Kawan GNFI, pernahkah terlintas pertanyaan di benakmu: mungkinkah lemon yang asam tiba‑tiba terasa manis tanpa tambahan gula? Atau, bagaimana cuka apel yang biasanya bikin mengernyit bisa terasa lebih ramah di lidah hanya beberapa detik setelah makan satu buah kecil?
Fenomena yang tampak “melawan naluri lidah” ini bukanlah trik sulap. Kamu bisa melakukan hal "ajaib" itu dengan memakan miracle fruit (Synsepalum dulcificum), tanaman asal Afrika Barat yang menyimpan protein unik bernama miraculin, modifikator rasa yang bekerja melalui prinsip kimia pangan (Diyapaththugama et al., 2024).
Jejak Tradisi yang Memantik Rasa Ingin Tahu Ilmiah
Selama berabad‑abad, masyarakat Afrika Barat memakan miracle fruit sebelum menyantap makanan asam agar sensasinya berubah menjadi manis. Kebiasaan ini kemudian ditelusuri oleh ilmuwan.
Mereka menemukan bahwa miraculin bukan pemanis langsung, melainkan taste modifier yang memengaruhi cara reseptor manis di lidah merespons rangsangan sehingga pesan rasa yang diterima otak ikut berubah (Akinmoladun et al., 2020).
Miraculin: Protein 'Diam' yang Menunggu Momen

ilustrasi makan buah lemon | Foto: Freepik/mdjaff
Saat pertama kali masuk ke mulut, miraculin tidak memberi rasa manis. Ia menempel pada reseptor manis (T1R2–T1R3) tanpa mengaktifkannya. Pada fase ini, ia seperti “menyiapkan posisi” di permukaan lidah (Diyapaththugama et al., 2024). Miraculin baru “beraksi” ketika lingkungan mulut menjadi asam, misalnya setelah Kawan GNFI memakan lemon atau meneguk minuman fermentasi.
Pemantik utamanya adalah pH rendah dan ion H⁺. Begitu pH turun, terjadi perubahan bentuk (konformasi) pada kompleks miraculin–reseptor. Bagian karbohidrat dari miraculin lalu mengaktifkan T1R2/T1R3, mengirim sinyal manis ke otak tanpa ada gula (Rodrigues et al., 2016).
Karena itu, efek manis muncul kuat pada makanan atau minuman ber‑pH rendah, sedangkan pangan ber‑pH netral, seperti cokelat atau keripik asin, umumnya tidak berubah rasanya (Diyapaththugama et al., 2024).
Ringkasnya:
- Miraculin menempel pada reseptor manis.
- Makanan asam membawa H⁺ ke mulut.
- H⁺ “mengubah” bentuk miraculin agar aktif.
- Reseptor T1R2–T1R3 mengirim sinyal manis.
- Otak membaca “manis”, meski tanpa gula tambahan.
Ketika Otak Menerima Pesan Manis

ilustrasi buah stroberi dan yoghurt | Foto: Freepik
Begitu reseptor manis aktif, otak menerima sinyal yang serupa dengan sinyal sukrosa. Otak tidak menelusuri asal sinyal, yang ia kenali hanyalah rasa manis. Alhasil, lemon terasa seperti sirup buah; yoghurt asam serasa dessert segar.
Studi menunjukkan, aktivasi reseptor meningkat saat pH diturunkan sehingga pangan yang lebih asam cenderung memberi efek manis lebih kuat (Diyapaththugama et al., 2024).
Berapa Lama Efeknya Bertahan?
Miraculin menempel cukup kuat pada reseptor manis sehingga efeknya tahan 30 menit hingga sekitar 2 jam. Setelah itu, ketika air liur menetralkan pH dan “mencuci” protein dari permukaan lidah, efeknya memudar.
Ini menegaskan bahwa miraculin tidak mengubah makanan secara fisik, melainkan mengubah cara tubuh kita merespons makanan tersebut (Akinmoladun et al., 2020).
Bukti Sensorik: Dari Lemonade ke Pangan Asam Lain

