Gerbang masuk Gedung Sate yang menjadi pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat dipercantik dengan arsitektur baru, yaitu sentuhan bernuansa Candi Bentar. Pembangunan gerbang yang menelan anggaran hingga Rp 3,9 miliar ini menuai pro dan kontra.
Sebagian kalangan menilai candi bentar tidak ada kaitannya dengan filosofi kesundaan. Tetapi ada juga yang mendukung karena menganggap Candi Bentar sebagai salah satu arsitektur khas Nusantara.
Tapi apa sih itu Candi Bentar? Dinukil dari Wikipedia, Candi Bentar adalah sebutan bagi bangunan gapura berbentuk dua bangunan serupa dan sebangun tetapi merupakan simetri cermin yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk yang berasal dari arsitektur Jawa. Candi bentar tidak memiliki atap penghubung di bagian atas, sehingga kedua sisinya terpisah sempurna, dan hanya terhubung di bagian bawah oleh anak tangga.
Bangunan ini lazim disebut gerbang terbelah karena bentuknya seolah-olah menyerupai sebuah bangunan candi yang dibelah dua secara sempurna. Bangunan gapura tipe ini terutama banyak dijumpai di Pulau Jawa, Bali dan Lombok.
Bangunan gerbang terbelah seperti ini muncul pertama kali pada zaman Majapahit. Di kawasan bekas Kesultanan Mataram di Jawa Tengah dan Yogyakarta gerbang semacam ini juga disebut dengan "supit urang" ("capit udang"), seperti yang terdapat pada kompleks Keraton Solo, Keraton Yogyakarta, dan Pemakaman raja-raja Imogiri.
“Candi Bentar merupakan gerbang untuk memasuki candi yang paling sakral yang biasanya berada di area paling dalam dari sebuah kompleks candi. Bentuknya ada yang candi dibelah dua tanpa penghubung, ada juga yang candi dibelah dua dengan penghubung berupa atap,” tulis Umi Muyasaroh dalam studi berjudul 'Perkembangan Makna Candi Bentar di Jawa Timur Abad ke 14-16' yang dimuat dalam jurnal Avatara, volume 3, no. 2, Juli 2015.
Warisan yang berlanjut hingga ke Mataram Islam
Dinukil dari artikel berjudul 'Kilas Balik Candi Bentar dalam Kuliah Umum' dari situs Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dikatakan bahwa Candi Bentar merupakan bangunan candi berbentuk gapura.
"Candi bentar merupakan bangunan candi berbentuk gapura yang terbelah secara sempurna tanpa penghubung pada bagian atas dan telah ditemukan pada masa Hindu-Budha, yaitu pada masa Majapahit yang kemudian berkelanjutan pada masa Islam." tulis situs itu.
Dijelaskan saat Walisanga menyebarkan Islam di nusantara, Candi Bentar masih ada. Bahkan, Candi Bentar juga dapat ditemukan di kompleks pemakaman para wali.
Umi Muyasaroh dalam studi berjudul 'Perkembangan Makna Candi Bentar di Jawa Timur Abad ke 14-16' mengungkapkan pada masa Islam, bangunan candi bentar masih dapat ditemukan pada komplek makam Islam yang diantaranya yaitu pada makam Sunan Giri, Sendang Duwur, Sunan Drajad dan Kudus.
“Makam Sunan Giri dahulunya merupakan tempat pembakaran jenazah yang kemudian menjadi komplek makam dan komplek masjid. Gapura yang ada di Sunan Giri sudah rusak, namun masih dapat diidentifikasi bahwa bentuk gapura tersebut memiliki pola yang sama dengan Candi Bentar Wringin Lawang." tulisnya.
Gaya arsitekturnya dibawa ke Cirebon
Setelah masa Majapahit, Kesultanan Demak melanjutkan tradisi pembangunan Candi Bentar. Kesultanan ini juga menjalin hubungan erat dengan Cirebon.
Hubungan itu tentu membawa pengaruh termasuk dalam arsitektur. Candi Bentar dapat ditemukan di Cirebon.
Di Cirebon sendiri, keberadaan gapura khas yang bangunan kiri-kananya serupa tersebut berkaitan dengan sejarah Kerajaan Majapahit dan Demak. Kesultanan Cirebon saat itu sangat dekat dengan Demak.
"Terlepas disadari atau tidak, Cirebon sejatinya tak bisa melepaskan diri dari Demak. Buktinya ada Candi Bentar di Cirebon," kata budayawan dan pemerhati sejarah Cirebon, Jajat Sudrajat yang dimuat Detik.
Jajat melihat Candi Bentar yang masih digunakan Cirebon sebagai gerbang utama atau gapura itu merupakan penghormatan terhadap leluhur. Jajat tak menampik arsitektur Candi Bentar masih bercorak Majapahit.
Candi Bentar yang digunakan sejak era Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah. Awalnya digunakan digunakan di Dalem Agung Pakungwati. Kemudian berkembang, Sunan Gunung Jati pun menggunakan Candi Bentar saat membangun Keraton Pakungwati.
"Demak itu pewaris Majapahit. Cirebon menghargai dan menghormati leluhurnya. Tanpa leluhur, kita tidak pernah ada," kata Jajat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News