Bunga Wijayakusuma (Disocactusanguliger) adalah salah satu spesies kaktus yang unik karena pola mekarnya yang tak biasa.
Tanaman ini juga dikenal dengan sebutan "Queen of the Night" atau "Orchid Cactus" dalam bahasa Inggris, merujuk pada kebiasaannya berbunga di malam hari dan keindahan bunganya yang menyerupai anggrek.
Di berbagai daerah di Indonesia, tanaman ini memiliki sebutan yang beragam. Di Jawa, ia paling dikenal sebagai Wijayakusuma, sebuah nama yang sarat dengan nilai sejarah dan mitologi, khususnya terkait dengan Kerajaan Majapahit dan kesultanan Mataram.
Saat itu, bunga wijayakusuma dianggap sebagai "pusaka" yang melambangkan kejayaan dan kekuasaan. Di beberapa tempat, ia juga disebut sebagai "Bunga Wiku".
Secara taksonomi, Bunga Wijayakusuma diklasifikasikan ke dalam:
- Kingdom: Plantae
- Divisi: Tracheophyta
- Kelas: Magnoliopsida
- Ordo: Caryophyllales
- Famili: Cactaceae
- Subfamili: Cactoideae
- Genus: Disocactus
- Spesies: Disocactusanguliger
Spesies ini sebelumnya sering ditempatkan dalam genus Epiphyllum, namun revisi taksonomi memindahkannya ke genus Disocactus.
Sebagai tanaman epifit, ia hidup menempel pada pohon inang di habitat aslinya tanpa merugikan inangnya, mendapatkan nutrisi dari humus yang terkumpul di lekukan kulit pohon dan air hujan.
Mirip Tanaman Kaktus
Bunga Wijayakusuma memiliki morfologi yang berbeda dari kaktus pada umumnya. Batangnya berbentuk pipih dan memanjang, menyerupai daun, yang sebenarnya adalah cladode atau batang yang mengalami modifikasi untuk melakukan fungsi fotosintesis menggantikan daun.
Cladode ini berwarna hijau, dengan tepi bergerigi atau bergelombang (anguliger berarti "pembawa sudut", merujuk pada bentuk ini), dan dapat tumbuh hingga panjang 20-40 cm. Dari tepi gerigi inilah, kuncup bunga akan muncul.
Bunganya adalah daya pikat utama. Bunga Wijayakusuma berukuran besar, diameter dapat mencapai 15-20 cm. Mahkota bunganya tersusun dari banyak helai yang memanjang, berwarna putih bersih hingga putih kekuningan di bagian dasar.
Bagian dalam bunga terdapat banyak benang sari dan putik yang menjulur. Yang paling menarik adalah aromanya yang harum dan kuat, terutama tercium di malam hari. Mekarnya sangat singkat, biasanya hanya bertahan satu malam hingga menjelang subuh, kemudian layu.
Baca juga Uniknya Pohon Sosis, Tumbuhan dengan Bunga Beraroma Tengik
Mekar di Malam Hari
Keunikan utama Wijayakusuma adalah sifat nokturnalnya. Fenomena ini, yang disebut anthesis nokturnal, merupakan strategi evolusi untuk penyerbukan. Penelitian menunjukkan bahwa bunga yang mekar di malam hari sering kali bergantung pada polinator khusus seperti ngengat atau kelelawar.
Wangi yang kuat dan warna putih yang mencolok dalam cahaya bulan berfungsi sebagai penarik bagi polinator tersebut. Sebuah studi dalam Journal of Pollination Ecology menegaskan bahwa karakteristik seperti ini adalah adaptasi untuk mengurangi kompetisi dengan bunga diurnal dan memanfaatkan polinator malam yang melimpah di habitat aslinya.
Di balik penjelasan ilmiah tersebut, mekarnya Wijayakusuma di malam hari telah melahirkan berbagai mitos dan kepercayaan turun-temurun. Dalam budaya Jawa, bunga ini dikaitkan dengan kisah pewayangan dan kekuasaan raja. Ada kepercayaan bahwa siapa yang menyaksikan mekarnya bunga ini akan mendapat keberuntungan.
Mitos yang paling kuat adalah anggapan bahwa bunga Wijayakusuma adalah bunga keramat yang hanya mekar pada malam tertentu dan diyakini sebagai kendaraan Bathari Durga atau lambang wahyu keprabon (wahyu kerajaan). Kepercayaan ini membuatnya sangat dihormati dalam tradisi keraton Jawa.
Tumbuh di Hutan Tropis
Bunga wijayakusuma tumbuh di hutan tropis yang lembab, hidup sebagai epifit di cabang-cabang pohon. Kondisi ini memberikan petunjuk penting untuk perawatannya di luar habitat asli.
Tanaman ini menyukai media tanam yang sangat porous dan kaya bahan organik, seperti campuran pakis cacah, kompos, dan perlite yang meniru humus di pepohonan hutan. Drainase harus sangat baik untuk mencegah pembusukan akar.
Perawatan kuncinya adalah meniru kondisi habitat aslinya. Wijayakusuma membutuhkan cahaya terang tetapi tidak langsung (teduh parsial). Paparan sinar matahari penuh dapat menyebabkan cladode menguning atau terbakar.
Penyiraman dilakukan secara teratur saat media terasa kering, tetapi dikurangi secara signifikan pada musim hujan atau saat suhu dingin untuk memicu pembungaan. Pemupukan dengan pupuk seimbang (seperti NPK 10-10-10) yang rendah nitrogen dan diberikan selama musim tumbuh akan mendukung pembentukan kuncup bunga.
Faktor kritis untuk memunculkan bunga adalah memberikan periode "stress" yang tepat, biasanya dengan mengurangi penyiraman dan memberikan perbedaan suhu antara siang dan malam (termoperiodisme). Suhu malam yang lebih sejuk sering menjadi pemicu inisiasi bunga.
Dengan perawatan yang tepat dan kesabaran, tanaman ini akan memberikan pertunjukan mekarnya yang menakjubkan, meski hanya sesaat, menjadi bukti nyata keajaiban adaptasi alam.
Baca juga Anggrek Hantu dari Papua, Bunga Unik yang Punya Kemampuan Adaptasi Super
https://youtu.be/sjHIc06AjiI?si=JkYPw8BKqdHYwcAV
Referensi:
1. Anderson, E.F. (2001). *The Cactus Family*. Timber Press.
2. Moffett, L. (2019). "Nocturnal Pollination Syndromes: A Review". Journal of Pollination Ecology, 25, 148-160.
3. Royal Botanic Gardens, Kew. (2023). Plants of the World Online: Disocactus anguliger.
4. National Gardening Association. (2022). Epiphyllum (Orchid Cactus) Care Guide.
5. Heursel, J. (2000). The Epiphyllum Handbook. British Cactus and Succulent Society.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News