pancasila sebagai landasan etis dalam menghadapi perubahan dalam dunia seni - News | Good News From Indonesia 2025

Pancasila sebagai Landasan Etis dalam Menghadapi Perubahan dalam Dunia Seni

Pancasila sebagai Landasan Etis dalam Menghadapi Perubahan dalam Dunia Seni
images info

Pancasila sebagai Landasan Etis dalam Menghadapi Perubahan dalam Dunia Seni


Seni adalah cara manusia berbicara tanpa kata. Melalui goresan, warna, atau nada, terdapat emosi yang tak bisa diterjemahkan oleh mesin. Melalui seni, manusia dapat menyalurkan perasaan, dan ide yang sulit ditemukan di tempat lain.

Setiap karya seni lahir dari proses panjang yang melibatkan jiwa, pengalaman, dan empati. Namun, di tengah derasnya kemajuan teknologi, cara manusia mengekspresikan diri melalui seni mulai mengalami perubahan besar. Salah satunya datang dari kecerdasan buatan (AI) yang kini mampu menciptakan karya seolah-olah lahir dari tangan manusia.

Dalam beberapa bulan terakhir, media sosial dipenuhi dengan gambar dan video bergaya animasi yang dibuat oleh AI. Dari potret diri hingga video musik, semuanya bisa diubah menjadi karya “seni” hanya dalam hitungan detik. Banyak orang kagum pada hasilnya yang realistis dan menarik.

Sekilas, tren ini tampak seru dan modern, tetapi di balik itu muncul pertanyaan penting: apakah kemajuan ini benar-benar mendorong kreativitas manusia, atau justru mengaburkan makna seni yang sesungguhnya?

Fenomena ini kemudian memicu perdebatan di ruang digital. Sebagian orang menilai penggunaan AI dalam berkarya adalah bentuk pencurian, karena algoritma dilatih dari karya seniman tanpa izin. Mereka menilai bahwa karya yang dihasilkan tanpa menghormati sumber aslinya sama saja menghapus perjuangan dan hak pencipta.

Namun, sebagian lainnya berpendapat bahwa AI hanyalah alat bantu baru dalam proses kreatif, bukan ancaman. Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa masyarakat masih mencari batas antara inovasi dan etika dalam dunia seni modern.

Teknologi AI memang membawa kemudahan luar biasa. Siapa pun kini bisa membuat gambar tanpa harus memiliki kemampuan menggambar. Inovasi ini membuat seni terasa lebih mudah diakses oleh semua orang. Namun, di sisi lain, semakin banyak karya yang lahir tanpa proses, tanpa rasa, dan tanpa pengalaman batin. Seni yang seharusnya menjadi cermin perasaan manusia kini berisiko kehilangan jiwanya di balik algoritma.

Bagi para seniman, fenomena ini bukan sekadar tren, tetapi ancaman nyata. Banyak dari karya mereka dimanfaatkan untuk melatih sistem kecerdasan buatan tanpa persetujuan atau izin dari seniman aslinya. Gaya menggambar seseorang dapat disalin dan direplikasi dalam sekejap.

Situasi ini memperlihatkan pentingnya nilai kemanusiaan yang adil dan beradab seperti yang diajarkan Pancasila. Menghargai karya manusia berarti menghargai perjuangan, waktu, dan jiwa yang dicurahkan dalam proses penciptaan. Ketika karya itu diambil tanpa izin, nilai keadilan pun ikut tergerus.

Sila kelima Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” juga menegaskan bahwa kesejahteraan dan pengakuan harus dirasakan semua pihak, termasuk seniman yang menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang.

Pancasila berperan sebagai landasan etis bagi perkembangan teknologi. Sila kedua mengingatkan kita untuk menjaga kemanusiaan di tengah inovasi, sementara sila kelima menegaskan pentingnya keadilan sosial bagi semua. Jika hasil kerja keras manusia digantikan oleh mesin yang tak mengenal lelah, maka keadilan bagi para seniman pun ikut hilang. 

Tren gambar dan animasi AI seharusnya tidak membuat manusia kehilangan jati diri. Kemajuan teknologi harus diimbangi dengan kesadaran moral dan tanggung jawab sosial. Seni sejati tidak hanya tentang hasil akhir, tetapi tentang perjalanan dan makna di baliknya. AI seharusnya menjadi alat bantu, bukan pengganti. Teknologi boleh menciptakan karya, tetapi tidak bisa menggantikan makna, empati, dan perasaan yang hanya bisa lahir dari manusia.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus menghargai seniman dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah kemajuan digital. Dengan berpegang pada Pancasila, teknologi dapat menjadi sahabat manusia. Bukan penghapus jejak, melainkan penguat jati diri bangsa yang beradab dan berkeadilan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.