Dalam derasnya arus digitalisasi yang sering kali berpusat di kota, ada satu sosok yang memilih menyalakan cahaya perubahan dari pelosok Kalimantan Selatan. Namanya Deni Purwosari, seorang guru SMK yang percaya bahwa teknologi seharusnya tidak menjadi simbol kesenjangan, melainkan jembatan bagi kemajuan bersama.
Di tengah perubahan zaman yang menuntut kecepatan dan inovasi, Deni tidak ingin para siswa di sekolah kejuruan hanya menjadi penonton. Ia mengajak mereka untuk menjadi pelaku perubahan, menciptakan karya nyata yang bermanfaat langsung bagi masyarakat desa. Visi itulah yang melahirkan inisiatif “SMK Membangun Desa Bersama Teknologi Tepat Guna”, sebuah gerakan sederhana namun berdampak luas, yang akhirnya mengantarkan Deni menjadi penerima SATU Indonesia Awards 2024 kategori Teknologi.
Menjawab Tantangan Desa dengan Inovasi
Kalimantan Selatan bukan hanya tentang kekayaan alam dan hamparan sungai, tapi juga kisah masyarakat yang terus beradaptasi dengan perubahan. Banyak desa masih menghadapi tantangan klasik: keterbatasan alat pertanian, sulitnya akses energi, hingga peralatan produksi yang belum efisien.
Deni melihat semua itu bukan sebagai keluhan, tapi sebagai peluang untuk berkarya. Bersama timnya di SMKN 2 Amuntai, ia mengajak siswa untuk membuat berbagai teknologi tepat guna, alat yang sederhana, murah, namun fungsional bagi masyarakat.
Salah satu karya yang menarik perhatian adalah alat pembuat pakan ternak otomatis (Parubaya). Alat ini memudahkan peternak di desa mengolah bahan pakan dengan cepat dan efisien, menghemat tenaga sekaligus biaya produksi. Tak berhenti di sana, Deni dan timnya juga berhasil menciptakan alat pemadam api ringan portabel, hasil dari serangkaian percobaan yang akhirnya sukses di upaya ketiga.
Setiap inovasi lahir bukan dari laboratorium mewah, melainkan dari semangat gotong royong dan rasa ingin tahu siswa. Bagi Deni, inilah esensi pendidikan kejuruan yang sesungguhnya: mencetak siswa yang siap membangun, bukan sekadar mencari pekerjaan.
Teknologi yang Membumi, Pendidikan yang Menginspirasi
Filosofi Deni sederhana — teknologi harus membumi. Ia percaya bahwa kemajuan digital dan inovasi mekanik tidak akan berarti jika tidak bisa menjawab kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, setiap alat yang diciptakan selalu berangkat dari masalah nyata di sekitar.
Misalnya, ketika masyarakat kesulitan mengolah limbah rumah tangga, tim SMK menciptakan mesin pencacah sampah organik. Saat petani mengeluhkan biaya bahan bakar, mereka mengembangkan alat pengering hasil panen berbasis energi surya.
Lebih dari sekadar proyek sekolah, karya-karya ini menjadi bukti nyata bahwa pendidikan vokasi bisa berperan penting dalam pembangunan desa. Deni juga rutin mengadakan pelatihan bagi warga sekitar, mengajarkan cara merakit, menggunakan, dan memperbaiki alat-alat tersebut. Dengan begitu, transfer ilmu tidak berhenti di ruang kelas, melainkan mengalir hingga ke masyarakat.
Dari Kalimantan untuk Indonesia
Perjalanan Deni tidak selalu mudah. Di awal, banyak yang meragukan bahwa sekolah di daerah mampu menciptakan inovasi berdaya guna. Minimnya fasilitas, keterbatasan bahan, hingga kurangnya dukungan sering kali menjadi batu sandungan. Namun semangatnya tidak surut.
Bersama para siswa dan rekan guru, ia terus bereksperimen dan membangun jejaring dengan lembaga lain. Hingga akhirnya, usaha itu membuahkan pengakuan besar — SATU Indonesia Awards 2024, penghargaan bergengsi dari Astra yang diberikan kepada anak bangsa yang berkontribusi nyata bagi masyarakat melalui inovasi.
Penghargaan ini bukan sekadar simbol keberhasilan individu, melainkan pengakuan terhadap kekuatan kolaborasi pendidikan dan teknologi lokal. Dari Kalimantan Selatan, semangat Deni kini menular ke banyak SMK lain di Indonesia yang mulai mengadopsi pendekatan serupa: menghadirkan solusi teknologi untuk kehidupan desa.
Membangun Masa Depan dari Akar
Dalam setiap karyanya, Deni selalu menanamkan nilai penting kepada murid-muridnya: teknologi bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk memberdayakan. Ia ingin menciptakan generasi muda yang tidak hanya mahir menggunakan mesin, tapi juga peka terhadap masalah sosial dan lingkungan.
Proyek “SMK Membangun Desa” menjadi ruang belajar yang sesungguhnya. Di sana, siswa belajar riset, berpikir kreatif, bekerja dalam tim, dan memahami kebutuhan masyarakat. Mereka tidak hanya menjadi teknisi, tetapi juga pemecah masalah di tingkat lokal.
Kini, beberapa alat buatan mereka sudah digunakan di berbagai desa di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Dampaknya terasa: produktivitas meningkat, waktu kerja lebih efisien, dan masyarakat semakin terbuka terhadap inovasi. Inilah yang disebut Deni sebagai “teknologi yang memerdekakan”, teknologi yang memberi kesempatan bagi setiap orang untuk maju tanpa meninggalkan jati diri lokal.
Dalam dunia yang terus bergerak cepat menuju era digital, kisah Deni Purwosari menjadi pengingat bahwa kemajuan sejati tidak selalu datang dari kecanggihan, tapi dari kebermanfaatan.
Di saat banyak orang berbicara tentang artificial intelligence dan revolusi industri 5.0, Deni memilih fokus pada hal yang lebih mendasar: bagaimana teknologi sederhana bisa mengubah hidup masyarakat desa. Dari tangan para siswa SMK, lahirlah karya yang menyentuh kebutuhan nyata, dari alat pertanian hingga solusi lingkungan.
Melalui program ini, Deni membuktikan bahwa pendidikan vokasi bukanlah pilihan kedua, melainkan kunci utama pembangunan nasional. Ia berhasil menanamkan semangat inovasi di tanah yang mungkin jauh dari pusat industri, tetapi kaya akan ide, tekad, dan nilai kemanusiaan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News