perbedaan nilai pendidikan karakter yang ditanamkan orang tua banjar tionghoa dan madura ini temuan prof nuril huda - News | Good News From Indonesia 2025

Perbedaan Nilai Pendidikan Karakter yang Ditanamkan Orang Tua Banjar, Tionghoa, dan Madura: Ini Temuan Prof. Nuril Huda

Perbedaan Nilai Pendidikan Karakter yang Ditanamkan Orang Tua Banjar, Tionghoa, dan Madura: Ini Temuan Prof. Nuril Huda
images info

Perbedaan Nilai Pendidikan Karakter yang Ditanamkan Orang Tua Banjar, Tionghoa, dan Madura: Ini Temuan Prof. Nuril Huda


Prof. Nuril Huda, guru besar perempuan pertama di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam UIN Antasari, menemukan pola unik dalam hal pengajaran dan penanaman nilai pada anak. Dalam kajiannya, ia berhasil membedah perbedaan pola pendidikan karakter yang diberikan orang tua dari berbagai suku kepada anak-anaknya.

Nuril Huda merupakan dosen sekaligus guru besar FDK UIN Antasari yang memiliki kepakaran Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Dalam kepakarannya itu, Nuril Huda kerap mengambil kajian berdasarkan perspektif gender.

Melalui penelitiannya berjudul “Perspektif Wanita Banjar, Tionghoa, dan Madura di Banjarmasin dalam Membentuk Karakter Anak (Kajian Teori Ekologi Perkembangan)”, Nuril Huda menemukan bahwa perempuan dari tiga suku tersebut – Banjar, Tionghoa, dan Madura di Banjarmasin – memiliki prioritas nilainya masing-masing untuk diinternalisasikan kepada keluarganya.

baca juga

Seperti yang diketahui, keluarga, dalam hal ini orang tua adalah pendidikan pertama bagi anak. Oleh karena itu, diharapkan peran orang tua hadir di tiap perkembangan anak.

Selain memberikan perhatian, kehadiran orang tua pada masa perkembangan anak juga dinilai akan lebih memudahkan orang tua dalam melakukan internasilasi nilai-nilai yang telah dianut.

“Meskipun banyak sekolah di Indonesia yang telah menunjukkan bahwa sekolah telah berhasil membuat sebuah perubahan dalam pengembangan karakter. Tetapi sebenarnya pendidikan karakter bukanlah tanggung jawab dan hasil karya sekolah seutuhnya. Sumber pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai yang utama bersumber dari keluarga,” ungkap Nuril Huda, sebagaimana dilansir dari jurnal Mu’adalah.

baca juga

Pengajaran Anak dari Lingkup Kecil hingga Lebih Luas

Lebih komprehensif lagi, lewat teori ekologi perkembangan yang digunakan, Nuril Huda menegaskan bahwa perkembangan karakter anak dibentuk dari berbagai aspek, mulai dari keluarga, masyarakat, dan lingkungan di mana anak tumbuh berkembang.

Dalam teori ekologi perkembangan, ketiganya termasuk ke dalam pendekatan mikrosistem.

Meski demikian, keluarga juga turut aktif berperan dalam pendekatan yang lebih luas atau makro, yakni aspek kebudayaan. Sebab, kebudayaan yang dianut akan diinternalisasi lewat peran keluarga.

“Dalam hal kebudayaan, tentu nilai-nilai luhur yang diterima oleh anak adalah warisan dari orangtua yang memiliki peran dan porsi lebih besar dalam mempengaruhi karakter anak,” jelasnya.

baca juga

Perbedaan Pola Pengajaran Wanita Banjar, Tionghoa, dan Madura, Khususnya di Banjarmasin

Lewat 45 wanita di Banjarmasin yang terdiri dari: 15 wanita Banjar, 15 wanita Tionghoa, dan 15 wanita asal Madura, Nuril Huda menemukan perbedaan prioritas nilai yang diajarkan dari masing-masing suku, khususnya di Banjarmasin.

Dari hasil penelitiannya yang dilakukan secara observasi dan wawancara selama 2 bulan, ditemukan bahwa:

Wanita Banjar lebih menekankan nilai religiusitas, toleransi, dan keharmonisan dengan lingkungan, sebagai aspek penting untuk diajarkan kepada keluarga. Oleh karena itu, dalam kepercayaannya, masyarakat Banjar menganut paham bahwa sumber hidup yang sehat adalah lingkungan hidup yang bersih dan juga terawat.

Berbeda dengan Banjar, Wanita Tionghoa lebih banyak menginternalisasikan rasa syukur atas kesehatan dan kesejahteraan yang dilimpahkan kepada anak-anak. Wanita Tionghoa mendorong agar keluarga selalu beraktivitas fisik dan olahraga untuk mencapai hidup sehat.

baca juga

Sementara itu, pada wanita Madura, ditemukan bahwa selain religiusitas, kerja keras dan pantang menyerah juga menjadi nilai serta semangat yang harus terus dijaga. Untuk terus menjaga semangat itu, wanita Madura menerapkan prinsip hidup sehat dengan menjaga pola makan disertai dengan asupan gizi seimbang.

Tidak hanya nilai dan gaya hidup, perbedaan antara tiga suku ini juga dilihat dari pandangan mereka terhadap cara mengungkapkan kasih sayang serta fasilitas pendidikan formal.

Wanita Banjar dan Tionghoa memiliki kesamaan: memenuhi kasih sayang dengan cara memberikan fasilitas materi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Keduanya juga menganggap pendidikan formal anak menjadi aspek yang sangat fundamental.

Sementara itu, pada wanita Madura, afeksi yang diberikan lebih berbentuk kasih sayang, perhatian, dan pemenuhan kebutuhan emosi anak. Pada masyarakat Madura, pendidikan yang yang menjadi prioritas adalah tempat pendidikan yang megajarkan nilai-nilai religius, seperti pesantren dan sekolah agama.

baca juga

Perbedaan Nilai di Masing-Masing Suku jadi Aset Berharga bagi Kebudayaan

Pada akhir penelitian yang dilakukan, Nuril Huda menegaskan bahwa perbedaan aspek nilai yang diturunkan oleh masing-masing suku atau etnis ini, tidak ada yang lebih baik atau lebih unggul.

Ketiganya, dan seluruh nilai yang diinternalisasikan oleh suku-suku di Indonesia, menjadi aset berharga bagi masing-masing suku atau etnis.

“Setting ekologi makrosistem ini terkait dengan nilai warisan yang berhubungan dengan status sosial dan ekonomi seseorang dalam masyarakat, termasuk nilai dan adat istiadat suatu masarakat yang diikutinya,” tutupnya.

baca juga

 

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.