuhkan suplai domba.Dalam seminggu, ia bisa mengirim 3 sampai 5 ekor domba, tergantung permintaan.
Sumber pendapatan baru muncul ketika ia mulai mengolah kotoran domba menjadi kompos organik. Permintaannya tinggi, terutama di Bumijawa yang dikenal dengan lahan sayurnya. Produksi kompos Baiti Jannati Farm kini mencapai 300–400 kantong per bulan.
“Ternyata dari pupuk bisa untuk perputaran operasional harian dan masih ada tabungan untuk biaya cadangan,” ujar Difa.
Belajar Bisnis Lewat Wirausaha Pemuda dan Rencana Hilirisasi Domba
Difa tidak gampang puas. Pada 2024, ia mengikuti Program Wirausaha Pemuda. Dari program ini, ia belajar tentang manajemen usaha.
“Saya mengikuti Wirausaha Pemuda tahun 2024 dan alhamdulillah lolos sampai Top 28,” katanya.
Dari situ, ia memperluas kandang, menambah unit penggemukan, dan mulai serius mengatur perputaran harian melalui trading.
Setahun kemudian, ia kembali dipanggil dalam program serupa dan dinobatkan sebagai Bos Muda 2025. Penghargaan itu diberikan di Taman Rakyat Slawi Ayu dan ia menerima Rp15 juta.
Uang penghargaan itu ia siapkan untuk membuka Kedai Hilirasi. Rencananya kedai itu akan menjadi tempat makan yang menyajikan aneka menu berbahan domba dari kandangnya sendiri. Menu yang disiapkan mulai dari sate, sop, tengkleng, hingga nasi kebuli.
“Saya menargetkan Kedai Hilirasi mulai buka awal tahun 2026,” tuturnya.
Baginya, usaha hilirisasi adalah cara memperpanjang nilai usaha peternakan. Tidak hanya menjual hewan, tetapi mengolahnya hingga siap santap.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News