meneguhkan kembali pancasila membangun keadilan sosial melalui pengamalan sila pertama yang inklusif - News | Good News From Indonesia 2025

Teguhkan Kembali Pancasila, Bangun Keadilan Sosial lewat Pengamalan Sila Pertama yang Inklusif

Teguhkan Kembali Pancasila, Bangun Keadilan Sosial lewat Pengamalan Sila Pertama yang Inklusif
images info

Teguhkan Kembali Pancasila, Bangun Keadilan Sosial lewat Pengamalan Sila Pertama yang Inklusif


Sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” adalah deklarasi fundamental bangsa Indonesia tentang keyakinan kepada Tuhan. Sila ini merupakan pilar utama yang mendorong kita untuk menghayati nilai-nilai spiritual, mengembangkan toleransi sejati, dan menjadikan keadilan sebagai basis kehidupan sosial.

Dilambangkan dengan Bintang Emas, sila ini secara tegas menjamin kebebasan beribadah bagi setiap warga negara dan menyerukan kita untuk merajut kerukunan antarumat beragama.

Landasan kuat ini ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 29 Ayat 1 dan 2, yang mengukuhkan bahwa Negara berdasarkan Ketuhanan dan bertanggung jawab penuh menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk menjalankan ajaran agama dan kepercayaannya.

Dalam kajian filsafat dan kenegaraan, Pancasila dipahami sebagai sebuah sistem yang harmonis dan terpadu. Konsep hierarki menempatkan sila pertama sebagai fondasi moralitas luhur yang menjiwai dan menopang implementasi seluruh sila lainnya.

baca juga

Keyakinan mendasar ini menegaskan bahwa setiap aspek kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial harus berakar kuat pada nilai-nilai ketuhanan yang universal dan inklusif.

Oleh karena itu, tantangan yang kita hadapi hari ini bukan untuk mempertanyakan, melainkan untuk memperkuat keyakinan bahwa melalui pemahaman sila pertama yang utuh, cita-cita Keadilan Sosial pasti dapat kita raih.

Kita melihat adanya peluang besar untuk memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan perlakuan yang setara, terutama dalam akses lapangan kerja. Meskipun muncul tantangan berupa persyaratan agama yang tidak relevan dalam beberapa lowongan kerja, hal ini justru menjadi momentum bagi perusahaan untuk mengedepankan meritokrasi dan profesionalisme.

Peluang ada di tangan kita untuk mendorong sektor umum, seperti logistik, kuliner, dan administrasi, untuk menjadikan kompetensi sebagai kriteria tunggal dalam perekrutan.

Dengan berpegang pada prinsip keadilan, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang inklusif di mana nilai ketuhanan diwujudkan melalui penghargaan atas martabat setiap individu.

Isu segregasi hunian yang terkadang muncul (seperti kos-kosan khusus agama) harus kita respons dengan semangat membangun komunitas yang lebih terbuka.

Daripada melihatnya sebagai batasan, kita harus melihatnya sebagai panggilan untuk menegaskan kembali bahwa hak atas tempat tinggal yang layak dan aman adalah hak asasi setiap warga negara, tanpa memandang keyakinan.

Pemerintah daerah dan komunitas memiliki peran penting untuk memastikan tidak ada pemisahan yang diskriminatif, mendorong interaksi positif, dan mewujudkan lingkungan di mana perbedaan keyakinan justru menjadi kekayaan yang memperkuat keamanan bersama.

Tantangan etika sosial dan maraknya ujaran kebencian di media sosial membutuhkan perhatian serius, terutama dari figur otoritas di institusi pendidikan. Ini adalah kesempatan emas bagi para pendidik untuk menjadi teladan sejati dalam mengajarkan adab, moral, dan toleransi.

baca juga

Kita harus yakin bahwa dengan menanamkan nilai-nilai Ketuhanan yang penuh kasih dan menghargai keberagaman, para guru dapat menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki nurani sosial yang kuat dan komitmen terhadap persatuan.

Kita harus bersatu menolak segala bentuk kekerasan yang mengatasnamakan keyakinan, termasuk pembubaran ibadah, penggusuran tempat ibadah, hingga aksi main hakim sendiri. Peristiwa negatif ini harus dijadikan refleksi untuk menguatkan penegakan hukum dan memperkokoh komitmen kita pada prinsip Negara Hukum.

Melalui penguatan mekanisme hukum, kita dapat menjamin hak konstitusional setiap warga negara, sehingga tidak ada lagi ruang bagi intimidasi dan kekerasan. Tugas kita adalah memastikan bahwa penafsiran Ketuhanan kita adalah penafsiran yang melahirkan keadilan, kasih sayang, dan hati nurani.

Oleh karena itu, marilah kita jadikan tantangan dalam implementasi sila pertama sebagai motivasi kolektif untuk mewujudkan bangsa yang lebih adil dan beradab. Keyakinan kita kuat: dengan memahami dan mengamalkan sila Ketuhanan secara inklusif dan benar, kita secara otomatis akan memajukan tercapainya sila-sila berikutnya.

Inilah tugas mulia kita sebagai warga Indonesia: menghayati makna sejati dari sila pertama. Dengan komitmen bersama ini, cita-cita luhur keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pasti akan kita raih.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AF
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.