Di tengah panasnya matahari siang di Desa Kelubi, Kecamatan Manggar, Belitung Timur, aroma tanah basah dari hutan di belakang desa mengingatkan kita akan kehidupan yang masih hijau dan lestari duduk seorang pemuda bernama Febriansa. Bagi masyarakat setempat, ia bukan sekadar pemuda desa, ia adalah wajah perjuangan menjaga alam sekaligus penggerak wisata yang kini dikenal hingga tingkat nasional.
Febriansa adalah Ketua Kelompok Pemuda Pecinta Alam Desa Kelubi (KEPPAK), kelompok yang ia bentuk bersama teman-temannya untuk mengelola hutan lindung sebagai destinasi wisata berkelanjutan. Usahanya tidak hanya menjaga kelestarian alam, tapi juga menghadirkan peluang ekonomi dan pengalaman wisata yang berbeda bagi masyarakat dan pengunjung.
Awal Perjalanan: Dari Sekadar Nongkrong Hingga Muncul Kesadaran
Semua bermula dari pertemuan sederhana anak-anak muda Desa Kelubi. Tahun 2014, setelah menyelesaikan pendidikan di bidang Teknik Mesin di Yogyakarta, Febriansa memilih kembali ke kampung halamannya. Rumahnya menjadi tempat berkumpul para pemuda, dan dari obrolan santai tentang bukit dengan bebatuan unik, muncul kesadaran akan potensi alam yang belum dikelola. Bukit ini, yang kemudian dikenal sebagai Bukit Pemantauan, menawarkan pemandangan luar biasa yang memikat perhatian warga desa.

Dari diskusi ringan itu lahir ide untuk membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Febriansa terpilih sebagai ketua, dan langkah pertama mereka adalah menyiapkan lahan parkir, membersihkan area sekitar, serta menyambut pengunjung pertama. Meski mendapat perhatian dari Dinas Pariwisata pada 2016, mereka menyadari pengelolaan hutan harus legal agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Membangun Legalitas dan Menemukan Batu Begalang
Tak ingin bertindak melanggar aturan, Febriansa mempelajari prosedur legal melalui penyuluh kehutanan dan program Hutan Kemasyarakatan (HKM), yang memungkinkan masyarakat mengelola hutan lindung secara sah.
Karena akses ke Bukit Pemantauan sulit dijangkau, kelompok ini mencari alternatif lokasi. Pada awal 2018, mereka menemukan Batu Begalang, kawasan berbatu besar yang dulunya dikenal sebagai tempat berburu rusa dan kijang. Dengan kesabaran dan kerja keras, mereka mulai menata lokasi ini, hingga pada Juni 2021, Batu Begalang resmi dibuka sebagai destinasi wisata, meski jalan menuju lokasi masih menantang.
Wisata Berkelanjutan dan Pemberdayaan Lokal
Febriansa tidak hanya membangun destinasi wisata, tetapi juga memberdayakan masyarakat. KEPPAK mengembangkan berbagai kegiatan, mulai dari budidaya madu trigona, produksi tepung singkong, hingga membantu pemasaran kerajinan anyaman warga. Mereka juga merancang paket wisata seperti trekking, camping, paket gastronomi, dan rencana pembangunan sunrise point.
Kini, kawasan yang mereka kelola mencakup 385 hektar hutan, berdampingan dengan wilayah KTH seluas 571 hektar. Tantangan seperti pembalakan liar, tambang ilegal, dan konflik lahan tetap ada, namun dukungan desa dalam administrasi dan pembukaan akses jalan membantu keberlanjutan proyek ini.
Dampak Positif dan Penghargaan Nasional
Inisiatif ini membawa dampak nyata:
- Kesadaran lingkungan meningkat, warga memahami hutan sebagai sumber hidup dan peluang ekonomi.
- Ekonomi lokal bergerak, dari homestay, kuliner, hingga kerajinan tangan.
- Konservasi hutan berjalan, dengan penurunan aktivitas illegal logging.
Pengakuan datang melalui SATU Indonesia Awards 2024 Tingkat Provinsi Bangka Belitung, kategori Lingkungan. Sebelumnya, KEPPAK juga meraih Terbaik II Nasional dalam Lomba Wana Lestari 2023, sesuai SK Menteri LHK Nomor SK.883/MENLHK/P2SDM/PEG.7/8/2023.
Penghargaan ini menegaskan bahwa perjuangan Febriansa dan kawan-kawan sejak 2015 bukan sekadar menanam pohon atau menjaga lahan, tetapi membangun model wisata berkelanjutan yang bisa menjadi inspirasi bagi desa lain di Indonesia.
Batu Begalang kini menjadi ikon wisata Desa Kelubi, menawarkan pemandangan geosite yang unik, trekking, camping, dan wisata edukatif. Wisatawan lokal maupun nasional dapat menikmati keindahan alam sambil belajar tentang flora, fauna, dan pentingnya menjaga hutan. Pengelolaan sistematis ini menjadikan hutan bukan hanya tempat rekreasi, tetapi laboratorium hidup bagi masyarakat dan generasi muda.
Inspirasi dari Perjuangan Lokal
Febriansa menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil, dari tongkrongan anak muda hingga gagasan yang diakui secara nasional. Ia membuktikan bahwa pelestarian alam dan pembangunan ekonomi dapat berjalan beriringan dengan strategi, kolaborasi, dan kepedulian.
Hutan di Desa Kelubi kini bukan sekadar deretan pohon, tetapi napas kehidupan yang menghidupkan wisata, memberdayakan ekonomi lokal, dan menjadi inspirasi nasional.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News