Tahukah Kawan, bahwa di balik tampilan makanan yang tampak segar dan menggugah selera, bisa saja tersembunyi zat kimia berbahaya yang tak terlihat oleh mata?
Meski regulasi terus diperketat, kasus penggunaan formalin dan boraks dalam makanan masih saja ditemukan. Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) per Maret 2025, dari 4.958 sampel pangan yang diuji, sebanyak 1,94% masih mengandung bahan berbahaya.
Meski angkanya kecil, kehadiran dua zat ini tetap menjadi sinyal bahaya yang serius. Berdasarkan Permenkes RI Nomor 33 Tahun 2012 dan Peraturan BPOM Nomor 7 Tahun 2018, formalin dan boraks termasuk bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya dalam makanan karena berpotensi membahayakan kesehatan.
Apa Itu Formalin dan Boraks?
Formalin adalah cairan kimia beracun yang bisa menyebabkan iritasi, kerusakan organ, hingga kematian. Secara ilegal, formalin dipakai untuk membuat makanan lebih awet dan menarik. Sedangkan boraks adalah serbuk putih tanpa bau, digunakan di industri nonpangan sebagai pembunuh kuman.
Namun, dalam pangan, boraks disalahgunakan untuk memperbaiki tekstur dan daya simpan, padahal berbahaya bagi pencernaan, ginjal, dan saraf.
Mengapa Analisis Pangan Itu Penting?
Meski dilarang, formalin dan boraks masih sering disalahgunakan oleh pelaku usaha. Di sinilah pentingnya analisis pangan untuk memastikan produk yang beredar benar-benar aman. Lewat uji kualitatif dan kuantitatif, pangan yang tampak aman bisa dibuktikan keamanannya.
Yuk, kita bahas metodenya!
Metode Analisis Deteksi Formalin
1. Kromatografi
Kromatografi memisahkan formalin dari senyawa lain dalam sampel berdasarkan perbedaan interaksi dengan fase diam dan fase gerak.
Setelah terpisah, formalin terdeteksi dan ditampilkan dalam grafik hasil (kromatogram). Metode ini akurat dan efektif untuk mengetahui keberadaan serta kadar formalin.
2. Spektrofotometri UV-Vis
Metode spektrofotometri menganalisis formalin dengan mengukur seberapa banyak cahaya yang diserap oleh senyawa tersebut pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang disesuaikan dengan sifat formalin, sehingga pengukuran menjadi lebih spesifik.
Cahaya yang melewati sampel dibandingkan dengan cahaya referensi, lalu detektor mengubah perbedaan tersebut menjadi data kuantitatif. Metode ini akurat dan efektif mendeteksi kandungan formalin dalam pangan.
3. Kolorimetri
Metode kolorimetri mendeteksi formalin berdasarkan perubahan warna yang terjadi saat formalin bereaksi dengan reagen tertentu. Reagen ini dipilih secara spesifik agar menghasilkan warna yang dapat menunjukkan konsentrasi formalin dalam sampel.
Warna yang terbentuk kemudian diukur menggunakan alat kolorimeter atau spektrofotometer, menghasilkan data kuantitatif. Validasi metode dilakukan untuk memastikan hasilnya akurat dan konsisten.
4. Teknik Elektrokimia
Teknik elektrokimia mendeteksi formalin melalui reaksi oksidasi atau reduksi yang terjadi antara formalin dan elektrode khusus. Dengan pemberian potensial listrik, formalin mengalami perubahan kimia yang menghasilkan sinyal terukur.
Pemilihan elektrode yang sensitif sangat penting agar reaksi berlangsung efisien. Prinsip dasar elektrolisis inilah yang memungkinkan metode ini memberikan hasil akurat dan cepat dalam mengungkap kandungan formalin dalam sampel.
Metode Analisis Deteksi Boraks
1. Reaksi dengan Curcumin
Curcumin bereaksi dengan boraks membentuk senyawa rosocyanine yang mengubah warna dari kuning menjadi merah kecoklatan. Metode ini digunakan dalam bentuk test kit maupun kertas tumerik, yang dibuat dari sari kunyit.
Perubahan warna tersebut menjadi indikator alami dan efektif untuk mendeteksi boraks secara cepat dan sederhana dalam makanan.
2. Spektrofotometri FT-IR
Spektrofotometri FT-IR menganalisis interaksi sampel dengan radiasi inframerah, yang menyebabkan getaran pada ikatan molekul. Setiap senyawa memiliki pola serapan unik, termasuk boraks.
Saat dianalisis, boraks menunjukkan spektrum khas yang menunjukkan ikatan kimia boron, terutama saat berinteraksi dengan air membentuk NaOH dan asam borat. Metode ini sangat efektif untuk mengidentifikasi senyawa berdasarkan gugus fungsinya.
3. Spektrofotometri UV-Vis
Metode UV-Vis mengukur kadar boraks secara kuantitatif dengan mereaksikannya bersama curcumin hingga membentuk kompleks berwarna. Serapannya diukur pada panjang gelombang 415–428 nm. Meski dipengaruhi pH, suhu, dan konsentrasi, metode ini tetap presisi dan efektif untuk mendeteksi boraks dalam pangan.
4. Acidimetri (Titrasi Asam-Basa)
Metode acidimetri menetapkan kadar boraks melalui reaksi netralisasi antara boraks (basa) dan asam klorida (asam). Sampel dititrasi menggunakan HCl 1 N dengan indikator merah metil, dan hasilnya dihitung berdasarkan volume asam yang digunakan.
Metode ini tergolong presisi, murah, dan tahan lama, meskipun kurang spesifik dalam membedakan senyawa serupa.
5. Liquid chromatography- Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (LC-ICP-MS)
Metode LC-ICP-MS memisahkan dan mengukur boraks secara kuantitatif dengan kromatografi cair dan detektor ICP-MS. Menggunakan kolom penukar anion dan fase gerak asam, metode ini sangat sensitif dan presisi, dengan batas deteksi borat mencapai 2,5 mg/kg. Cocok untuk analisis boraks dan polifosfat dalam makanan.
Kawan GNFI, formalin dan boraks merupakan potensi bahaya yang sering tidak disadari keberadaannya dalam produk pangan. Melalui pemahaman terhadap metode analisis pangan, kita dapat lebih cermat dalam mengawasi serta memilih pangan yang aman untuk dikonsumsi.
Analisis pangan tidak hanya menjadi tanggung jawab laboratorium, tetapi juga merupakan langkah strategis dalam mendukung upaya perlindungan kesehatan masyarakat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News