Ada sebuah cerita rakyat dari Maluku yang berkisah tentang perjalanan enam bersaudara dari Gunung Nunusaku yang ada di Pulau Seram. Kelak perjalanan ini dipercaya menjadi asal usul beberapa negeri yang ada di sana.
Simak kisah dari cerita rakyat Maluku ini dalam artikel berikut.
Cerita Rakyat dari Maluku, Kisah Enam Saudara
Disitat dari artikel Elizabeth Hiariej, "Kisah Enam Bersaudara" dalam buku Antologi Cerita Rakyat Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, alkisah pada zaman dahulu terdapat sebuah gunung di pulau seram yang bernama Nunusaku. Di gunung tersebut, ada sebuah danau yang tumbuh buah pinang di tepiannya.
Danau tersebut memiliki seorang penjaga. Sehari-hari penjaga tersebut mengambil buah-buah pinang yang ada di sana.
Pada suatu hari, penjaga tersebut memotong pohon pinang seperti biasa. Namun ketika dia hendak memotong buah pinang, penjaga tersebut mendengar sebuah suara yang menyuruhnya agar memotong buah tersebut dengan hati-hati.
Penjaga tersebut menuruti suara itu. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat ada seorang gadis cantik yang muncul dari dalam buah pinang tersebut.
Gadis ini kemudian tinggal bersama sang penjaga. Lambat laun mereka menikah dan memiliki anak.
Pasangan suami istri ini memiliki tujuh orang anak, enam laki-laki dan satu orang perempuan. Anak perempuannya yang paling kecil bernama Maria.
Pada suatu hari, Maria ingin memakan daging rusa. Dirinya meminta saudara-saudaranya untuk pergi berburu.
Keenam saudara ini sangat menyayangi Maria. Berangkatlah mereka ke dalam hutan dan pergi berburu.
Rusa hasil buruan berhasil didapatkan. Ibu mereka kemudian memasak rusa tersebut dan menghidangkannya untuk dimakan bersama.
Sebelum itu, kedua orang tua mereka menghidangkan kepala rusa ke hadapan Maria. Keenam bersaudara ini kemudian merasa orang tua mereka pilih kasih, sebab hanya memberikan kepala rusa kepada Maria.
Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi dari Gunung Nunusaku. Mereka membuat sebuah rakit untuk pergi berpetualang.
Sebelum berangkat, keenam saudara ini melakukan "mawe-mawe" untuk melihat langkah apa yang mesti mereka ambil. Dalam "mawe-mawe" tersebut, mereka melihat sebuah air yang mengalir dari puncak gunung.
Namun tidak ada sungai di dekat sana. Tiba-tiba anak tertua melihat sebuah batu besar dan menendangnya sekuat tenaga.
Batu itu berhasil pecah akibat tendangan tersebut. Dari balik batu muncul mata air yang mengalir dengan derasnya.
Akhirnya keenam bersaudara ini naik ke atas rakit dan menuruni gunung lewat aliran air tersebut.
Sesampainya di pantai, salah seorang saudara mereka terjatuh. Saudara laki-laki ini memutuskan menetap di sana dan memberi nama lokasi tersebut sebagai Tualena.
Tidak jauh dari sana, terjatuh lagi salah seorang dari mereka. Tempat dia terjatuh ini kemudian dinamai Nahumury.
Kini tinggal empat orang saudara di atas rakit. Mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba arus besar menghantam rakit mereka. Salah seorang saudara kembali terjatuh di sebuah kampung yang bernama Porto.
Tiga orang yang tersisa terus melanjutkan perjalanan. Tanpa sadar, salah seorang mereka yang sedang tidur di pinggir rakit dan terjatuh hingga ke Negeri Tuhaha.
Kini tinggal dua orang bersaudara saja yang masih meneruskan perjalanan. Di tengah perjalanan, mereka melihat seorang nenek tua yang tengah duduk menyendiri.
Mereka kemudian mendekati nenek tua tersebut. Mereka bertanya apa nama daerah tempat sang nenek tinggal.
Namun dia tidak tahu nama daerah tersebut. Akhirnya kedua saudara ini memberi nama tempat tersebut Rumakai dan kembali melanjutkan perjalanan.
Tidak jauh dari sana, mereka melihat sebuah pulau kecil yang bermunculan dan mengapung. Kedua bersaudara ini memutuskan untuk mampir di sana.
Pulau-pulau yang mengapung ini kemudian diberi nama Pulau Nusalaut. Salah seorang dari mereka kemudian menetap di sebuah negeri yang diberi nama Titawaai.
Kini tinggal anak terakhir yang masih melanjutkan perjalanan. Dia kemudian sampai di sebuah negeri yang bernama Pelauw.
Saat datang, tengah terjadi Perang Alaka di sana. Anak laki-laki ini merasa cemas dan meminta bantuan saudaranya yang ada di Titawaai.
Saudaranya datang membawa pasukan dari Titawaai ke Pelauw. Mereka berdua kemudian membantu masyarakat Pelauw dalam pertempuran tersebut.
Atas jasanya, kedua bersaudara ini diberi dua buah tempayang, satu berada di Baileo Titawaai dan yang lainnya ada di Baileo Pelauw.
Ikatan inilah yang membuat persaudaraan antara masyarakat Titawaai dan Pelauw masih terjaga hingga saat ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


