Pemerintah Indonesia akan memastikan pemilihan mitra untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) didasarkan pada tingkat efisiensi dan daya saing.
Sikap ini disampaikan Kementerian ESDM menyikapi tawaran kerja sama pengembangan energi nuklir dari Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu Presiden Prabowo Subianto di Moskow, Rabu (10/12/2025).
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa pertimbangan utama dalam memilih mitra adalah besaran investasi, output yang dihasilkan, serta efisiensi untuk menekan harga pokok penjualan (HPP) listrik ke PLN. Selain Rusia, Kanada dan Korea Selatan juga telah mengajukan tawaran untuk pengembangan PLTN di Indonesia.
Pengembangan PLTN merupakan bagian dari komitmen energi nasional. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 mengamanatkan pengoperasian PLTN pertama pada 2032. Target kapasitas energi nuklir diproyeksikan mencapai 44 Gigawatt (GW) pada 2060, yang akan dialokasikan untuk listrik umum (35 GW) dan produksi hidrogen nasional (9 GW).
Meskipun membutuhkan investasi besar sekitar US$3,8 miliar per unit dan tantangan kekhawatiran masyarakat, porsi energi nuklir dalam bauran energi nasional ditargetkan meningkat menjadi 11% pada 2060.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
