kth wanapaksi gerakan akar rumput yang ubah jatimulyo jadi desa ramah burung di kulonprogo - News | Good News From Indonesia 2025

KTH Wanapaksi: Gerakan Akar Rumput yang Ubah Jatimulyo Jadi Desa Ramah Burung di Kulonprogo

KTH Wanapaksi: Gerakan Akar Rumput yang Ubah Jatimulyo Jadi Desa Ramah Burung di Kulonprogo
images info

KTH Wanapaksi: Gerakan Akar Rumput yang Ubah Jatimulyo Jadi Desa Ramah Burung di Kulonprogo


“Jatimulyo sendiri dikaruniai lebih dari 110 jenis burung yang tercatat hidup di kawasan hutan rakyatnya,” kata Kelompok Tani Hutan Wanapaksi, dikutip dari laman resminya.

Kelompok Tani Hutan Wanapaksi (KTH Wanapaksi) adalah salah satu kelompok yang fokus pada konservasi burung di kawasan Yogyakarta. Kelompok ini lahir pada 2 Desember 2018 di Kalurahan Jatimulyo, daerah yang cukup kaya akan flora dan fauna.

Kalurahan Jatimulyo secara administratif berada di Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayahnya membentang di ketinggian antara 400 hingga 800 meter di atas permukaan laut dengan kontur perbukitan yang naik turun.

baca juga

Sekitar 70% wilayah Jatimulyo adalah hutan rakyat. Hutan ini ditanami berbagai jenis pohon bernilai ekonomi seperti jati, mahoni, sengon, hingga sonokeling. Hutan tersebut menjadi ekosistem bagi berbagai jenis burung.

Jika ditarik ke belakang, terbentuknya Kelompok Tani Hutan Wanapaksi dilandasi oleh semakin langkanya burung di sekitar desa. Dulu memang banyak di antara warga yang masih berburu burung. Akan tetapi, akibat perburuan yang ugal-ugalan, suara burung kini tidak lagi terdengar, utamanya di kawasan hutan Kalurahan Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo.

Hilangnya keberadaan para burung ini lah yang kemudian melahirkan sebuah peraturan larangan berburu burung. Masyarakat berkomitmen untuk konservasi flora dan fauna hingga mendirikan Kelompok Tani Hutan Wanapaksi.

Peraturan itu tercantum dalam Peraturan Desa (Perdes) Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Salah satu pasalnya melarang perburuan burung dan menegaskan bahwa satwa liar perlu dilindungi.

baca juga

Ekonomi dari Kopi dan Lebah

Pada masa awal, larangan berburu sempat menimbulkan masalah ekonomi. Banyak warga kehilangan penghasilan. Akan tetapi, larangan tersebut justru membuka peluang baru. Masyarakat memanfaatkan kopi dan madu sebagai sumber ekonomi baru.

Tahun 2015, tiga warga Jatimulyo, yakni Imam Taufiqurrahman, Sidiq Harjanto, dan Kelik Suparno mendirikan unit usaha Kopi Sulingan. Usaha ini berfokus pada pengolahan kopi. Kopi Sulingan memberdayakan para mantan pemburu burung untuk menjalankan usaha ini.

Tak berhenti di situ, warga juga mengembangkan budidaya lebah klanceng, lebah kecil tanpa sengat (genus Tetragonula). Jenis lebah ini menghasilkan madu dalam jumlah sedikit, tetapi bernilai tinggi. Budidaya klanceng memberi penghasilan tambahan tanpa merusak lingkungan.

baca juga

Lahirnya Wana Paksi Menyatukan Semua Gerakan

Setelah berbagai inisiatif berjalan, warga kemudian membentuk wadah bernama Kelompok Tani Hutan Wanapaksi, tepat pada 2 Desember 2018. Organisasi ini meleburkan komunitas-komunitas sebelumnya, di antaranya Masyarakat Pemerhati Burung Jatimulyo (MPBJ) dan kelompok lebah klanceng.

“Kelompok Tani Hutan (KTH) Wanapaksi lahir untuk memberikan solusi atas kebutuhan kelembagaan di tingkat desa guna meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat di lingkup Kalurahan Jatimulyo,” katanya, sebagaimana dikutip dari laman resmi KTH Wanapaksi.

Saat ini, Wanapaksi memiliki 57 anggota aktif. Mereka mengelola berbagai kegiatan, mulai dari ekowisata, edukasi lingkungan, adopsi sarang burung, dan penanaman kembali tanaman hutan rakyat. Salah satu pusat kegiatannya adalah Kopi Sulingan, yang menjadi tempat belajar dan berkumpul para pegiat lingkungan, mahasiswa, hingga relawan asing.

baca juga

Secara rinci, program kerja di Wanapaksi terbagi dalam beberapa jenis, yakni Kelembagaan, Konservasi, Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), Pengembangan Sektor Pertanian dan Industri Kreatif, hingga Seni dan Budaya.

Secara kelembagaan, Wanapaksi tumbuh menjadi organisasi yang terstruktur dan transparan. Kelompok ini terus memperbaiki sistem kesekretariatan agar setiap kegiatan terdokumentasi dengan rapi dan bisa diakses oleh anggota. Pengelolaan dana juga dilakukan secara terbuka, dibahas bersama dalam pertemuan rutin, sehingga aliran dana dapat dipertanggungjawabkan.

Tidak berhenti di situ, mereka aktif merekrut anggota baru yang berkomitmen menjadi penggiat konservasi burung, agar regenerasi penjaga alam tetap berjalan dari tahun ke tahun.

Di bidang konservasi, kegiatan Wanapaksi menjadi tulang punggung gerakan lingkungan di Jatimulyo. Mereka menjalankan berbagai upaya untuk melindungi populasi burung dan menjaga habitatnya agar tetap lestari.

baca juga

Salah satu kegiatan yang menarik adalah program adopsi sarang burung. Program ini memungkinkan individu atau kelompok mengadopsi, mendanai, dan memantau sarang burung untuk melindungi mereka dari ancaman. Program ini memberikan kesempatan masyarakat lokal untuk terlibat dalam pelestarian secara langsung. 

Selain itu, anggota Wana Paksi melakukan patroli rutin di kawasan hutan rakyat untuk memastikan tidak ada lagi perburuan liar. Mereka juga rutin mengadakan pengamatan burung bersama masyarakat dan mahasiswa.

baca juga

Desa Ramah Burung

Upaya panjang Wanapaksi membuat Jatimulyo dikenal sebagai Desa Ramah Burung. Dalam hal ini, desa menjamin burung bisa hidup berdampingan dengan manusia tanpa saling mengganggu.

Ada tiga prasyarat utama agar desa bisa disebut ramah burung, di antaranya: memiliki kekayaan jenis burung yang dikenali masyarakatnya, ada kesepakatan untuk melindungi burung dan habitatnya, serta ada pemanfaatan berkelanjutan yang memberi manfaat ekonomi dan edukasi. Jatimulyo memiliki ketiga kriteria tersebut sehingga layak disebut sebagai Desa Ramah Burung.

Hingga kini, lebih dari 110 jenis burung telah teridentifikasi di Jatimulyo. Kesadaran masyarakat tentang jenis, perilaku, dan nilai budaya burung pun meningkat.

Atas kontribusinya, Kelompok Tani Hutan (KTH) Wanapaksi memperoleh penghargaan Kalpataru 2024 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kelompok Tani Hutan (KTH) meraih posisi ketiga untuk Kategori Penyelamat.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.