ilustrasi perasan buah lemon | Foto: Freepik/Kamran Aydinov
Bukti paling mudah dibayangkan datang dari studi sensorik pada minuman limun. Setelah menelan miracle fruit (±300 mg), panelis melaporkan manis meningkat, asam menurun, dan durasi manis lebih panjang. Profilnya bahkan mendekati sucralose, pemanis intens yang umum dipakai industri (Rodrigues et al., 2016).
Review terbaru juga mencatat peningkatan kesukaan pada yoghurt, keju, dan apel; bahkan pada lansia dengan diabetes/prediabetes, miracle fruit membantu menurunkan asupan kalori pada menu bercita rasa asam (Diyapaththugama et al., 2024). Temuan‑temuan ini memperkuat gagasan bahwa modifikasi rasa berbasis pH dapat memberi pengalaman manis tanpa gula tambahan.
Lebih dari 'Trik Rasa': Gizi dan Fitokimia
Miracle fruit tidak berhenti pada sensasi. Buah ini kaya vitamin A, C, E, K, serta flavonoid dan antosianin yang berperan sebagai antioksidan. Penelitian praklinis juga menyinggung potensi antidiabetes (menghambat α‑amilase dan α‑glukosidase), antihiperurisemia (menghambat xanthine oxidase), dan penurunan kolesterol oleh triterpenoid biji (Akinmoladun et al., 2020).
Jadi, di balik kemampuan “mengubah rasa”-nya, miracle fruit membawa nilai gizi dan senyawa bioaktif yang patut dipertimbangkan.
Dari Dapur Hingga Ruang Medis: Peluang Nyata
Di industri pangan, miraculin membuka peluang sebagai pemanis alami tanpa kalori untuk produk ber‑pH rendah, misalnya jus citrus, minuman fermentasi, atau es loli. Catatan penting: miraculin termolabil (mudah rusak di atas ±100 °C) dan bekerja optimal bila dikonsumsi sebelum produk asam, bukan dicampurkan ke proses pemasakan (Diyapaththugama et al., 2024).
Di ranah klinis, ada harapan untuk pasien kemoterapi yang mengalami dysgeusia (rasa pahit/metal). Dengan miracle fruit, makanan terasa lebih manis dan mudah diterima yang berpotensi untuk menjaga asupan nutrisi. Meski hasil awal menjanjikan, uji klinis berskala besar tetap diperlukan untuk memastikan manfaat dan keamanannya (Akinmoladun et al., 2020).
Penutup: Satu Molekul, Banyak Kemungkinan
Kawan GNFI, miracle fruit bukan sekadar buah yang mengubah rasa asam menjadi manis, tetapi juga bukti betapa menakjubkannya sains di balik setiap sensasi yang kita rasakan. Protein kecil bernama miraculin mampu memicu perubahan besar hanya dengan interaksi sederhana terhadap pH, mengaktifkan reseptor manis dan membuat otak menerima sinyal seolah ada gula, padahal tidak.
Keunikan ini membuka peluang besar bagi inovasi pangan rendah gula, terapi nutrisi, dan pemanis alami masa depan yang lebih aman. Fenomena ini mengingatkan kita bahwa dunia flavor adalah titik temu antara sains, alam, dan kreativitas; satu molekul kecil dapat mengubah cara kita menikmati makanan dan menghadirkan solusi sehat untuk masa depan.
Referensi:
- Akinmoladun, A. C., Adetuyi, A. R., Komolafe, K., & Oguntibeju, O. O. (2020). Nutritional benefits, phytochemical constituents, ethnomedicinal uses and biological properties of Miracle fruit plant (Synsepalum dulcificum Shumach. & Thonn. Daniell). Heliyon, 6(12), e05837. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e05837
- Diyapaththugama, S., Mulaw, G. F., Ajaz, M., Shilton, N. C., Singh, I., & Jani, R. (2024). Miracle fruit: Potential taste-modifier to improve food preferences—Review. Current Nutrition Reports, 13(4), 867–883. https://doi.org/10.1007/s13668-024-00583-3
- Rodrigues, J. F., Andrade, R. S., Bastos, S. C., Coelho, S. B., & Pinheiro, A. C. M. (2016). Miracle fruit: An alternative sugar substitute in sour beverages. Appetite, 107, 645–653. https://doi.org/10.1016/j.appet.2016.09.014
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News