Secara geografis, Indonesia punya keragaman bentang alam cukup kaya. Keunikan ini membuat setiap daerah punya ciri khas masing-masing, termasuk dalam hal komoditas unggulan.
Uniknya, ciri khas komoditas ini kadang bisa dilihat dari satu jenis komoditas spesifik. Sebagai contoh, pada komoditas kopi, ada daerah yang terkenal sebagai produsen kopi arabika, karena topografi yang didominasi oleh pegunungan.
Ada juga daerah yang secara topografis didominasi area dataran rendah, yang mengembangkan varietas kopi robusta dan liberika. Dua jenis kopi ini kebetulan memang cocok tumbuh di dataran rendah.
Dari berbagai daerah di Indonesia, wilayah Kalimantan Timur mungkin bukan daerah yang cukup familiar atau dikenal sebagai wilayah penghasil kopi, khususnya jika dibandingkan dengan wilayah yang komoditas kopi lokalnya sudah lama dikenal luas Sumatera, Jawa atau Papua.
Meski begitu, bukan berarti tidak ada jenis kopi lokal di sini. Pemerintah daerah setempat bahkan cukup serius mengembangkan budidaya kopi liberika dan robusta, yang memang cocok dengan topografi Kalimantan Timur, yang secara umum didominasi dataran rendah.
Inilah satu potensi lokal, yang peluangnya lalu dimanfaatkan oleh Mahmud Yusuf, sang perintis Kopi Sepinggan. Langkah merintis Kopi Sepinggan ini menjadi hasil eksekusi ide awal, yakni mengenalkan kopi lokal khas Balikpapan.
Nilai "lokal" yang ditampilkan di sini tidak berhenti pada merek produk. Ada komitmen menjaga keaslian dan kualitas bahan baku, supaya kualitas produk tetap terjaga. Jadi, ada sisi otentik yang membuat nilai "lokal" Kopi Sepinggan benar-benar utuh.
Nilai lokal pada produk ini menjadi semakin unik, karena latar belakang Mahmud Yusuf yang memang berasal dari keluarga petani yang menggarap kebun kopi. Bisa dibilang, ini adalah ide bisnis yang matang, karena sejak awal sang perintis memang sudah punya hubungan panjang dengan kopi.
Berkat pengenalan yang panjang ini, ada pemahaman mendalam tentang tantangan yang dihadapi petani kopi. Salah satu masalah krusial adalah kurangnya nilai jual hasil panen mentah. Para petani, meski telah bekerja keras, sering dipaksa menjual dengan harga yang tidak sebanding dengan biaya produksi.
Masalah ini lalu diakali Kopi Sepinggan, dengan mengolah dan mengemas kopi sendiri. Alhasil, rantai distribusi dapat disederhanakan, dan manfaat nilai tambah tertinggi produk tetap berada di tangan produsen lokal.
Inisiatif ini memungkinkan merek yang beridentitas kuat dapat dibangun. Petani lokal pun mempunyai kesempatan mendapat manfaat paling banyak.
Dengan membangun merek beridentitas kuat, Kopi Sepinggan dapat menciptakan standar kualitas baku yang profesional dan permintaan yang stabil. Pada gilirannya, standarisasi kualitas baku dapat meningkatkan harga beli biji kopi dari petani lokal.
Model bisnis ini punya nilai berkelanjutan, yang berfokus pada kesejahteraan bersama. Di sini petani mendapat peran lebih luas. Dari yang awalnya sebatas pemasok bahan mentah menjadi bagian integral dari sebuah produk premium.
Berkat ketekunan dan model bisnis yang konsisten dikembangkan, Kopi Sepinggan berkembang menjadi duta pariwisata lokal. Kopi Sepinggan telah menjadi oleh-oleh khas Balikpapan, sekaligus menempatkan posisi Balikpapan dalam lanskap perkopian nasional.
Jika nilai berkelanjutan yang diterapkan dapat terus berkembang, bukan tak mungkin Kopi Sepinggan bisa merambah pasar mancanegara di masa depan. Kemungkinan ini cukup terbuka, karena Indonesia sudah lama dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia.
Pada akhirnya, Mahmud Yusuf melalui Kopi Sepinggan membuktikan, komoditas lokal adalah kekuatan ekonomi potensial di masa depan. Dari secangkir kopi, hadir sebuah inspirasi yang mempunyai potensi manfaat luar biasa besar.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News