Kondisi anak yang putus sekolah menjadi isu yang sangat krusial bagi sebuah negara. Apalagi, anak merupakan penerus bangsa yang diharapkan mampu membawa perubahan bagi negara.
Dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan, angka putus sekolah di Indonesia untuk jenjang SD mencapai 0,13%, untuk jenjang SMP sekitar 1,06%, dan untuk jenjang SMA sebanyak 1,38%.
Melihat permasalahan tersebut, Komunitas Rangkul Tangan atau biasa disebut RANTANG mengadakan pembelajaran non formal agar anak-anak yang kurang beruntung bisa merasakan proses belajar layaknya teman sebaya lainnya.
Menariknya, sistem pembelajaran yang diadakan oleh Komunitas Rantang berbasis fun-learning sehingga jauh dari kesan kaku dan monoton.
Kampung Dao, Masyarakat yang Terpinggirkan
Rangkul Tangan menggelar bakti kemanusiaan terkhusus bagi anak-anak di Kampung Dao pada Sabtu (28/09).
Pemilihan Kampung Dao sebagai lokasi pengabdian Komunitas Rangkul Tangan disebabkan kampung tersebut dikenal sebagai kawasan padat penduduk yang berada di pinggir rel kereta api Pademangan, Jakarta Utara.
Berada di jantung kota metropolitan, anak-anak di Kampung Dao justru banyak yang terpaksa putus sekolah karena keterbatasan ekonomi dan akses terhadap pendidikan yang layak.
“Di sini banyak anak-anak yang putus sekolah dan terhalang akses pendidikan yang layak. Melalui pendekatan fun-learning, kami ingin menumbuhkan motivasi belajar dengan cara yang menyenangkan. Semua anak berhak atas pendidikan berkualitas, dan kami ingin turut serta dalam mencari solusi untuk itu,” jelasMalika Nur Eman, Founder Rangkul Tangan.
Mencintai Negara dengan Cara Berbeda
Pendidikan berbasis fun learning yang diinisiasi oleh Komunitas Rangkul Tangan berhasil diikuti oleh 15 anak dengan rentang usia 5-10 tahun. Dengan relawan yang juga berjumlah 15 orang, pembelajaran ini lebih terfokus pada masing-masing anak.
“Kami berharap dapat menanamkan kecintaan untuk belajar di kalangan anak-anak yang berada dalam kondisi terbatas. Kami ingin mereka melihat bahwa belajar bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan, bukan hanya sebuah kewajiban,” imbuh Malika.
Dalam sesi tersebut, anak-anak kembali mempelajari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) sebagai fokus utama, dengan materi-materi yang menitikberatkan pada wawasan kebangsaan, moral bangsa, dan pengenalan kebudayaan Indonesia.
Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta dan bangga pada negara Indonesia.
Mereka belajar untuk mengenal Pancasila melalui permainan puzzle. Anak-anak diminta mencocokkan sila Pancasila dengan contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Harapannya, metode ini mampu membuat mereka lebih mudah memahami nilai-nilai Pancasila secara praktis.
Kegiatan ini juga menjadi upaya Rangkul Tangan dalam membantu masalah putus sekolah di wilayah-wilayah pra-sejahtera. Melalui kegiatan ini, Rangkul Tangan berharap dapat terus memberikan dampak positif bagi masa depan anak-anak Indonesia yang kurang beruntung, serta mendorong lebih banyak generasi muda lainnya untuk terlibat dalam gerakan sosial yang membawa perubahan nyata.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News