sekolah raja di salemba sejarah gymnasium willem iii tempat pendidikan elit kolonial dan tokoh pergerakan nasional - News | Good News From Indonesia 2025

Sekolah Raja di Salemba: Sejarah Gymnasium Willem III, Tempat Pendidikan Elit Kolonial dan Tokoh Pergerakan Nasional

Sekolah Raja di Salemba: Sejarah Gymnasium Willem III, Tempat Pendidikan Elit Kolonial dan Tokoh Pergerakan Nasional
images info

Sekolah Raja di Salemba: Sejarah Gymnasium Willem III, Tempat Pendidikan Elit Kolonial dan Tokoh Pergerakan Nasional


Pada pertengahan abad ke-19, jumlah sekolah semakin meningkat sehingga mayoritas anak-anak Eropa sudah mendapatkan pendidikan dasar. Pemerintah Hindia Belanda berkali-kali mengusulkan kepada Kerajaan Belanda untuk mendirikan sekolah.

Proses demi proses dilalui sampai Raja Belanda, Willem III memberikan kuasa kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan Gymnasium (Sekolah Menengah). Atas kuasa Raja Willem III. pada 1860 dibangun Gymnasium Willem III di Batavia.

Sekolah KW III berada di lokasi yang sekarang ditempati Perpustakaan Nasional Indonesia di Jalan Salemba Raya 28A, Jakarta Pusat. Sekolah ini masuk dalam kategori Gouvernements HBS yang dalam pengertian diselenggarakan oleh pemerintah.

Pada tanggal 13 September 1860 diadakan ujian masuk dengan hasil cukup memuaskan yaitu 37 orang lulus dari 45 calon siswa. Pada tanggal 15 September 1860 Gymnasium Willem III dibuka dengan masa studi tiga tahun.

Pada 27 November 1860 diadakan upacara peletakan batu pertama Gedung Utama Gymnasium Willem III oleh Gouverneur General. Direktur (kepala sekolah) KW III School yang pertama adalah Dr.S.A. Naber.

Mengenal murid Sekolah Raja

Dinukil dari Wikipedia, berdasarkan Besluit Gouverneur Generaal 21 Agustus 1867 Nomor 1, Gymnasium Willem III dibagi menjadi dua bagian:

  • Bagian A: Hoogere Burgerschool (HBS) dengan masa studi 5 tahun yang dimaksudkan agar setelah selesai pendidikan ini dapat melanjutkan ke perguruan tinggi
  • Bagian B: masa belajar selama 3 tahun, setelah menyelesaikan pendidikan ini dimaksudkan agar siswa dapat melanjutkan ke pendidikan lanjutan perwira, pegawai negeri, atau pendidikan perdagangan dan kerajinan di Delft, Belanda.

Gymnasium Willem III ini dijuluki sebagai Sekolah Raka karena murid-muridnya adalah anak-anak dari pejabat kolonial. Sekolah ini kemudian menerima anak-anak pribumi golongan priyayi atau pejabat pribumi.

Beberapa murid pribumi yang bersekolah di sana kelak menjadi tokoh pergerakan nasional di antaranya Agus Salim, Achmad Djajadiningrat, Mohammad Husni Thamrin, Ernest Douwes Dekker, dan Johannes Latuharhary.

Pada masa itu, orang-orang Tionghoa peranakan yang mempunyai uang juga mengirimkan anak-anaknya ke sekolah Eropa. Beberapa anak-anak ini kemudian dikirim ke sekolah raja di Batavia.

Ditutup ketika dijajah Jepang

Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942, sekolah ini ditutup. Gedung sekolah ini kemudian digunakan untuk Pertahanan Sipil Belanda. Ketika Belanda menyerah, gedung sekolah ini juga digunakan oleh Jepang untuk militer.

Gedung ini sempat dikuasai oleh Sekutu ketika kembali ke Indonesia.Tetapi usai pengakuan kedaulatan RI tahun 1949, gedung ini dijadikan markas Kesatuan TNI Batalyon Kala Hitam yang kemudian berubah lagi menjadi kantor dan perumahan Jawatan Kesehatan TNI AD.

Pada awal 1987, bekas lokasi sekolah KW III tersebut direnovasi dan dipergunakan untuk Perpustakaan Nasional Indonesia. Pada tanggal 11 Maret 1989, secara resmi kompleks tersebut dibuka dengan penandatanganan sebuah prasasti marmer oleh Presiden Soeharto.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.