Legenda Bujang Pamenan merupakan salah satu cerita rakyat dari daerah Sumatera Barat. Legenda ini berkisah tentang seorang pemuda yang melakukan pengembaraan untuk menyebarkan ilmu dan wawasan yang sudah dia miliki.
Simak kisah dari legenda Bujang Pamenan ini dalam artikel berikut.
Legenda Bujang Pamenan, Cerita Rakyat dari Sumatera Barat
Disitat dari buku Ceritera Rakyat Daerah Sumatera Barat, alkisah pada zaman dahulu hiduplah seorang pemuda yang bernama Bujang Pamenan. Dirinya tinggal bersama sang ibu, Putri Nilam Cayo di rumah seorang wanita tua bernama Rubiah.
Dulunya ketika masih mengandung Bujang Pamenan, Putri Nilam Cayo kabur dari suaminya yang bernama Sutan Badewa. Sebab sang suami suka berjudi dan menghabiskan harta warisan yang dia dapatkan dari orang tuanya.
Bahkan Sutan Badewa rela membuang anak perempuan mereka, Rambun Jalua karena merasa sudah dipermalukan di gelanggang. Putri Nilam Cayo yang kehabisan harapan terhadap suaminya tersebut akhirnya pergi meninggalkan Sutan Badewa.
Putri Nilam Cayo pergi ke dalam hutan. Ajaibnya, semua hewan yang ada di hutan seakan-akan tunduk padanya.
Begitupun ketika dia melahirkan Bujang Pamenan, semua hewan di sana ikut merawat anak laki-laki tersebut. Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa dia diberi nama Bujang Pamenan yang berarti permainan hewan di rimba.
Ketika Bujang Pamenan berusia enam tahun, dirinya menemukan sebuah gubuk tua yang ada di atas bukit ketika sedang bermain. Gubuk ini merupakan rumah dari Rubiah yang kelak menjadi tempat tinggal mereka bersama.
Seiring berjalannya waktu, Bujang Pamenan mulai tumbuh dewasa. Dirinya kemudian ingin menuntut ilmu untuk memperdalam wawasan yang dimilikinya.
Rubiah berkata bahwa ada seorang ulama yang bernama Syekh Panjang Jenggot di wilayah barat. Rubiah menyarankan Bujang Pamenan untuk pergi berguru kepada ulama tersebut.
Akhirnya berangkatlah Bujang Pamenan menemui Syekh Panjang Jenggot. Di sana dia belajar berbagai macam ilmu, mulai dari agama hingga bela diri.
Bujang Pamenan berguru kepada Syekh Panjang selama dua tahun lama. Dalam waktu tersebut, Bujang Pamenan menyerap semua ilmu yang diajarkan oleh gurunya tersebut.
Setelah dua tahun berlalu, Bujang Pamenan merasa bahwa dia sudah mendapatkan semua ilmu yang dibutuhkan. Dia kemudian meminta izin untuk berkelana ke berbagai daerah sambil mengajarkan ilmu-ilmu yang sudah diajarkan Syekh Panjang Jenggot kepadanya.
Syekh Jenggot Panjang merestui niat muridnya tersebut. Akhirnya berangkatlah Bujang Pamenan berkelana sambil menjalankan niat sucinya.
Bujang Pamenan pergi dari satu daerah ke daerah lainnya. Jika ada orang yang ingin menuntut ilmu kepadanya, maka dia akan mengajarkan semua wawasan yang dia miliki dengan senang hati.
Sebaliknya, jika ada orang yang hendak berbuat jahat, maka dia tidak akan segan-segan untuk menumpasnya. Berbekal ilmu bela diri yang juga dia kuasai, Bujang Pamenan turut menumpas berbagai kejahatan yang dia temui dalam perjalanannya.
Pada suatu hari, sampailah Bujang Pamenan di sebuah gubuk tua, Bujang Pamenan memutuskan untuk beristirahat sejenak di depan gubuk tua tersebut.
Ketika sedang beristirahat, tiba-tiba muncul seorang wanita dari dalam rumah. Dirinya mengenalkan diri dengan Rambun Kusuik.
Bujang Pamenan tidak tahu bahwa Rambun Kusuik sebenarnya adalah istri dari ayah kandungnya, Sutan Badewa. Setelah Putri Nilam Cayo meninggalkannya, Sutan Badewa memutuskan untuk menikah kembali dengan Rambun Kusuik.
Hal yang sama juga terjadi pada Rambun Kusuik. Dia juga tidak tahu bahwa pemuda yang ada di depan gubuknya merupakan putra dari suaminya.
Rambun Kusuik hanya tahu ada seorang pengembara yang tengah beristirahat. Dia pun menawarkan minuman kepada Bujang Pamenan.
Dari kejauhan, terlihat Sutan Badewa berjalan ke gubuk tersebut. Dia masih saja sibuk dengan kebiasaan buruknya yang suka berjudi.
Melihat seorang pemuda yang tengah ada di depan gubuknya, Sutan Badewa menjadi murka. Dia merasa Rambun Kusuik sudah berbuat hal terlarang di belakangnya.
Dirinya kemudian menghardik Bujang Pamenan. Melihat hal tersebut, Bujang Pamenan berusaha menjelaskan situasi yang tengah terjadi.
Namun paras Bujang Pamenan berubah ketika Sutan Badewa menyebutkan namanya. Dia tidak menyangka bahwa lelaki tua yang ada di hadapannya adalah ayah yang tidak pernah dia temui.
Bujang pamenan kemudian menjelaskan bahwa dia merupakan anak kandung dari Sutan Badewa. Namun alih-alih senang, Sutan Badewa justru makin murka karena mengingat Putri Nilam Cayo yang sudah meninggalkannya.
Pertarungan pun akhirnya tidak terelakkan. Akan tetapi ilmu yang dimiliki oleh Bujang Pamenan tidak bisa ditandingi oleh Sutan Badewa.
Akhirnya Sutan Badewa tewas dalam pertarungan tersebut. Dirinya mesti menemui ajal di tangan putranya sendiri.
Begitulah kisah dari legenda Bujang Pamenan, salah satu cerita rakyat dari daerah Sumatera Barat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News