curhat ke ai mengapa penggunaan ai perlu dibatasi - News | Good News From Indonesia 2025

Curhat ke AI, Mengapa Penggunaan AI Perlu Dibatasi?

Curhat ke AI, Mengapa Penggunaan AI Perlu Dibatasi?
images info

Curhat ke AI, Mengapa Penggunaan AI Perlu Dibatasi?


Di era serba digital, AI seperti ChatGPT, Gemini, atau asisten virtual lainnya telah menjadi “teman curhat” instan bagi banyak orang. Kapan pun dan di mana pun kita bisa mencurahkan perasaan tanpa takut dihakimi.

Tidak seperti manusia yang menunjukkan reaksi emosional, curhat ke AI terasa aman karena ia bersikap netral, tidak menginterupsi, menjaga privasi, serta selalu tersedia dengan respons cepat dan penguatan positif.

Bagi sebagian orang, terutama yang kesulitan membuka diri secara langsung, kemudahan ini bahkan menjadi langkah awal sebelum mencari bantuan atau koneksi dengan manusia.

Kemudahan akses serta respons emosional dari AI companions dapat mendorong pengguna bergantung pada AI untuk kenyamanan psikologis, sehingga mengurangi motivasi untuk membangun relasi manusia yang sehat.

baca juga

Kenyamanan ini sering menimbulkan ilusi kedekatan emosional, seolah-olah AI benar-benar memahami perasaan pengguna. Padahal respon yang diberikan hanyalah hasil pemrosesan pola bahasa, bukan empati manusia yang otentik.

Menggunakan AI sebagai pendengar tanpa memberikan batasan, bisa seperti berjalan di tepi jurang. Terlihat aman, tapi berisiko jika kita tak hati-hati. AI memang menawarkan kenyamanan instan, selalu tersedia, tidak menghakimi, dan responsnya cepat. Namun… apakah semua kenyamanan itu benar-benar aman?

Untuk memahami jawabannya, yuk kita lihat beberapa alasan mengapa curhat ke AI memerlukan batasan menurut jurnal Yuan, X., Zhang, L., Chen, M., & Li, H. (2025) yang berjudul "Mental Health Impacts of AI Companions: Triangulating Social Media Quasi-Experiments, User Perspectives, and Relational Theory":

Tidak Bisa Gantikan Hubungan Manusia yang Autentik

AI dirancang untuk merespons, bukan untuk merasakan. Meskipun kata-katanya menenangkan hati, AI tidak memiliki pengalaman emosional atau kemampuan untuk benar-benar memahami manusia yang kompleks.

Interaksi sosial manusia yang sesungguhnya tetap irreplaceable. Jangan sampai kenyamanan curhat ke AI justru membuat kita mengisolasi diri dari teman, keluarga, atau lingkungan yang bisa memberikan dukungan nyata.

baca juga

AI Bukanlah Tenaga Profesional Kesehatan Mental, Bisa Perkuat Pola Pikir Negatif

AI bukan tenaga profesional yang berlisensi dalam bidang psikologi, psikiatri, atau konseling. Studi menunjukkan bahwa AI companions membantu pengguna mengekspresikan perasaan sedih dan emosi negatif.

Namun, hal tersebut tidak otomatis berarti perbaikan kesehatan mental, dan pada sebagian pengguna justru diikuti oleh meningkatnya bahasa yang berkaitan dengan kesepian dan ideasi bunuh diri.

Padahal, jika kita curhat ke manusia, mereka seringkali memberikan tantangan pada pola pikir kita dengan cara yang justru mendorong pertumbuhan dan perkembangan diri.

Risiko Ketergantungan Emosional

Respon AI yang 24/7, dapat menciptakan ketergantungan emosional. Kita terbiasa mencari pelarian instan ke AI setiap kali ada masalah, yang membuat kita kurang terlatih dalam mengatasi suatu permasalahan.

Hubungan dengan AI juga bersifat satu arah. Kemampuan seperti bernegosiasi, berkompromi, dan mendengarkan secara aktif kita menjadi tidak terlatih. Padahal kemampuan-kemampuan tersebut sangat penting dalam membangun hubungan antarmanusia.

Kehadiran AI dalam kehidupan sehari-hari memang tak terhindarkan dan bisa menjadi safe space bagi seseorang untuk mengekspresikan perasaan. AI pada dasarnya hanyalah cermin yang memantulkan diri kita sendiri.

baca juga

AI hanya dapat membantu melihat bayangan diri, tetapi untuk benar-benar dipahami, disentuh, dan didukung dalam suka maupun duka, kita tetap membutuhkan peran manusia.

Mari gunakan AI dengan cerdas. Ambil manfaatnya. Namun, ingat bahwa ruang terdalam dalam diri kita seringkali hanya dapat diisi oleh kehadiran manusia lain yang juga memiliki hati dan rasa.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MI
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.