“Orang di kota tuh semuanya harus rapi. Kalau kitanya kelihatan kumal, mana ada yang mau terima kita kerja,” kata Dewi.
Di lingkungan kota penampilan sering menjadi penilaian pertama. Penampilan dianggap sebagai modal awal sebelum orang melihat kemampuan, karakter, atau keterampilan kita. Ini berlaku terutama dalam dunia kerja, layanan publik, atau interaksi profesional.
Dewi bukanlah nama sebenarnya. Dewi hanyalah tokoh fiksi yang mungkin merepresentasikan pandangan kita mengenai kehidupan kota.
Tokoh Dewi dalam film pendek Mulih Ka Jati, Mulang Ka Asal garapan pemuda Cigombong hadir untuk mewakili manusia modern di kalangan masyarakat desa. Pemuda yang merasa bangga telah menjadi bagian dari masyarakat kota. Pemuda yang mampu beradaptasi di kota dan menghidupi diri sendiri.
“Kota bukan sekedar mimpi, kota adalah sebuah panggilan,” imbuh Dewi.
Tidak hanya Dewi, Raka juga dihadirkan untuk menggambarkan tentang ambisi anak desa yang ingin sukses di kota. Baginya, kota adalah bagian dari keinginan yang harus dikejar, dan orang tidak akan maju tanpa mengadu nasib ke kota.
“Sekarang jika Raka hanya diam di sini, Raka enggak akan maju,” tegas Raka.
Isi Cerita Film Mulih Ka Jati Mulang Ka Asal
Film Mulih Ka Jati Mulang Ka Asal merupakan sebuah film pendek yang lahir dari kerja kolektif sineas muda Cigombong, Bogor. Ceritanya mengambil latar kehidupan pedesaan di kaki Gunung Salak dan menggambarkan pergulatan batin anak muda tentang pilihan antara kampung halaman yang penuh akar budaya atau kota yang menjanjikan masa depan lebih terang.
Kisah ini berpusat pada Raka, seorang pemuda desa yang diam-diam menyimpan mimpi merantau. Raka berada di titik bimbang apakah harus tetap tinggal demi keluarga, atau berani pergi untuk mengejar sesuatu yang dianggapnya lebih menjanjikan?
Falsafah Sunda “Mulih Ka Jati Mulang Ka Asal” menjadi ruh utama cerita. Ini adalah semacam dorongan untuk kembali pada jati diri.
Dengan gaya visual yang cenderung statis dan dialog yang minim, Mulih Ka Jati Mulang Ka Asal tidak menawarkan jawaban. Film ini justru memberi ruang bagi penonton untuk menemukan makna sendiri. Apakah pulang dalam pengertian umum? Atau justru kembali kepada nilai, akar, dan identitas yang mulai terlupakan?
“Film ini tidak ingin saya niatkan sebagai ajakan moral, apalagi sebagai ceramah klise tentang pentingnya mempertahankan tradisi. Saya justru ingin film ini berjalan seperti sebuah puisi. Sebuah puisi yang tidak selalu memberi jawaban, tapi mengundang kita untuk duduk diam dan mendengarkan,” kata Moch Aldy MA, sang sutradara.
Pada akhirnya, film ini ingin menunjukkan bahwa setiap perjalanan manusia, sejauh apa pun, selalu memiliki jalan pulang. Entah kepada rumah, keluarga, atau jati diri.
“Saya pikir, banyak pemuda/i Sunda yang bisa menemukan kepingan dirinya sendiri dalam diri Raka,” ungkap Aldy.
Proses penggarapan film ini dilakukan sepenuhnya di desa Cigombong dan melibatkan seluruh kru serta pemeran dari warga tersebut. Film ini bukan sekadar cerita. Ini merupakan gerakan budaya, usaha sadar untuk merekam hal-hal yang akrab, dan yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Cigombong.
Kemenangan Telak Mulih Ka Jati, Mulang Ka Asal

Cigombong raih juara dalam Festival Film Kabupaten Bogor
Film Mulih Ka Jati, Mulang Ka Asal sukses membawa kemenangan dalam Festival Film Kabupaten Bogor 2025. Ajang ini digagas oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bogor dan didukung Karang Taruna serta KNPI.
Dengan konsep “Satu Kecamatan, Satu Film”, festival ini menjadi ruang ekspresi bagi anak-anak muda dari berbagai kecamatan. Sebanyak 23 kecamatan ikut serta dan menghasilkan 15 film yang telah lolos lembaga sensor.
Dari puluhan peserta, Kecamatan Cigombong masuk ke dalam beberapa nominasi, di antaranya: Sutradara Terbaik, Kameramen Terbaik, Penulis Cerita Terbaik, dan Penyunting Gambar Terbaik
Kecamatan tersebut sukses membawa dua penghargaan, yakni Kameramen Terbaik dan Film Terbaik 1. Kemenangan ini menegaskan potensi besar sineas muda di tingkat kecamatan.
Casting dan Sambutan Hangat dari Masyarakat
Tidak hanya sineas, Festival Film Kabupaten Bogor juga membuka peluang lebih bagi pemuda kecamatan untuk unjuk gigi di bidang seni peran. Cigombong misalnya, mereka membuka casting aktor untuk menjaring pemuda potensial dari berbagai desa.
Mereka menyebarkan informasi open casting untuk mendapatkan para pemeran terbaik. Cara ini dilakukan agar menarik keterlibatan para pemuda secara inklusif.
“Kecamatan Cigombong barangkali adalah salah satu (atau mungkin satu-satunya) kecamatan yang mengadakan casting terbuka untuk talent filmnya. Kami bahkan mendatangi SMAN 1 Cigombong untuk bekerja sama dalam mengorbitkan talent dari ekstrakulikuler teater. Ajaibnya, meskipun talent yang kami butuhkan hanya 4 orang tetapi yang daftar ada sekitar 63. Artinya antuasiasme masyarakat begitu luar biasa,” jelas Aldy.
Menariknya, meskipun kriteria yang dicari adalah remaja, banyak orang tua yang tetap mendaftar. Tetapi pada akhirnya, hal itu justru membuktikan dukungan dan sambutan hangat dari masyarakat luas.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News