sama sama ada daunnya mengapa kebun sawit tak bisa menggantikan hutan - News | Good News From Indonesia 2025

Sama-sama Ada Daunnya, Mengapa Kebun Sawit Tak Bisa Menggantikan Hutan?

Sama-sama Ada Daunnya, Mengapa Kebun Sawit Tak Bisa Menggantikan Hutan?
images info

Sama-sama Ada Daunnya, Mengapa Kebun Sawit Tak Bisa Menggantikan Hutan?


Keberadaan kebun sawit tidak bisa menggantikan hutan. Mulai dari kempuan menyerap karbon, memberi daya dukung lingkungan, hingga posisinya sebagai bagian dari budaya masyarakat setempat, kebun sawit dan hutan jelas berbeda.

Persoalan apakah kebun sawit bisa menggantikan hutan menyeruak menyusul bencana banjir yang melanda sejumlah daerah di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat belakangan ini. Banyak pula yang mengungkit ucapan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong agar kebun sawit di Indonesia diperluas tanpa perlu takut deforestasi.

Menurut Prabowo, pernyataan bahwa lahan sawit menyebabkan deforestasi seperti yang kerap ditudingkan adalah hal keliru. Sebab, pohon kelapa sawit juga menyerap karbondioksida.

"Namanya kelapa sawit ya pohon, iya kan? Kelapa sawit itu pohon, ada daunnya kan? Ya dia menyerap karbondioksida," ujar Prabowo dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, di Jakarta, Senin (30/12/2024) lalu.

Padahal, kebun sawit jelas tidak bisa menggantikan hutan. Dalam hal penyerapan karbon misalnya, kemampuan keduanya berbeda. Pohon-pohon sawit yang ditanam dengan jarak tertentu tentu tidak mungkin mampu menyerap karbon dengan kapasitas yang sama dibandingkan hutan yang jarak antarpohonnya lebih rapat.

Saat kebun sawit dibuka saja, prosesnya bahkan sudah menghasilkan banyak emisi karbon, terutama saat lahan gambut dibakar. Parahnya lagi, proses ini bisa sampai menyebabkan kebakaran hutan dan kabut asap. Hilangnya pohon-pohon yang jadi "korban" pembabatan pun akhirnya ikut melepas karbon yang selama ini tersimpan ke atmosfer.

Menggantikan hutan dengan kebun sawit juga berarti mengurangi kemampuan penyerapan air di tanah karena pohon sawit memiliki akar yang relatif pendek. Saat pohon-pohon di hutan dengan panjang akar yang beragam digantikan satu jenis tanaman sawit, maka tak heran apabila banjir jadi lebih rawan terjadi.

Keunggulan lainnya dari hutan adalah kemampuannya untuk menjadi ruang kehidupan bagi berbagai makhluk hidup. Bagi hewan dan tumbuhan, hutan menyediakan keanekaragaman hayati yang mustahil eksis di lahan monokultur yang hanya berisi satu jenis tanaman.

Bagi manusia sendiri, hutan kerap jadi bagian tak terpisahkan dari kebudayaannya. Masyarakat adat di Papua misalnya, mengibaratkan hutan sebagai ibu mereka karena hutan senantiasa menyediakan kebutuhan hidup mereka.

baca juga

Hilangnya Hutan Bikin Sumatra Banjir, Apa yang Perlu Dilakukan?

Hilangnya hutan adalah salah satu biang banjir di Sumatra saat ini. Menurut Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM, Hatma Suryatmojo, cuaca ekstrem hanyalah pemicu awal. Sementara itu, rusaknya ekosistem hutan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menghilangkan daya dukung dan daya tampung ekosistem hulu untuk meredam curah hujan tinggi sehingga kondisi jadi semakin parah.

Dijelaskan Hatma, hutan mampu menahan dan menampung air di tajuk (intersepsi) sebanyak 15-35% dari hujan. Sementara permukaan tanah memasukkan air ke dalam tanah (infiltrasi) hingga 55 persen dari hujan. Artinya, limpasan permukaan (surface runoff) yang mengalir ke badan sungai hanya tersisa 10-20 persen saja. Hutan juga mampu mengembalikan air ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi yang bisa mencapai 25-40 persen dari total hujan.

"Dengan demikian, hutan menjaga keseimbangan siklus air, mencegah banjir di musim hujan sekaligus menyediakan aliran dasar saat musim kering. Sebaliknya, ketika hutan hulu rusak atau gundul, siklus hidrologi alami itu ikut terganggu dan semua fungsi hutan berpotensi hilang," ujar Hatma dalam dalam keterangan tertulis UGM.

Lantas, apa yang perlu dilakukan untuk mencegah banjir besar datang kembali? Jawaban nomor satu sudah tentu adalah melindungi hutan dan reforestasi alias penanaman kembali tak hanya dari pembukaan kebun sawit melainkan juga ancaman lainnya seperti pembalakan liar. Perlu diingat, pelestarian hutan juga harus dibarengi langkah lain seperti pembangunan tanggul, pemulihan sempadan sungai, dan normalisasi sungai.

Oleh karena itu, Hatma menyerukan agar pemerintah menegakkan aturan tata ruang berbasis mitigasi bencana dan menghentikan laju deforestasi di kawasan rawan banjir. Sisa hutan di lokasi kritis seperti Ekosistem Leuser di Aceh dan hutan Batang Toru di Sumut wajib dipertahankan karena keberadaannya yang tak tergantikan dalam mencegah banjir bandang. 

“Rehabilitasi lahan kritis dan reforestasi di area tangkapan air strategis juga mendesak dilakukan untuk memulihkan fungsi hutan sebagai pengendali daur air. Selain itu, meningkatkan edukasi dan partisipasi masyarakat lokal dalam menjaga hutan akan memperkuat upaya perlindungan lingkungan jangka panjang,” pungkasnya.

baca juga

 

O

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aulli Atmam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aulli Atmam.

AA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.