Lahirnya si ular besi di bumi Minangkabau tak lepas dari pengaruh pemerintah kolonial di masa lalu. Lebih dari seabad lalu, Belanda membangun Stasiun Pulau Aie alias Stasiun Pulau Air di Kota Padang yang di masa kini ikut menghidupkan denyut nadi wisata sejarah dan mempermudah konektivitas masyarakat menuju daerah sekitarnya.
Stasiun Pulau Aie adalah stasiun pertama di Sumatra Barat yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda di tahun 1891. Pembangunan stasiun ini bertujuan untuk mempermudah mobilisasi dari Padang ke Padang Panjang di masa lalu.
Dibangun oleh Sumatra Staatspoorwegen—anak usaha Staatspoorwegen (SS)—pembuatan jaringan kereta api di kota ini tak lepas dari ditemukannya tambang batu bara di Ombilin, Kota Sawahlunto pada 1868. Akhirnya, Pemerintah Hindia Belanda membuka jalur kereta api dan stasiun untuk mengangkut batu bara.
Selain membawa batu bara, jalur ini juga dipakai untuk membawa hasil kebun dan penumpang menuju Pelabuhan Muaro dan Emmahaven (saat ini menjadi Pelabuhan Teluk Bayur). Menyadur dari situs indonesia.go.id milik Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI, jalur kereta api itu bermula di Stasiun Pulau Aie ke Padang Panjang sejauh 70 km, berlanjut ke Kota Bukittinggi sepanjang 90 km.
Stasiun Mati yang Hidup Kembali

Stasiun Pulau Aie saat belum direaktivasi. Tampak rusak dan tidak terurus | Wikimedia Commons/Haryabay
Stasiun Pulau Aie sempat mati suri selama 44 tahun, terhitung sejak tahun 1977 hingga 2021. Selama lebih dari empat dekade, stasiun ini terbengkalai. Lalu, tepat pada 10 Februari 2021, Stasiun Pulau Aie resmi beroperasi kembali.
Sebelum direaktivasi, stasiun ini tampak menyedihkan. Bangunannya tak terurus. Tembok kusam, atap sengnya sudah berkarat hebat, ilalang tinggi juga banyak tumbuh, seakan berebut untuk menutupi bangunan bersejarah itu hingga membuat stasiun itu tak sedap dipandang.
Bahkan, bekas-bekas relnya sampai tidak tampak di permukaan tanah. Konon, karena tidak terurus, ada yang sampai hati untuk mencuri besi-besi rel itu.
Setelah nyaris setengah abad mati, kini Stasiun Pulau Aie hidup kembali. Stasiun ini melayani kereta api Minangkabau Ekspres tujuan Bandara Internasional Minangkabau (BIM).
Letak Stasiun Pulau Aie sangat strategis karena berada di tengah kota. Selain itu, stasiun ini juga mempermudah akses menuju beberapa destinasi populer di Kota Padang yang bisa dinikmati pelancong.
Saking bersejarahnya, Stasiun Pulau Aie sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kota Padang. Stasiun ini juga masuk dalam jaringan Kereta Api Pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur)-Sawahlunto yang diakui sebagai salah satu situs warisan dunia UNESCO.
Stasiun Pulau Aie dioperasikan oleh Divisi Regional (Divre) II Sumatra Barat. Total biaya untuk mereaktivasi kawasan tersebut diperkirakan mencapai Rp40 miliar.
Setelah diperbaiki, stasiun itu sudah ditambahkan berbagai fasilitas penunjang untuk penumpang, seperti area parkir, musala, ruang khusus laktasi, toilet, hingga jalur yang ramah disabilitas. Tak hanya itu, ada peron baru yang dibangun untuk mempermudah penumpang yang akan naik atau turun dari kereta api.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News